"Iya. Jadi keinget pas muda dulu. Saya semangat sekali pergi merantau. Sampai saya sekarang ini, selalu nasehatin anak saya untuk gak merantau seperti Bapaknya."
"Lho, kenapa, Pak?"
"Ya karena saya sendiri sudah merasakan hidup di rantauan. Mau sesusah apapun, kalau bisa punya usaha yang gak jauh dari rumah, Mas. Itu anugerah tersendiri."
"Apalagi kalau nanti Masnya sudah berumahtangga. Pasti bakal ngrasain nikmatnya punya usaha yang bisa tiap hari berjumpa anak istri."
"Ndak kaya saya." Imbuhnya.
Oki mendengar seksama. Setiap obrolannya seperti nasihat seorang bapak kepada anaknya.
"Ah, Bapak? Bapak sebenarnya dimana?" Pikirannya beralih. Jadi cukup kacau.
"Bagaimana aku nanti? Seluruh uang saku yang kutaruh di dompet hilang sudah. Padahal kuprediksi untuk kebutuhan sebulan ke depan. Ya Allah, aku mesti gimana?" Gumam Oki memandangi jendela Bus kota. Di sampingnya ada Bapak berjaket coklat tadi.
"Eh, iya. Masnya namanya siapa? Trus gimana tadi? Kenapa bisa kecopetan?"