"Kakak itu apa yang ada di keranjang?"Rian menunjuk keranjang sepeda kakaknya yang terdapat sebuah bingkisan kado besar yang dikemas dengan samak warna cokelat.
"Oh itu. Tadi kakak lomba menyanyi di sekolah terus menang. Dan kakak dapat ini."Bela mengambil dan menunjukkan bingkisan itu.
"Apa kak? Lomba menyanyi?"Rian nampak kaget.
Rian jelas tidak lupa dengan menyanyi. Dulu ketika dia masih kecil, dirinya dan kakaknya selalu menyempatkan untuk bernyanyi bersama dengan piano ketika orangtuanya masih bersama. Semenjak orangtuanya pisah dan meninggalkan mereka, baik Bela dan Rian sama-sama sepakat untuk tidak pernah menyanyi lagi.
Mereka tidak ingin mengingat masa-masa ketika masih menjadi keluarga utuh dulu. Mereka kira selama tidak menyanyi itu, bakat menyanyi mereka ikut hilang karena tidak pernah diasah lagi.
Rian tidak terlalu heboh ketika tahu kakaknya menang dalam perlombaan menyanyi di sekolah. Karena dia sudah tahu bakat kakaknya yang bisa menyanyi dan suaranya juga merdu ketika masih kecil.
"Kak bukannya selama ini kakak nggak pernah menyanyi lagi?"tanya Rian dengan lirih.
Rian sudah tahu kalau kakaknya tidak mengembangkan bakat menyanyi semenjak orangtua mereka berpisah. Memang Bela akui kalau dirinya sudah berjanji untuk tidak bernyanyi lagi setelah ayah dan ibunya berpisah dan meninggalkan mereka yang masih kecil. Kalau dia menyanyi ingatannya sama keluarganya terulang kembali. Mengingatnya sama saja dia menusuk hatinya berkali-kali hingga lara itu semakin dalam.
"Awalnya sih gitu dek. Tapi karena tadi di sekolahan ada acara class meeting dan kakak ditunjuk untuk nyanyi jadi kakak harus ikut."jawab Bela dengan bibir manyun.
Jujur Bela juga tidak menyesali apa yang telah dilakukannya tadi. Lagian dia juga memenangkan perlombaan menyanyi juga. Dia sendiri tidak menyangka kalau suaranya akan menyabet juara satu tadi. Padahal sudah lama dia tidak melatih vokalnya. Dan beberapa lawannya nampak memiliki suara yang bagus.
"Kakak keren. Aku saranin kakak tetap mengembangkan bakat kakak. Siapa tahu kakak bisa jadi penyanyi terkenal nanti."Rian tiba-tiba memiliki firasat kalau Bela bisa menjadi penyanyi terkenal nantinya.
"Kamu itu dek. Kok sampai segitunya mikirnya."Bela tersipu malu. Bela tidak memiliki niatan untuk menjadi penyanyi terkenal.
"Lah ya kan kak. Kalau kakak jadi penyanyi terkenal nanti pasti bisa mengangkat derajat kita dan kita bisa cari mamah sama papah juga kan."Rian tiba-tiba membahas orangtuanya yang sudah dengan teganya meninggalkan mereka ketika masih kecil.
"Dek kamu ini ya mikirnya terlalu jauh."Bela langsung fokus lagi sama kayuhannya.
Setibanya di rumah, seperti biasa Bela langsung membantu membersihkan rumah. Mulai dari mencuci, mengepel dan memasak. Sudah biasa dia melakukan rutinitas seperti itu sepulang dari sekolah.
"Bibi masih tidur."Bela sudah mengganti pakaian hendak mencuci baju. Ketika mengambil baju bibinya di kamar, dia melihat bibinya sedang terlelap tidur. Maklum saja bibinya itu bekerja malam dan pulangnya pagi. Jadi ketika dia pulang bibinya pasti tidur.
Bela langsung fokus ke pekerjaan rumahnya. Satu persatu dia kerjakan dengan sabar dan telaten. Sedikitpun dia tidak mengeluh, meskipun dulu dia pernah menjadi orang yang berkecukupan. Tapi sekarang dia harus hidup sederhana dan mandiri.
Semua pekerjaan rumah dilakukannya dengan Rian. Mereka sepakat membagi tugas. Rian yang tidak boleh banyak capek hanya mengurusi urusan sapu menyapu di rumah. Sedangkan sisanya adalah tanggung jawab Bela.
Disaat Bela hendak memasak untuk disantap bersama nanti, malah sayur di rumahnya tidak ada. Mau tidak mau Bela harus keluar sebentar untuk membelikan sayur dan beberapa bumbu-bumbu untuk dimasaknya.
"Dek, kakak mau keluar dulu ya. aku mau beli sayur sama bumbu dapur di warung."sebelum keluar, Bela berpamitan dengan Rian.
"Ya kak. Sudah ada uangnya kakak?"tanya Rian sambil memegangi gagang sapu.
"Sudah kok. Kakak pergi dulu ya."Bela langsung keluar sambil memegang uang tabungannya sendiri.
Sudah biasa kalau urusan bumbu dapur dan makanan adalah uangnya khususnya ketika bibinya tidak memberi jatah untuk berbelanja. Kadang kalau bibi dapat uang pasti dia akan diberi uang untuk membeli makan. Tapi karena bibinya belum ngasih jadi dia tidak mau memintanya. Lagian dia juga jualan keliling jadi ada pemasukan sendiri. Meskipun nggak seberapa. Tapi itu cukup untuk makan. Hampir setiap hari bibinya ngasih uang tapi untuk hari ini kebetulan tidak mengasih jadi Arini harus menggunakan uangnya sendiri.
Setelah berbelanja, Arini langsung pulang. Dengan penampilan anak rumahan dan tidak jauh berbeda ketika bersekolah, Bela menenteng plastik kresek yang berisi sayur dan tempe. Bela berjalan dengan santainya.
"Aku belanja ini saja ah. Ini aja udah enak dimakan."Bela melihat kearah barang belanjaannya yang terdapat tempe dan sayur bayam serta beberapa bumbu dapur.
Uangnya yang tidak seberapa harus digunakannya dengan hemat. Buat jaga-jaga kalau besok tidak ada uang dia masih bisa berbelanja.
Disaat Bela sedang berjalan di pinggir jalan, tiba-tiba dia langsung tersungkur di jalan. Dia merasa badannya bagian belakang ada yang mendorongnya tapi rasanya itu bukan orang.
"Awwww."Bela langsung merintih kesakitan ketika kedua lututnya harus bergesekan dengan kasarnya aspal jalan. Saking besarnya dorongan itu hingga membuatnya langsung jatuh kedepan.
"Siapa tadi?"ditengah rasa sakitnya itu, Bela menoleh kebelakang hendak melihat siapa yang ada di belakangnya itu. Dia jatuh seperti itu karena ada dorongan dari belakang tubuhnya.
Disaat dia baru menoleh tiba-tiba ada sebuah mobil langsung melintas begitu saja disampingnya.
"Opssss."Arini terkena semburan air yang menggenangi jalan didekatnya akibat diterpa roda mobil itu.
Bela tidak bisa melihat lagi sekarang. Tapi sekilas tadi dia melihat ada sebuah mobil warna merah melintas disampingnya. Hanya sebentar saja.
"Apa mobil itu yang membuat aku jadi begini?"Bela mengucek matanya sambil memastikan lagi dibelakangnya. Nampaknya dibelakangnya juga tidak ada apa-apa jadi sudah bisa dipastikan kalau yang membuatnya jatuh itu adalah mobil tadi.
"Kok nggak tanggungjawab sih. Malah langsung pergi begitu saja."Bela masih duduk di pinggir jalan. Terlihat beberapa pengendara motor melintas disekitarnya tapi tidak ada yang mau menolongnya. Malah hanya dilihatin saja.
Bela berusaha berdiri tapi kakinya terasa perih dan sakit sekali sekarang. Akibat lututnya tadi bergesekan dengan aspal jalan, kini dia jadi tida bisa berjalan dengan lancar. Kakinya terasa sakit sekali sekarang.
"Aduh sakit banget."Bela terus merintih kesakitan. Dia tidak menyangka kalau hari ini dia akan terkena musibah. Ditabrak orang tapi tidak dibantu.
Bela tidak mau berlama-lama disana karena percuma saja itu akan membuatnya malu. Bukannya ditolongi malah jadi tontonan saka oleh orang-orang yang lewat.
Selama perjalanan pulang itu, Bela terus merintih kesakitan tapi dia pendam dalam hati. Banyak orang yang melihatnya tapi dia tidak peduli.
"Neng kenapa?"ada pejalan kaki yang berlawanan arah dengannya tertuju pada kaki Bela yang terluka dan mengeluarkan darah.
"Itu saya tadi jatuh bu."jawab Bela sambil berhenti sebentar.
"Pasti sakit ya neng."Bela hanya tersenyum saja karena memang sekarang kakinya terasa sakit sekali.
Setibanya di rumah Bela langsung masuk kedalam rumah. kebetulan Rian sedang belajar, dan tidak sengaja melihat kakaknya datang dengan keadaan memprihatinkan. Cara jalan Bela terlihat sempoyongan.
"Kakak kenapa?"
"Astaga berdarah kaka?"Rian kaget melihat lutut Bela terluka hingga mengeluarkan darah segar meskipun tidak banyak.
Jadinya Rian yang mengobati Bela. Bela terlihat terus merintih kesakitan ketika adiknya meneteskan obat ke lutut Bela.
"Tahan ya kaka."kata Rian.