Chereads / Sleepy Bookmaster / Chapter 27 - Tawaran

Chapter 27 - Tawaran

Menjelang sore di apartemen, Bayu yang berbaring di sofa sedang melihat-lihat linimasa pada akun LIFE-nya. Setelah terjebak di perpustakaan selama delapan hari, dia terpaksa harus memperbarui informasi yang telah ia lewati. Tidak semua berita dapat ia ketahui melalui kekuatan perpustakaannya, dan bagi dirinya yang berencana membangun guild sendiri, informasi merupakan satu hal penting.

Namun karena kejadian kemarin, yaitu jatuhnya balon udara Hexagone, linimasa miliknya dipenuhi berita-berita tentang Vanessa. Berita-berita penting sebelum kejadian itu telah tenggelam. Bayu hanya bisa pasrah, lalu membaca berita tentang kejadian kemarin yang terkesan baginya menghebohkan.

Setelah membaca beberapa artikel berita, Bayu dapat menyimpulkan beberapa hal penting. Pertama, sampai saat ini jenazah Vanessa masih belum dapat ditemukan oleh pihak kepolisian. Akibat api yang membakar tubuh-tubuh penumpang membuat pengidentifikasian agak sulit. Hingga saat ini hanya 27 dari 53 penumpang balon udara baru dapat diidentifikasi, dan dari ke 27 itu Vanessa tidak termasuk di dalamnya.

Kedua, terdapat seorang penyintas bernama Margareth Sandre, tiga puluh delapan tahun, yang kini sedang dirawat di RSUD Pusat Kota Gurindam. Margareth yang merupakan manajer dari Vanessa Blumunt ditemukan oleh seorang prajurit ketika tubuhnya terlempar keluar dari balon udara. Kini kondisi Margareth sudah stabil setelah operasi, namun masih belum diketahui waktu ia akan sadar dari tidurnya.

Ketiga, tersebar video rekaman ketika balon udara itu jatuh. Dalam video dapat terlihat sekilas sinar laser yang melubangi bagian depan balon. Diperkirakan kalau ada seseorang yang menyerang balon udara dengan sengaja. Polisi belum dapat mengidentifikasi pelaku, namun mereka menganggap kalau ini adalah tindak terorisme.

Keempat, pihak Hexagone akan mengirim delegasi berupa seorang dari perwakilan studio rekaman Vanessa dan seorang diplomat kerajaan mereka. Walau belum diketahui tujuannya, kemungkinan besar mereka akan meminta penjelasan dan pertanggungjawaban. Bayu tertawa dalam hatinya membaca ini, para perwakilan ini dijadwalkan masuk ke Nusa besok tulat, atau paling lama besok tubin. Mereka akan langsung ke Sentral tanpa melihat dulu sisa balon udara dan menjenguk satu-satunya penyintas.

Bayu mengunci ponselnya setelah jenuh dengan semua berita yang hampir sama. Ia lalu melemaskan tubuhnya sambil melihat ke langit-langit. Berpikir akan langkah yang harus ia rencanakan berikutnya. Ada beberapa hal yang ada di pikirannya, pertama tentu saja membentuk guildnya sendiri. Kedua, tentang Hakam Justicien, tapi Bayu hiraukan masalah itu untuk saat ini. Ketiga atau yang terkahir, adalah pembunuh bayaran yang disuruh oleh keluarga Justicien untuk membunuh Panji. Sayangnya, Bayu tidak memiliki informasi tentang pembunuh bayaran yang mereka sewa, jadi ia hanya bisa menunggu. Lagipula, apa mereka bisa menemukan Panji?

Jadi setelah dipikir kembali, Bayu merasa hal yang harus ia lakukan adalah membentuk guild.

"Hal apa yang harus kulakukan?"

Bayu kembali berpikir, hal pertama yang muncul adalah permasalahan biaya. Dia memerlukan uang yang cukup banyak agar ia dapat membuat guildnya bekerja dengan stabil. Bagaimana ia mendapat uang itu? Bayu tidak tahu. Belum lagi, dia juga harus merekrut anggota dan staf agar guildnya dapat berjalan.

'Terlalu banyak hal yang dikerjakan…'

Tatapan Bayu kosong, saat ini pula dalam dirinya dia memutuskan untuk istirahat selama tiga hari sebelum berpikir kembali mengenai pembentukan guildnya. Bayu saat ini sedang tidak ingin memikirkan apapun, namun ketika dia ingin memejamkan mata, suara bel pintu depan berbunyi.

Ding dong

'Hm? Siapa?'

Bayu beranjak bangun, lalu dia teringat seorang dokter yang selalu datang setiap sore untuk mengecek kondisi tubuhnya. Dia berjalan ke arah pintu dan membukanya, Bayu kemudian melihat sosok perempuan yang cukup tinggi dengan rambut dicempol ke atas. Ia memakai kemeja krim dan celana bahan hitam serta sepatu hak tinggi hitam.

"Oh! Kamu sudah bangun rupanya?"

Bayu sekilas memandangi sosok di depannya, ia lalu sedikit membungkuk.

"Terima kasih telah bersedia memeriksaku selama ini."

"Hahaha, its oke. Lagipula aku juga dibayar."

Kakaknya, Maya, membayar perawatannya selama ini. Ketika Maya merasa pesan-pesannya tidak dibalas oleh Bayu, ia menghubungi Fara untuk mengecek keadaan adiknya. Fara yang menerima panggilan hanya bisa berkata jujur kalau Bayu akan tertidur selama delapan hari. Tapi, Fara tidak menyebutkan alasan akan tidurnya Bayu dan juga identitasnya sebagai Panji. Dia hanya berkata kalau lebih baik Maya bertanya saja pada Bayu-nya sendiri. Fara juga mengatakan kalau dia sudah menyuruh dokter untuk merawat Bayu, dan Maya yang tahu akan itu langsung meminta jumlah tagihan yang dibutuhkan.

'Oh damn, sebaiknya aku menghubungi Kak Maya malam ini.'

Sewaktu Bayu berpikir tentang kakaknya, Aarifa masuk ke dalam apartemen lalu melepaskan sepatu haknya. Perempuan itu melewati Bayu, berjalan ke arah ruang tengah kemudian duduk di sofa. Menyandarkan tubuhnya yang lelah bekerja. Bayu melihat tingkahnya hanya bisa mengangkat bahu. Ia lalu masuk ke ruang tengah,

"Mau kopi atau teh?"

"Hm? Tidak usah, terima kasih. Aku punya ini."

Aarifa mengeluarkan sekaleng bir dari tas kellynya, "Oh… kalau ada es batu sih boleh. Sekalian sama gelasnya."

Bayu tahu tentang sifat mabuk Aarifa dari buku Fara. Hanya ada satu hal yang membuatnya bingung, 'Berapa banyak kaleng bir yang ada di tasnya?' Bayu merasa kalau dokter Aarifa tidak pernah kehabisan bir yang ia minum. Bayu hanya menggelengkan kepalanya, berpikir hal ini akan menjadi salah satu misteri yang tidak mau ia pecahkan. Ia berjalan ke dapur, membuatkan segelas kopi dingin untuk dirinya sendiri, lalu mengambil gelas dan es batu untuk Aarifa.

Aarifa yang menerima gelas serta es batu di dalamnya senang kegirangan, dia masukkan bir ke gelas lalu langsung meminum bir itu dalam sekali teguk.

"Bwahhh!!! Ahhh! Serasa hidup kembali!"

'Dari awal juga kamu belum mati.'

Aarifa mengeluarkan lagi kaleng bir keduanya, Bayu melihat dokter di depannya kembali menuangkan bir ke gelas dengan senyum lebar. Bahkan ia mendengar Aarifa menggumamkan irama nyanyian.

'Apa tujuannya kemari?'

Vanessa mengangkat gelasnya ia sedikit meneguk birnya sebelum akhirnya menoleh ke Bayu, "Aku tidak melihat Fara, ke mana dia?"

"Pulang ke Sentral, dia tampaknya akan sibuk di sana."

"Hmm, ah—Hexagone! Bakal menarik kayaknya ya, penasaran sama yang nyerang tuh balon, mungkin gak tuh orang ke sini?" Tanya Aarifa sembari meminum kembali birnya.

'Bagaimana aku tahu, aku bukan cenayang.'

Bayu jadi sedikit berpikir tentang pelaku yang menjatuhkan balon. Kalau orang itu benar ke Kembang, apa dia harus bertarung lagi? Bayu menggelengkan kepalanya. Dia tidak punya alasan untuk melawan orang itu, belum lagi repotnya efek samping [Sloth Page]. Bayu hanya bisa menghela nafas panjang. Tetapi kemudian sebuah ide muncul di kepalanya, ia menoleh ke Aarifa yang kini sedang menuangkan bir ketiganya.

"Dokter."

"Hm?"

"Maukah anda bergabung dengan guild yang akan kubuat nanti?"

Aarifa menurunkan gelasnya, matanya memicing melihat Bayu. Ia lalu tertawa kecil.

"Hehehe, guild? Jadi kamu mau membuat guild, hehehe, kamu menbiarkanku ada didekatmu supaya identitasmu yang lain gak kesebar ya?"

"Mungkin itu salah satunya, tapi yang kubutuhkan adalah seorang dokter. Kekuatanku bisa membuatku tertidur selama berhari-hari, berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun, sebagaimana pemakaiannya. Mempunyai dokter di guild akan membuatku lega sewaktu hal itu terjadi."

"Hmm—kamu tahu, kan? Kalau Asosiasi Kedokteran melarang para dokternya untuk bergabung ke guild. Dokter adalah profesi netral yang tidak bisa dimonopoli oleh satu atau lebih institusi."

"…"

Bayu diam. Dia baru saja ingat akan itu. Kakaknya Maya merupakan seorang dokter, bagaimana dia lupa?!

"Hahaha! Sepertinya kamu lupa, tapi kalau bayarannya oke, aku bersedia masuk ke guildmu."

"Eh? Tidak, tidak, tidak, aku tidak mau bermasalah dengan Asosiasi."

"Bermasalah? Kenapa? Aku bukan anggota Asosiasi."

"…"

'Dia ini dokter, kan?' pikir Bayu, terus apa maksudnya dia bukan anggota Asosiasi. Sepengetahuan Bayu, setiap dokter yang lulus masa pendidikannya akan otomatis masuk ke Asosiasi. Nanti Asosiasi akan mengurus tugas dan pos mereka selama bekerja. Hal ini juga yang terjadi pada kakaknya. Bayu bingung, lalu dia mengingat deskripsi di buku Fara ketika Aarifa memeriksanya, terdapat hal unik di sana, yaitu ketika Aarifa menekan jarinya di kening antara alis.

"Kau—kau seorang tabib?"

"Ooo, hebat kamu bisa sadar. Sebelum seorang dokter aku adalah seorang tabib."

"Tapi itu tetap tidak menjelaskan bagaimana kau tidak masuk Asosiasi, apa gelar doktermu ini palsu?"

"Enak saja, aku dokter betulan!" Ucapnya sambil meneguk bir dari kaleng kelimanya. Bayu mulai meragukan kredibilitas orang di depannya.

"Terus bagaimana kau bisa keluar dari Asosiasi?"

Aarifa nyenyir, "Dari awal aku tidak bergabung, penasaran? Tebak sendiri, hahaha!"

Bayu hanya mengeluarkan nafas panjang. Lalu ia mengulurkan tangannya ke arah Aarifa.

"Kalu begitu—aku harap kau mau bergabung, tentu saja bayarannya nanti bisa dinegosiasi lagi."

Aarifa memandangi tangan yang menjulur kepadanya, ia jabat tangan itu, "Oke! Tapi sebelum guildmu terlalu sibuk, aku akan tetap melanjutkan pekerjaanku di klinik. Bagaimana?"

"Tidak masalah, tapi bagaimana kau bisa bekerja di klinik kalau kau bukan anggota Asosiasi?"

"Hehe, kakek pemilik klinik itu adalah kenalanku, jadi ya…"

"…"

***

Kota Sentral, sehari setelah Bayu bangun.

Fara yang telah berhasil melaporkan dirinya ke redaksi, kini disuruh untuk bersiaga pada lusa besok, ketika delegasi Hexagone datang. Kini, Fara sedang berada di depan sebuah kosan yang telihat usang dengan warna cat telah pudar. Seseorang dalam kosan ini merupakan salah satu orang yang ia kenal sewaktu dia masih menjadi jurnalis pemula. Saat itu, Fara memlih untuk meliput sebuah kasus yang belum terpecahkan atau cold case yang terjadi sekitar sepuluh tahun lalu. Saat itulah Fara mengenal orang yang tinggal di kosan ini.

Fara menekan bel pada pintu. Tidak lama, pintu terbuka, di baliknya berdiri seorang perempuan yang cukup tinggi memakai tank top hijau tua dan celana hot pants biru tua. Perempuan itu tampak berumur dua puluhan akhir, rambut hitam pendek bergaya bob asimetris dengan rambut bagian kanannya lebih panjang daripada bagian kiri. Perempuan itu memakai kacamata hitam di wajahnya yang lonjong dengan kulit sawo matang. Terlihat bagian lengan dari perempuan itu tampak berisi otot walau masih terlihat langsing. Hanya sekali lihat saja orang-orang akan sadar begitu atletis tubuh perempuan itu.

"Hm? Kamu—ah! Fara dari Pikiran Masa!"

"He-ya! Lama tidak bertemu, Anggi."

"Ayo masuk," Suruh Anggi, masuk ke dalam kosannya yang sepi perabotan. Hanya ada tempat tidur, sebuah meja dan sebuah televisi. Baju, buku, dokumen dan lain sebagainya bertumpuk tidak beraturan di satu pojok. "Maaf kalau kelihatan kotor."

"Tak apa, tenang saja."

Anggi memberikan segelas air putih kepada Fara, "Jadi, ada apa tiba-tiba kemari? Bukankah seharusnya kamu sibuk berurusan dengan balon udara itu?"

"Hahaha, ya begitulah. Tapi aku ke sini, ingin meminta sesuatu padamu?"

"Hm? Minta apa?"

"Anggi—saya ingin kamu bergabung dengan guild yang akan dibuat oleh seorang kenalan saya."

Anggi kebingungan dengan permintaan yang diutarakan oleh Fara, "Kenapa aku harus bergabung dengan guild itu?"

"Pertama, saya ingin kamu menjaga Bayu, seperti layaknya pengawal," Tutur Fara yang membuat Anggi semakin tidak mengerti alasan ia harus setuju dengannya, "Terakhir, saya rasa hanya Bayu seoranglah yang bisa memberimu pencerahan tentang kejadian sepuluh tahun yang lalu."

Mendengar ini mata Anggi dibalik kacamata hitamnya agak bersinar. Kali ini dia mulai tertarik dengan tawaran yang diberikan oleh Fara.