Dalam badai yang besar, hujan turun bak akhir dari dunia. Dalam gelombang petir yang setiap detik bergema, dan angin kencang yang menderuh kesal.
Pusaran aneh yang muncul tanpa sebab terlihat di atas langit, tidak ada yang tau kapan itu terjadi. Pusaran yang semakin membesar membelah dan menerangi tempat yang telah menjadi titik cahaya.
Sinar dari matahari menyoroti tempat yang sedikit lembab dan dingin di sekitarnya. Tangisan muncul dari sosok seorang bayi, matanya terpejam dan serak tangisnya terdengar di udara.
Balutan dari kulit binatang menemani dan memeluk bayi yang menangis, menjadikan kulit binatang itu baju yang melindunginya dari derasnya hujan.
Badai tak berhenti sedetikpun, tapi area yang di terangi oleh cahaya fajar tak tersentuh sama sekali oleh deruh petir. Bayi yang sebelumnya menangis karena badai sekarang mulai sedikit tenang.
Sosok tangan muncul dari kehampa'an, meraih kulit binatang yang sebelumnya basah oleh badai.
Lalu orang lain dari balik udara tampak menunjukkan wajahnya, mempunyai alis tebal, mata yang berwarna coklat, baju dengan jubah hitam lekat, topi runcing dan sedikit basah. Dia berkata dalam suara yang hangat.
"Cupcup, jangan menangis lagi anakku.
"Zeus."
***
Dua belas tahun kemudian, di dalam hutan di sebelah timur desa yaman. Zeus yang ceria mengambil jamur dia atas ranting yang basah oleh genangan air.
Hutan yang besar, di isi pinus dan pohon jati dimana mata memandang. Mereka selalu melimpahkan berkah alam dan sumber daya, sebagai orang yang menjadikan dirinya kepala keluarga, Zeus terbiasa dengan kegiatan untuk mengumpulkan jamur.
"Hari ini sudah cukup, jamur-jamur ini bisa untuk tiga hari kedepan. Hmmm, enaknya habis ini mancing nih," kata Zeus dengan bangga.
Melihat kantong jamur yang penuh, ia mengangkat tubuhnya dan mulai pergi ke tujuan keduanya, yaitu sungai.
Sebagai orang yang periang, Zeus dalam perjalanan tidak pernah lupa untuk memenggal kesunyian hutan dengan lagunya. Dia selalu bernyanyi dengan keras, sepanjang hari atau kerap kali jauh dari kerumunan.
"Ke, ke, kepala batu! Kepala batu! Zeus si anak berani, tak kenal takut, dan pantang menyerah!
"kepala batu, Zeus si kepala batu!"
Bersiul sepanjang jalan, dan melewati beberapa tempat. Zeus yang mendengar suara sungai mulai berjalan cepat, hari ini cukup cerah untuk memancing!
Arus sungai yang jelas, bebatuan, kayu yang mengapung terbawa arus terlihat. Zeus yang memegang kantung kosong lain mulai mengambil alat pancing sederhana, yang ada di belakang punggung mungilnya.
Dengan kayu yang lebih panjang dari lengannya, dan senar pancing yang terbuat dari anyaman kapas, Zeus mengikat cacing dengan kail yang terbuat dari kayu.
Melempar beberapa kali, dan mendapatkan beberapa ikan sungai. Ia melihat matahari sudah melewati garis yang jauh, itu menandakan dua jam berlalu.
Berbalik untuk melihat isi kantong, Zeus tersenyum bahagia. Dia mendapatkan empat ikan dengan ukuran besar, dan itu cukup untuk hari esok.
Zeus berterima kasih banyak pada Dewi Alam dan berdiri untuk Pulang, menaruh pancing dan ikan di pinggang. Zeus yang berusia dua belas tahun, terlihat seperti seorang Dwarf.
Berjalan ke arah hutan, Zeus kecil yang hendak pulang membalikkan kepala. Dia heran dan penasaran, seperti ada seseorang di sungai.
Tentu, ini hanya perasaan Zeus kecil.
"Setankah?" pikir Zeus. Dia berjalan kembali ke sungai dan memutar pandangan mata menelusuri ujung sungai, tidak ada yang terjadi di utara sungai, lalu memutar ke arah sebaliknya.
Dalam pandangan Zeus, ada batang kayu yang besar di sebelah barat. Tapi bukan hanya sekedar kayu, di atasnya ada sosok orang yang mengambang di atasnya!
benar tentang perasaannya membuat Zeus kecil berjalan mendekat. Untuk melihat orang lain yang ada di atas batang kayu, Zeus memikirkan satu hal, "Mayat!"
"Jika benar, lebih baik aku menjarah sesuatu darinya. Tentunya aku tidak akan memakan daging seorang manusia, apalagi yang mati," ucapnya dengan jijik.
Berhenti di depan seorang mayat, Zeus mulai melihat dan memilah setiap inci tubuh mayat itu. Dengan balutan baju katun yang berwarna krem, dan celana hitam. Mayat ini seorang gadis belia seumuran dengan Zeus! Zeus sedikit mengerutkan alisnya bingung.
"Mayat ini ternyata seorang anak kecil, apa yang membuatnya mati terbawa arus. Apakah dia terpleset sehabis buang air kencing? Mungkin karena dia tidak meminta izin Dewi Alam, jadi ini balasannya."
Sedih dengan nasib gadis muda yang malang, Zeus tidak menghentikan tangannya untuk membuka baju gadis itu. Dia bahkan kaget ketika melihat kalung emas berisikan tiga berlian dengan pola unik.
Dengan kilau warna biru, merah dan putih jernih. Mata Zeus terbelalak kaget dan sedikit tergiur oleh nafsu.
"Wah, seberapa kaya dia. Bahkan antingnya juga emas, terima kasih Dewi Alam berkahmu!"
Senang dengan temuannya, Zeus seperti menemukan tumpukan harta karun. Dia menarik kalung dengan keras dan anting emas gadis itu.
Tiba-tiba cahaya muncul dari kalung emas, salah satu berlian dengan warna putih bening memancarkan cahaya kekuningan dan bersinar dia area tempat Zeus.
Dengan mata terpejam, Zeus bergumam dalam hatinya, "Ini kutukan! Sialan, kenapa bisa seperti ini. Kenapa kau tidak memberikan kalung ini dengan ikhlas!"
"Eh, apa yang terjadi?" tanya Zeus.
Tidak ada yang terjadi, hanya saja cahaya itu menakuti Zeus dan berlalu dengan cepat tanpa efek apapun. Setelah menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi, ia heran lalu berdiri untuk bersiap pulang dan memasak jamur.
Hendak berjalan, Zeus yang menggerakkan kaki kanannya mulai terhenti. Ada genggaman tangan di kaki kirinya!
Dengan nafas berat dan pikiran yang kacau secara tiba-tiba, Zeus dengan panik memutar kepalanya. Gadis mayat yang mati kedinginan mencoba menghentikan Zeus, dia mengatakan sesuatu ketika bibir pucatnya bergetar.
"Jangan pergi Sayangku!"