Dua hari sudah beraksi semenjak Fahira kembali ke rumahnya dan dia pun belum bertemu dengan sang abi. Sebenarnya dia sudah harus kembali ke Jepang karena semua anggota tim sudah berada di sana.
"Umi, kapan Abi akan kembali ke rumah?" tanya Fahira pada sang umi.
"Apa kami ingin pergi sebelum bertemu dengan Abimu ini?" tanya seorang pria yang baru saja kembali dan mendengar sang putri bertanya seperti itu pada uminya.
Fahira langsung memutar tubuhnya untuk melihat seseorang yang berbicara dengannya. Dia melihat seorang pria paruh baya yang sedang berdiri di belakangnya.
Pria paruh baya itu tidak lain adalah sang abi atau ayahnya yang sudah lama tidak bertemu. Fahira hendak memeluk sang abi tetapi diurungkan setelah mengingat semua yang sudah terjadi di masa lalu.
"Assalamualaikum, Abi ...," salam Fahira sembari mencium punggung telapak tangan sang abi.
"Wa'alaikum salam ...," jawab sang abi sembari menyentuh kepala putrinya.
Sang abi mengajaknya untuk duduk di atas sofa, dia ingin melihat putrinya yang ke dua. Dia sudah beberapa tahun ini tidak bertemu dengan Fahira.
Dia pun kembali teringat akan beberapa tahun yang lalu, akinya kesalahpahaman membuat Fahira harus pergi. Kepergiannya itu tidak pernah kembali ke rumah selama beberapa tahun dan itu membuang merasa bersalah.
Namun, semuanya sudah terjadi dan sang abi pun ingin menebus semua kesalahannya. Dia ingin meminta maaf kepada putrinya itu tetapi egonya sebagai seorang ayah begitu besar.
Mereka berdua pun mulai mengobrol dan membicarakan tentang kehidupan Fahira selama beberapa tahun ini di Jepang. Saat mereka sedang asyik mengobrol, dari kejauhan seorang wanita muda berjalan perlahan mendekat.
"Abi, sudah pulang?" tanya wanita muda itu, dia tidak lain sang kakak yang terlihat sudah membaik.
"Bagaimana keadaanmu, Sayang?" Abi balik bertanya pada Almira.
"Sudah membaik, Abi ...," jawab Almira sembari duduk tepat di samping sang abi.
Almira pun mulai mengobrol dengan sang abi, dia banyak bertanya ini dan itu pada sang abi. Sehingga mengabaikan keberadaan Fahira yang ada di depan mereka.
Fahira hanya tersenyum dengan semua pemandangan ini, dia mengira jika kemarin itu sang kakak sudah benar-benar berubah tetapi apa yang dinilainya itu salah. Sang kakak masih tetap sama seperti dulu dan tidak berubah sama sekali.
"Fahira, apakah kau akan tinggal di sini lagi?" tanya Almira.
Pertanyaan itu sedikit membuat dirinya tersinggung karena dari nada sang kakak terdengar jelas jika dia tidak menyukai kehadiran Almira di rumah ini. Namun, dia masih merasa bingung mengapa sang kakak kemarin berpura-pura seperti itu.
"Tidak. Aku akan kembali ke Jepang dalam beberapa hari ini. Jadi kau tidak perlu cemas," Fahira menjawab pertanyaan sang kakak dengan nada dingin.
"Kau tidak berubah, Fahira. Masih sama seperti dulu," timpal Almira dengan nada memancing agar Fahira masuk dalam jebakannya.
"Dan kau pun sama Kak tidak pernah berubah masih saja memancing keributan," sambung Fahira sembari beranjak dan pergi meninggalkan sang kakak dengan abinya.
"Abi, lihatlah Fahira ... dia masih saja seperti itu padaku," ucap Almira dengan nada manja pada sang abi.
Sang abi tidak banyak bicara, dia sudah lelah dengan perdebatan kedua putri-putrinya itu. Dia tidak bisa memilih antara kedua putrinya karena dia sangat menyayangi mereka berdua.
Namun, pada kenyataannya sang abi terlihat lebih memilih Almira dibandingkan dengan Fahira. Karena kesehatan Almira sedang tidak baik.
"Kamu kembalilah ke kamar dan istirahat," ucap sang abi pada Almira.
Abi pun beranjak dan berjalan meninggalkan Almira yang masih duduk di atas sofa. Dia berjalan menuju kamarnya dan berusaha untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Di dalam kamar, Fahira duduk di atas tempat tidur. Dia membuka netbook-nya dan mulai berkomunikasi dengan anggota timnya. Dia mengatakan pada Zetta dan yang lainnya bahwa dirinya belum bisa kembali ke Jepang.
Zetta memberikan informasi pada Fahira bahwa data rahasia tentang 5 Flower Girls sudah bocor. Dengan kata lain semuanya harus berhati-hati dan jangan sampai terbunuh.
Fahira menghentikan pembicaraan mereka dan menghapus semua hal yang bisa dijadikan alat lacak musuhnya. Dia berniat untuk segera pergi dari rumah ini karena ada kemungkinan para musuhnya akan menyakiti keluarganya.
Terdengar suara derap langkah kaki dan tidak berapa lama suara pintu kamar pun di ketuk. Terdengar suara umi yang memanggil nama Fahira.
Tanpa berpikir panjang Fahira pun bergegas membuka pintu kamarnya. Dia melihat sang umi yang sudah membawa sebuah gaun di tangannya.
"Untuk apa ini, Umi?" tanya Fahira saat sang umi menyodorkan gaun itu padanya.
"Malam ini kamu temani Abi dan Umi ke sebuah undangan," jawab umi pada Fahira.
Fahira terdiam sejenak, dia tidak tahu mengapa sang umi mengajaknya ke sebuah undangan pesta. Karena biasanya yang selalu diajak adalah Almira.
"Apa Umi tidak salah? Seharunya Almira yang pergi dengan Umi dan Abi," Fahira bertanya pada sang umi.
"Hari ini khusus untuk kamu. Jadi bersiaplah," imbuh umi lalu berjalan pergi meninggalkan Fahira dengan kebingungannya.
Fahira pun masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya dengan rapat. Dia melihat gaun yang sudah disiapkan oleh sang umi untuknya.
Dia merasa ada yang aneh dengan perkataan uminya tadi, apakah sang umi dan abi serangan merencanakan sesuatu padanya. Namun, entah apa itu yang pasti dirinya tidak bisa tinggal di rumah ini lagi.
Rasa khawatir akan keselamatan keluarganya lebih besar dari pada nyawanya sendiri. Fahira lebih menyayangi keluarganya dibandingkan dengan nyawanya sendiri.
Untuk malam ini dia terpaksa mengikuti keinginan sang umi untuk menemaninya ke sebuah undangan. Fahira berpikir yang pergi hanya dirinya, umi dan abi. Ternyata dia melihat Almira sudah siap dengan gaun yang tidak kalah bagusnya dengan gaun yang dikenakan oleh Fahira.
Bagi Fahira itu tidak masalah karena dia sudah terbiasa melihat sikap sang kakak yang tidak ingin kalah darinya. Semua yang dimilikinya pasti diambil oleh Almira dengan mudahnya.
"Ayo kita pergi," ucap abi pada semuanya.
Mereka pun pergi ke sebuah undangan pesta pernikahan salah satu rekan bisnis sang abi. Dalam perjalanan menuju sebuah hotel ternama di Jakarta, Fahira hanya diam sembari memikirkan bagaimana caranya mencari alasan untuk pergi dari rumah.
Firasatnya mengatakan jika musuh sudah mulai mendekat dan dia tidak ingin keluarganya terkena imbasnya. Karena mereka semua tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan yang dilakukan olehnya sebagai agen rahasia.
Beberapa saat kemudian mobil berhenti tepat di sebuah hotel. Fahira dan yang lainnya langsung berjalan menuju ballroom, di mana acara pesta itu dilaksanakan.
"Aku menemukanmu, Flower 1!" ucap seseorang sembari menyeringai.