Putri tidak berbicara, hanya mencengkeram erat mantel di tubuhnya, menutup matanya dan tidak menatapnya, tidak melihatnya, tatapan Andri jatuh pada bekas luka di bahunya. Dia tinggal untuknya, tapi kali ini, dia merasa diejek, "Kamu membuatku muak."
Andri pergi dan tidak melakukan apapun padanya. Ini berbeda dari cara dia menangani hal-hal sebelumnya.
Pintu dibanting dengan keras, dan Putri duduk di tepi tempat tidur, seperti boneka tanpa jiwa.
Dia tidak menutup matanya sepanjang malam, dan tidak ada yang memanggilnya untuk menjemput Andri yang sangat mabuk, dan dia tidak lagi mabuk seperti dulu, dia juga tidak akan seperti kucing menggosok lehernya.
Pukul jam delapan pagi, bu Imah mengetuk pintu," Bangunlah untuk makan."
Putri berbicara sembari berbaring terbungkus selimutnya, "Saya tidak makan."
Bu Imahh mendesah. Dia tidak banyak bertanya.