Akhir-akhir ini Bela selalu dikuasai rasa ketakutan dan kekhawatiran yang begitu besar bila berangkat sekolah. Semenjak dia kenal dan merusak hoodi Raka, dirinya selalu dibayang-bayangi wajah Raka yang begitu menyeramkan sekali bila marah. Apalagi dia pernah dimarahi Raka.
Memang dia tidak sengaja membuat hoodi itu robek, tapi bagi Raka pasti akan tetap marah dan tidak mau tahu alasannya. Secara barang kepunyaannya dirusak orang lain. Terlebih lagi niat awalnya ingin membantu dan meminjamkan hoodi itu malah berujung pada kerusakan. Pasti semua orang akan marah bila berada diposisi Raka.
"Ini waktunya jam pulang sekolah. Aku takut kalau dia nunggu aku. Aduh gimana ini?"batin Bela yang bingung mau pulang atau tidak. Dia takut bila Raka nanti sudah menunggunya diluar.
"Ayo bel kita pulang bareng."Puteri mengajak Bela untuk pulang bareng.
"Eh ayo."jawab Bela dengan semangat. Kalau dia pulang bareng Puteri dia bisa aman dari terkaman Raka bila tahu-tahu Raka menerkamnya.
Akhirnya Bela pulang bersama Puteri. Selama perjalanan Bela selalu cinglak cingluk kearah sekitarnya, dia ingin memastikan sekitarnya ada Raka atau tidak. Ternyata sejauh mata memandang, Bela tidak menemukan adanya tanda-tanda Raka disana sedang mengamatinya.
"Eh Bel, kamu dipanggil sama Pak Bambang itu di kantor."disaat Bela sedang berjalan bareng sama Puteri hendak pulang, tiba-tiba dia dikejutkan dengan seorang siswi seangkatan dengannya tapi beda kelas menghampirinya.
"Aku?"Bela kaget.
"Untuk apa?"tanya Puteri dengan heran.
"Nggak tahu. Tahu-tahu aku disuruh nyari puteri untuk segera menghadap ke Pak Bambang di kantor."jawab siswi perempuan yang bernama Adel.
"Sekarang?" tanya Bela dan langsung diangguki Adel.
"Ya sudah aku ke kantor dulu ya."tanpa pikir panjang dan tidak menaruh rasa curiga, Bela langsung cepat-cepat pergi ke kantor guru untuk menemui Pak Bambang siapa tahu ada hal penting yang akan disampaikan kepadanya.
"Ada apa kok aku disuruh ke kantor. Perasaan semua tugasku sudah aku selesaikan."batin Bela sambil berjalan dan heran sekali itu.
Bela berjalan menyusuri lorong barisan kelas 11 dan 10. Kebetulan ruang guru ada di bagian depan sekolah dan dia harus melewati lorong kelas 10 11.
Disaat dia sedang asyik berjalan tiba-tiba ada sesuatu yangn membekap mulutnya dari belakang. Dia tidak tahu itu siapa yag melakukannya. Tahu-tahu mulutnya terkunci dan nafasnya juga mulai terhambat. Tenaga orang yang membekap mulutnya itu kuat sekali sehingga Bela tidak bisa apa-apa.
"Tolong."teriak Bela yang tidak ada suaranya itu karena mulutnya dibekap.
Bela terus meronta-ronta untuk dilepaskan. Tapi sayang, ternyata dirinya kalah dengan tenaga orang itu. Betapa kagetnya dia, sekarang dirinya sudah diseret oleh orang misterius itu masuk kedalam ruang kelas 11 ipa 3.
"Hahhhh."Bela dilepaskan dan bisa bernafas kembali.
"Kamu."Bela kaget saat dirinya membalikkan badan ternyata yang membekapnya tadi adalah Brian, teman Raka yang masuk dalam geng Raka.
"Diam aja disini."ucap Brian kepada Bela yang sedang membenarkan kacamatanya.
"Mau apa dia?"tanya Bela yang mulai ketakutan sekarang.
Dirinya langsung ditinggal begitu saja di dlam kelas 11 ipa 3 sendirian. Letak kelas 11 ipa 3 tidak jauh dari kelasnya. Pintunya langsung ditutup Brian dari luar.
"Hei…"Bela berlari kearah pintu.
"Astaga."disaat mau menyentuh gagang pintu, tiba-tiba pintu itu terbuka dan muncullah Raka dari sana.
Betapa kagetnya Bela melihat apa yang ada dihadapannya itu. Seketika dia langsung reflek mundur kebelakang menjauhi pintu karena ada Raka disana.
Raka terlihat menatap Bela dengan tatapan sinis dan marah. Tanpa disadari Bela, kini dia sudah masuk perangkap Raka. Dimana panggilan dari Pak Bambang itu tidak lain ada tipu muslihat yang sudah dibuat oleh Raka untuknya.
Setelah hoodi Raka robek itu, perasaan balas dendam terus muncul dihati Raka. Dan puncaknya hari ini dia bisa melampiaskan.
"Ka…kamu mau apa?"tanya Bela dengan penuh ketakutan dan terus mundur menjauhi Raka yang terus saja maju kearahnya.
"Aku mau apa?"Raka menantang Bela. Bela samakin ketakutan sekarang.
"Ini."Raka langsung melempar hoodinya kearah Bela yang sudah berhenti menatap dinding kelas.
"Astaga. Sudah aku duga. Pasti dia masih marah sama aku gara-gara ini."batin Bela sambil melihat hoodi yang dilemparkan kearahnya.
Ternyata benar firasatnya selama ini yang selalu ketakutan itu berujung pada harinya saat ini yang ditawan Panji disana. Dan kini tamat riwayatnya karena Raka benar-benar marah padanya. Dia tidak bisa apa-apa sekarang. Percuma saja dia lari, karena diluar sudah ada barisan teman-teman Raka yang mengunci pintu dari diluar supaya tidak ada orang lain tahu kalau mereka berdua tengah ada didalam ruangan kelas.
"Tol…"
"Kamu berani minta tolong, aku akan memberimu pelajaran."ancam Raka pada Bela agar tetap diam dan tidak meminta tolong kepada orang lain yang terlihat dari balik kaca jendela.
"Hmmm."Bela langsung menutup mulutnya karena takut.
Yang bisa dilakukan Bela saat ini hanyalah berdoa semoga Raka mengampuninya dan mau melepaskannya.
"Aku benar-benar minta maaf, aku nggak sengaja."ucap Bela langsung melihat wajah Raka yang ada dihadapannya sekarang.
"Nggak sengaja?"Raka langsung mendekat dan meneken dagu Bela.
Raka dan Bela kini sedang beradu pandang dengan jarak dekat sekali. Bahkan jarak mata mereka tidak ada 10 cm. Baru kali ini Bela berhadapan dengan laki-laki dengan jarak dekat sekali.
"Mana ada robekan sebesar itu nggak disengaja?"Raka langsung melepaskan dagu Bela dengan kasar. Kemudian menunjukkan robekan yang ada di hoodinya yang sudah dilakukan oleh Bela itu.
"Lagian itu sudah aku jahit."Bela sambil menata kacamatanya yang tadi hampir lepas gara-gara Raka menghempas dagunya dengan kasar.
Raka yang tadi sempat membuang muka dari Bela kembali menatap Bela lagi. Dia merasa tertantang dengan pernyataan Bela barusan. Dia beranggapan kalau Bela merasa tidak bersalah atas apa yang dilakukannya pada hoodinye itu.
"Jahit? Apa itu cukup."bentak Raka tepat dihadapan Bela.
"I..iya. Aku cuma bisa lakukan itu."jawab Bela dengan tergagap karena ketakutan.
"Itu nggak cukup. Kamu tahu nggak."bentak Raka lagi.
"Terus aku harus gimana?"tanya Bela dengan memberanikan diri.
"Kamu mau tahu aku maunya apa?"tanya Raka dengan mendekatkan wajahnya lagi ke wajah Bela. Bela langsung mengangguk.
"Kamu harus ganti hoodie ini."ucap Raka langsung berterus terang.
"Memang berapa kak harganya?"Bela memberanikan diri untuk bertanya karena dia ingin masalahnya dengan Raka kelar.
Raka yang sangat suka sekali sama hoodi itu jadi dia ingin Bela menggantinya. Dia kira Bela itu adalah orang kaya yang bisa mengganti hoodinye dengan hoodi mirip itu yang harganya jelas-jelas mahal.
Bela merasa deg degan menunggu jawaban Raka. Dia tidak bisa membayangkan harga hoodi Raka bisa mahal. Jelas dia akan kesusahan membelinnya.
"Setahu aku ini bisa dibeli di luar negeri dan harganya 1 juta."seketika Bela langsung membelalakkan matanya.
"Aduh gimana ini?"Bela bingung bagaimana dia bisa memilikii uang sebanyak itu.
"Aku nggak punya uang segitu."ucap Bela dengan lirih.
"Mana ada kamu nggak punya uang segitu. Tinggal minta orangtua mu lah. Anak seperti kamu pasti punya uang banyak."jawab Raka tanpa menatap Bela.
Seketika Bela langsung berkaca-kaca matanya kala harus mengingat orangtuanya. Bela merasa sedih sekali. Dimana dia dan adiknya harus hidup sendiri bersama dengan bibinya itu. Dan selama sekolah, Bela tidak pernah minta uang dari orangtuanya. Melainkan minta Bibi Ayu dan bekerja sendiri.
"Hiksss."Bela sedih kala mengingat orangtuanya.
"Kenapa kamu nangis?"Raka melihat Bela tiba-tiba menangis.
"Kak boleh aku gantinya nanti. Aku mau cari uang dulu buat beliin hoodi baru lagi buat kakak?"tanya Bela sambil menyeka air matanya.
"Kamu tinggal minta sama orangtua kamu lah? Gitu aja repot."kata Raka yang tidaka tahu masalah hidup Bela selama ini.
"Ya kak. Aku mohon kasih waktu ya kak untuk bisa aku ganti."Bela tidak mau menjelaskan keadaannya kepada Raka mengenai orangtuanya yang sudah pergi meninggalkannya.
"Orangtuamu kemana?"reflek Raka bertanya itu. Bela hanya menggelengkan kepalanya saja. Dia tidak mau permasalahan keluarganya diketahui orang lain terutama Raka.
Raka sepertinya paham dengan keadaan Bela. Pasti dibalik tangisan Bela itu terselip sebuah masalah yang tidak diketahuinya. Terutama berkaitan dengan orangtua Bela.
"Ok gue kasih elo waktu satu bulan untuk ganti hoodi gue."ucap Raka sambil meninggalkan Bela sendirian.