Lanjutan dari cerita sebelumnya.
Setelah Dina menarik tangan Saya, kami berdua segera masuk ke dalam mobil Double Cabin 4x4 milik Saya.
Ehem, maksudnya mobil Double Cabin 4x4 inventaris yang dari kantor itu.
Kemudian, kami melaju di jalanan yang hampir setiap harinya Saya lewati.
Hiruk-pikuk jalanan yang padat pada sore hari, serta suara musik dari band rock favorit Saya mengisi kediaman diantara kami berdua.
Jujur, Saya memang sedikit canggung jika sedang berduaan sama si Dina.
Maklumlah, Saya hanyalah pria biasa. Ehmm, tapi prinsip Saya tetap teguh, ya?
Namun, yaa sekedar main dipinggiran batas saja gak papa juga, kan?
Yang penting jangan sampai jatuh ke jurang nya saja, Saya kira.
Anggap saja kita sedang menikmati matahari pagi yang cerah. Karena sekedar memanjakan pikiran dengan melihat sebuah bentuk keindahan adalah hal yang wajar, kan?
Saya bergumam kembali didalam pikiran.
Ok, waktu pun terus bergulir dan Saya akhirnya berinisiatif untuk memulai pembicaraan diantara kami.
"Ehmm, jadi mau makan dimana kita, Din?" Saya bertanya kepada Dina untuk memecahkan keheningan ini.
"Yah, dimana aja yang penting enak dan gratis. Hehehehe kalo boleh sih yang tempatnya nyaman juga, ya?" Dina menjawab sambil terkekeh dan hal ini cukuplah menggoda.
"Urghhh! Ingat umur dan status Kamu, Din? Hemmmmm. Tidak usah kayak gadis imut yang lagi modus buat morotin om-om gitu, deh?" Saya balas mengejek Dina berusaha untuk menutupi kecanggungan Saya ini.
"Seriusan, terserah Kamu wahai Rudy yang perkasa, Xixixixixixiixixi." Dina membalas Saya sambil tertawa, dia bahkan memanggil salah satu julukan Saya saat masih kecil. Itu adalah hal yang memalukan menurut Saya.
"Ok. Nanti jangan protes, ya?"
Setelah mengatakan itu Saya segera memacu mobil double cabin yang merupakan inventaris kantor ini.
Dan setelah berkendara cukup lama, kami akhirnya tiba di rumah Saya sendiri.
Ya, karena menurut Saya, tempat yang paling nyaman dan gratis sudah jelas adalah rumah Saya sendiri.
Setelah sampai, Saya memarkirkan mobil dihalaman lalu berbalik kearah Dina.
"Ayo turun? Udah sampai nih di restonya. Hehehe, nyaman dan gratis, kan?" kemudian Saya sedikit menggoda Dina sebelum Saya turun dari mobil.
"Loh kok malah ke rumah Kamu sih, Rud?" Dina komplain dengan wajah cemberutnya.
"Hhmm, ini tempat yang Kamu minta tadi? Makanannya enak, nyaman, dan gratis, kan? Fufufufufu"
"Hemmmmm. Yah, gak apa deh, yang penting nanti Kamunya harus masak makanan yang enak, yah?" Dina menjawab dengan nada lemas, dan menerima hal ini begitu saja. Tapi tetap saja dengan memamerkan senyum anggunnya yang mematikan itu.
Uurggh, senyuman si Dina ini sangatlah berbahaya!
Jujur, dari dulu dia ini sudah berulang kali merontokkan prinsip lelaki sejati Saya.
Yah, Saya adalah pria yang tidak akan mau mempercayakan hati Saya kepada wanita!
Meskipun dulu memang Saya pernah mencoba untuk meletakan hati Saya pada wanita, tapi entah kenapa Saya selalu merasakan sedikit keraguan di hati ini.
Yah, ini belum saatnya?
Pasti bukan saat ini?
Ya, begitulah kira-kira.
Tapi jujur, Saya memang sering membayangkan bagaimana rasanya jika kita mempercayakan hati kita ini kepada sosok pasangan kita, ya.
Saya rasa, pastilah hal itu akan menenteramkan dan mendamaiankan hati kita.
Tapi berapa lama kah perasaan tersebut mampu bertahan?
Hemmm . . . mungkin sebenarnya Saya hanya takut merasa kehilangan, atau mungkin juga tidak seperti itu. Jujur, Saya sedikit kesulitan untuk menjelaskan hal ini.
Yang jelas Saya hanya takut akan sesuatu hal yang tidak bisa Saya ketahui dengan pasti!
Sama halnya dengan masalah perasaan antara pria dan wanita ini, karena Menurut Saya, keindahan hanya bisa dipertahankan apabila keindahan itu berada dalam bentuk yang jelas dan bisa dipahami!
Yah, intinya Saya itu tipe orang yang tidak percaya dengan keindahan yang itu hanyalah berupa perasaan. Karena sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dan dipastikan seperti perasaan tidaklah bisa dipercayai!
Saya terus saja melakukan penalaran panjang di dalam pikiran Saya sendiri, dan terus berusaha meyakinkan diri Saya sendiri.
Aneh, kan?
Yah, yang jelas Dina tidak akan pernah tahu apa yang sedang Saya pikirkan sekarang, tapi saat ini bukan hanya kepala Saya yang berat, ketenangan hati Saya pun juga mulai terganggu karenanya.
Hhmmmm.
Setelah berpikir panjang, Saya kemudian membuka pintu rumah dan mengajak Dina untuk masuk ke dalam.
Dan saat ini Saya berkata di dalam hati saya dengan perasaan yang bangga.
Yah, Rumah ini adalah rumah Saya!
Bukan rumah dinas atau rumah-rumah apalah itu. Fufuufufu.
Lalu kami berdua masuk dan langsung menuju ke ruangan tamu.
"Ehem, Rud? Aku numpang mandi sekalian, ya? Badan udah lengket semua nih keringatan dari siang tadi."
Setelah mengatakan itu, Dina langsung saja berjalan menuju ke kamar mandi. Dia bahkan tidak lagi menunggu Saya untuk menjawab.
Hemmmm...
Setelah Dina masuk ke kamar mandi, Saya juga masuk ke kamar untuk segera mengganti kemeja kantoran dan celana levis outdoor Saya, kemudian Saya berganti dengan setelan kaos dan celana pendek biasa, dan setelahnya langsung bergegas ke dapur dan mulai memasak.
30 menit kemudian?
"Masak apaan Kamu, Rud?" Dina menyapa sambil menepuk bahu Saya dari belakang secara tiba-tiba.
Heeeeeee, Kalau Saya orang biasa, pasti udah kaget, nih.
Tapi sayangnya Saya tidak akan kaget hanya dengan kejadian tiba-tiba yang sekelas ini.
Yah. Itu karena Saya selalu berlatih dalam simulasi pikiran agar dalam kejadian tiba-tiba seperti apa pun Saya akan tetap tenang. Dengan begitu Saya selalu bisa merespon segala situasi dengan sadar dan terukur. Uhum.
Ini merupakan standar yang sengaja Saya tetapkan sebagai seorang pendekar, begItulah pikir Saya.
Lalu Saya menoleh kebelakang dan menjawab pertanyaan Dina itu dengan lantang.
"Saya sedang memasak menu lengkap satu meja makan yang dirangkum terpadu kedalam satu piring. Ehm, masakan cerdas yang melegenda Yaitu, Nasi Goreng!" Saya berbicara dengan tenang dan penuh kebanggaan diri.
"Alah . . . Terlalu banyak retorika kayak politikus aja Kamu, Rud. Bilang nasi goreng aja sampai segitunya banget? Hemmmmmm, udah biar Aku aja yang nerusin, Kamu mandi aja sana?" Dina membalas sambil menutup hidung, lalu Dia mendorong Saya dengan jijik, bermaksud menyuruh Saya untuk segera mandi.
Yah, mungkin karena bau keringat ditubuh Saya telah menggugah seleranya, mungkin. Fufufufu.
Dan akhirnya Saya pun dengan patuh bergegas pergi ke kamar mandi.
Saya berjalan sambil terus berpikir.
Yaa, setelah dipikirkan dengan seksama, kenapa Saya senang-senang saja jika diperintah sama cewek cantik, ya?
Padahal aslinya Saya itu sangatlah menentang perbudakan, loh!
Hhmmmm?
Lebih tepatnya perintah yang tidak menguntungkan, itulah yang Saya maksud.
Yah, perintah yang dilakukan hanya untuk sekedar ucapan terima kasih Atau hanya untuk memuaskan rasa haus akan pengakuan dari orang lain dan sebagainya.
Saya rasa semua hal itu tidaklah sesuai dengan prinsip-prinsip Saya!
Tapi, kalau perintah tersebut berasal dari seorang wanita cantik, tentu itu akan menguntungkan, hehehehe.
Karena dengan begitu Saya juga akan menikmati keindahan dari suara merdu mereka yang sangat menentramkan hati tersebut.
Hemmmm.
Sambil terus ber-simulasi di dalam pikiran, Saya pun masuk ke kamar mandi dan mandi seperti biasanya.
Yah, hanya mandi seperti biasanya orang-orang umum mandi, tidak kurang, tidak lebih!
"Byur byur byur Sekk sekkk sekk ... ... ... ?" ilustrasi suara Saya lagi mandi.
40 menit kemudian?
Setelah selesai mandi, Saya pun berpakaian dan langsung bergegas menuju keruangan makan.
Dan di sana Dina sudah duduk dengan anggun menggunakan setelan atas kemeja tangan panjang yang adalah punya Saya, lalu setelan bawahnya menggunakan celana jeans pendek yang juga adalah punya Saya.
Yah, meski itu terlihat agak kebesaran, tapi tetap saja pakaian tersebut sangat cocok di badannya Dina.
Setelah berdiri sambil berkomentar di dalam pikiran sebentar, Saya langsung duduk dan menyapa Dina.
"Katanya lapar? Makan aja duluan, gak usah sok setia gitu pake nunggu-nungguin Aku, Din? Hehehehe, gak ada manfaatnya juga, tuh."
"Eh, Siapa juga yang nungguin? Aku tuh cuma males kalo selesai duluan dan akhirnya jadi harus nungguin Kamu sampai selesai makan juga, kan?" Dina menjawab sambil mengerenyitkan keningnya.
"Hehehehe, gak usah panjang lebar, Din. Ayo buruan kita makan dulu, deh."
"Hhhuuuuuh!"
Dina pun melenguh sambil memalingkan wajahnya, mengacuhkan Saya. Dan Saya pun segera duduk, lalu kami berdua makan malam bersama sambil melakukan pembicaraan santai dan bla bla bla hingga makan malam itu pun akhirnya selesai.
Setelah selesai makan, Dina segera membereskan meja makan lalu bergegas menuju ke dapur. Yah, sepertinya dia mau mencuci peralatan makan yang baru saja kami gunakan, dan Saya pun berniat ikut ke dapur untuk membantunya, ehem.
Kalo dilihat dari sudut pandang orang ketiga, jelas kami berdua terlihat seperti pasangan harmonis yang bahagia gitu, ehem.
Setelah selesai beres-beres, Dina pergi ke ruang tv dan menyalakannya, lalu Dia duduk santai di sofa dan menonton drama di channel apalah itu yang Saya juga kurang tahu, ehm.
Saya sendiri duduk dimeja baca yang kebetulan memang ditempatkan diruang tv tersebut.
Yah, Saya memang hobi membaca buku. Karena dengan membaca, Saya dapat mencari tahu berbagai macam hal yang tidak Saya ketahui.
Heemmmmm.
Setelah duduk, Saya pun mengeluarkan laptop dari tas untuk memeriksa file-file yang telah dikirimkan oleh Bos Roy.
Yah, file tersebut berisi hasil pemeriksaan tentang situs reruntuhan yang akan Saya kunjungi tersebut.
"Sreeeettttttt"
Saya membuka tas dan mengeluarkan laptop cangih kepunyaan Saya itu, lalu menekan tombol powernya, dan tak lama kemudian layar laptop itu pun segera menyala.
Setelah laptop canggih itu menyala, Saya pun melakukan ritual awal yang biasanya dilakukan oleh para Programer papan atas, dan Klik, kemudian Saya mulai membuka file-file dari Bos Roy tersebut.
Heemmmmm, ok.
Menurut laporan, reruntuhan tersebut awalnya berada dibawah permukaan tanah. Dan mulanya daerah itu adalah perbukitan yang memang sengaja digali untuk aktivitas pertambangan.
Pada mulanya para pekerja menggali bukit tersebut dengan menggunakan beberapa Eksavator, namun setelah tim menggali lebih dalam, ada semacam pancaran gelombang elektromagnetik yang akhirnya menyebabkan semua mesin alat berat itu mati secara mendadak!
Dan hal itu jelas menyebabkan kepanikan di sana. Tapi untungnya tim penambang dari perusahaan kami sudah memiliki banyak pengalaman mengenai kejadian yang seperti itu, karenanya mereka pun terus melanjutkan penggalian tersebut secara manual, dikarenakan memang pada saat itu struktur bangunan dari situs tersebut sudah sedikit terlihat.
Dan penggalian tersebut terus dilakukan, hingga akhirnya itu selesai setelah tim melakukan penggalian selama 1 minggu penuh.
Yah, kira-kira seperti itulah kronologi dari penemuan situs yang telah di tulis didalam laporan ini.
Setelah melihat foto-foto reruntuhan dan membaca hasil laporan ini, Saya pun semakin berharap!
Yah, karena sangat jarang benda fisik yang dapat menyebabkan fenomena metafisik seperti itu, apalagi sampai mampu mempengaruhi keadaan benda fisik lain yang berada disekitarnya.
Karena Saya sendiri juga lumayan sering mengalami fenomena metafisik seperti itu. Tapi, tetap saja itu hanyalah sekedar gangguan dari mahluk-mahluk metafisik biasa, dan itu pun hanya sebatas membuat lampu atau alat-alat elektronik disekitarnya terganggu saja.
Tapi kan, mahluk halus itu sendiri termasuk ke dalam kategori metafisika, jadi hal seperti itu tidak bisa diteliti lebih lanjut dengan teknologi yang ada di zaman sekarang ini, sedangkan, untuk situs ini sendiri adalah objek yang memiliki bentuk fisik yang nyata, sehingga hal ini bisa kita teliti lebih lanjut.
Setelah membaca laporan itu, Saya menggulirkan kursor untuk lebih mengamati foto-foto, dan keterangan dari situs tersebut.
Hhhmm, melihat dari foto-foto ini, situs itu sendiri memiliki penampakan berupa pilar-pilar batu yang berbentuk tabung. Pilar-pilar itu berdiri tegak dengan jarak teratur membentuk sebuah lingkaran sempurna, lalu ditengahnya ada juga sebuah batu berbentuk kubus yang cukup besar dengan ukuran (3x3) meter. Yah, susunan pilar-pilar batu itu memiliki lingkaran yang cukup luas dengan diameter kurang lebih 17meter, dan itu disusun sempurna dengan jarak presisi sama rata antara pilar satu dan pilar lainnya. Lalu, di permukaan pilar itu juga terdapat pola-pola kuno yang saling terhubung dari pilar, lantai, hingga ke meja Kubus yang ada ditengah situs tersebut. Yah, pola-pola itu seperti jalur sirkuit yang ada dipapan CPU pada alat-alat elektronik lah kira-kira.
Setelah melihat foto-foto dari situs itu, Saya mencari-cari referensi didalam ingatan Saya.
Waktu pun berlalu begitu saja.
Setelah selesai membaca dan mengamati hasil laporan ini, Saya mematikan laptop kebanggaan Saya tersebut, dan kemudian Saya beranjak, lalu duduk disebelahnya Dina. Yang mana saat ini Dia sedang asyik menonton drama yang tidak jelas judulnya tersebut.
Bersambung...