Oki kembali menghadap Cahya.
"Ssssstt, makasih, ya sudah kawatirin Kakak. Adek jaga diri baik aja di rumah. Dan juga jagain Ibu. Kalau ada apa-apa telepon Kakak. Ok?"
Ia mengangguk pelan. Seolah terpaksa.
Sore yang cukup dingin. Meski tetap lebih dingin segala apa yang diingin. Barangkali, nasib memang sering membercandai ingin. Ada yang dibiarkan seolah-olah tak tergapai. Hanya untuk kita lebih merasai apa itu keinginan yang kita ingin. Adakah yang terbaik? Adakah yang dibutuhkan? Atau hanya keinginan yang dipaksakan atas nama keegoisan?
Oki tak memilih memangku nasib. Entah bagaimanapun ia menukar-nukarnya dengan berbagai pilihan. Menawarinya untuk lebih banyak pilihan kehidupan, ia akan ada jika dijalani. Ya, apapun itu... dia harus jalani.