Chereads / Perfect D'angelo Bride / Chapter 24 - Hari pertama Kerja

Chapter 24 - Hari pertama Kerja

Hari ini adalah hari pertama Sarah bekerja di sebuah perusahaan yang banyak orang impikan bias menjadi bagian di dalamnya. Ya, Perusaan Star Aurora.

Dengan langkah yang terayun dengan riang, gadis itu melangkah melewati pintu masuk Gedung yang bernama Vermillion Jade, seperti yang HRD katakan kemarin bahwa Sarah ditempatkan di divisi desain yang berada di Gedung ini.

"Permisi, ada yang bisa di bantu?" ucap seorang karyawan saat Sarah berdiri di meja resepsionist.

"Saya karyawan baru di sini, dan di suruh Pak Michael untuk ke ruangan Manajer desain," jawab Sarah, tak lupa dia mengeluarkan kartu acces pegawai yang kemarin di berikan Pak Michael, lalu menyerahkannya ke resepsionist. "Ini kartu pegawai saya."

"Baik, tunggu sebentar, ya?"

Sarah mengangguk ramah.

Karyawan resepsionist itu lantas mengecek kartu pegawai milik Sarah seraya menghadap ke layar komputer. Tidak hanya sampai di situ, Sarah memerhatikan resepsionist yang kini tengah mengambil gagang telepon, menghubungi seseorang.

Samar-samar Sarah mendengar percakapan singkat itu.

"Halo, selamat pagi, Pak. Ini ada karyawan baru kiriman dari Pak Michael untuk gabung ke divisi desain, dan saya melihat ini rekomendasi dari CEO Pak Sean langsung. Oh, iya, iya, baik, Pak."

Setelah itu karyawan resepsionist meletakkan kembali gagang telepon ke tempatnya semula. Dia kembali mengarahkan tatapan ke Sarah seraya tersenyum dan menyerahkan kartu acces pegawai milik Sarah kembali.

"Gimana, Mbak?" tanya Sarah.

"Mari saya antar ke ruangan Manajer Desain."

Sarah kembali mengangguk sopan, lalu mengikuti langkah karyawan resepsionist yang tidak Sarah ketahui namanya itu. Mereka berdua masuk ke dalam lift kosong. Di dalam lift, resepsionist itu membuka obrolan.

"Kamu teman dari Pak Sean, ya?"

Sarah mengernyit bingung, kepalanya perlahan menggeleng. "Saya—"

"Nggak usah formal-formal gitu sama aku, oh iya kita belum saling kenalan," ujar Si Karyawan Resepsionist. Dia mengulurkan tangan kanannya. "Maura."

Sarah balas menjabat tangan itu. "Sarah."

"Nama yang terkesan cantik dan anggun, sama seperti orangnya," gumam Maura. "Jadi … kamu benar teman Pak Sean?"

"Pak Sean—" Sarah mencoba mengingatnya kembali. "Ah, maksudmu CEO Perusahaan ini?"

"Yaps."

Sarah menggeleng. "Tidak. Aku tidak mengenalnya sama sekali sebelum aku melamar ke sini. Aku juga bersyukur jika langsung di rekomendasikan oleh-nya untuk masuk ke divisi terbaik di gedung ini," ungkapnya dengan binar mata yang terkesan sangat bersyukur.

"Iya beruntung sekali kamu. Karena Pak Sean itu terkenal sangat dingin kepada karyawan wanita atau bahkan wanita-wanita lain di luar sana, jadi sangat nggak mungkin kalau dia turun tangan sendiri untuk merekomendasikan kamu ke divisi terbaik di sini," jelas Maura panjang lebar yang ditanggapi anggukan dari Sarah.

Percakapan mereka begitu asyik, hingga tidak terasa lift sudah membawa mereka ke lantai yang di tuju. Mereka berdua keluar, perbincangan tadi pun berhenti sampai di sana karena Maura langsung mengantarkan Sarah ke ruangan manajer desain.

Sebelum masuk, Maura mengetuk pintu. "Permisi, Pak. Ini karyawan barunya."

Maura memepersilahkan Sarah untuk masuk ke dalam ruangan.

"Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak. Mari, Mbak Sarah." Maura agak membungkukan badan sebelum melangkah pergi dari ruangan itu untuk kembali bekerja.

Sekarang yang tersisa di ruangan itu hanya ada Pak Budi –yang tidak sengaja Sarah baca tulisan nama yang berada di meja manajer desain— dan Sarah.

"Semoga kamu akan senang berada di divisi ini," ucap Pak Budi seraya mengulurkan tangan, dan Sarah menjabatnya.

Sarah mengangguk dan tersenyum.

"Sepertinya tidak perlu saya banyak berbicara lagi dan banyak bertanya, karena kamu adalah rekomendasi dari Pak Sean langsung, jadi sudah di pastikan pilihan dari dia adalah yang terbaik."

Entah mengapa, Sarah merasa senang sekaligus mulai bingung dengan keadaan yang ada. Beberapa karyawan menyebutkan bahwa Pak Sean adalah orang terpenting di perusahaan ini sekaligus orang yang sangat cuek, namun sikap dan sifat itu tidak Sarah temukan ketika mereka bertemu kemarin di ruangannya.

"Kamu akan saya arahkan langsung ke divisi desain, ada senior kamu yang akan membantu kamu mengenal beberapa ruangan yang berada di sini. Serta jika ada kesulitan dalam mengerjakan maka dia akan membantunya juga."

"Jadi hari ini saya bisa langsung bekerja, Pak?"

Pak Budi nampak terkekeh. "Wah, kamu tidak sabaran juga ya ternyata, sangat ambisius."

Sarah justru menatap bingung.

"Untuk hari ini, biar kamu beradaptasi dulu dengan lingkungan kerja di sini, berkenalan dengan para karyawan yang berada di divisi kamu. Dan … mengenal beberapa ruangan yang akan kalian gunakan. Kamu tidak mau, jika dalam bekerja nanti tersesat karena lupa atau bahkan tidak tahu letak-letak ruangannya?"

Dan kini justru Sarah yang melepaskan kekehannya, ia mengerti maksud Pak Budi. Sarah pikir, bekerja di perusahaan ini akan sangat menguras tenaga dan pikiran karena tuntutan kerja yang tidak ada habisnya, tetapi ternyata semua karyawan yang berada di sini sangatlah ramah. Bahkan manajer desainernya pun sangat murah senyum, tidak ingin memberatkan anak baru seperti yang perusahaan-perusahaan lain lakukan di awal.

Pak Budi tampak mengambil gagang telepon, menekan beberapa tombol angka yang berada di sana, mencoba menghubungi seseorang.

"Ya, Pagi. Kamu ke ruangan saya sekarang, ya. Ada anggota baru yang akan masuk ke dalam tim kamu di divisi desain." Setelah itu sambungan telepon di putus Pak Budi.

Tidak perlu waktu yang lama, suara langkah kaki perlahan mendekat dan suara pintu perlahan terbuka terdengar.

"Ini yang mau gabung ke tim saya, Pak?"

Suara itu, suara yang tidak asing di telinga Sarah.

"Iya," jawab Pak Budi.

Sarah yang penasaran akhirnya menoleh ke arah belakang punggungnya. Detik itu juga, mata Sarah terbuka lebar. "Am—amara?"

Seseorang yang berdiri di depan pintu itu juga agak terkejut melihat perempuan yang kini menatap ke arahnya. "Sarah?"

Pak Budi yang berada di dalam ruangan itu pun ikut bingung menatap keduanya. Kemudian, "Waahhh …" Pak Budi menepuk tangan riang. "Kalian ternyata sudah saling kenal, ya?"

"Tidak!"

"Nggak, Pak!"

Suara itu saling bersahutan, keduanya memalingkan wajah agar tidak lagi saling melihat. Sorot mata Sarah dan Amara terlihat ada gurat tidak suka, walau Amara yang paling terlihat sangat membenci.

Pak Budi beranjak dari duduknya, yang disusul oleh Sarah. Lelaki paruh baya itu melangkah untuk berdiri di sebelah Sarah. "Amara, ke sini," panggilnya, membuat wanita itu dengan malas menghampiri. "Katanya kalian belum saling kenal, kan? Kalau begitu kenalan dulu, dong!" ujarnya seraya terkekeh meledek.

Melihat kedua wanita itu hanya saling diam, Pak Budi yang akhirnya turun tangan. Dia meraih tangan Amara dan Sarah secara bersamaan, kemudian menggabungkan tangan itu agar bersalaman, membuat Amara dan Sarah saling menatap kesal, sedangkan Pak Budi yang berdiri di antara mereka hanya tersenyum jail.