Chereads / Sleepy Bookmaster / Chapter 24 - Suara yang Hilang (1)

Chapter 24 - Suara yang Hilang (1)

Pada kamar pribadi Bayu di dalam perpustakaan. Bayu baru saja selesai membaca buku tentang seorang tokoh pahlawan lama bernama Muhammad Syahab. Sudah delapan hari dia berada dalam perpustakaan akibat efek samping kekuatan buku hitamnya. Selama delapan hari ini, Bayu menghabiskan waktunya membaca buku tentang beberapa pahlawan dari Nusa dan Tara. Dia selalu penasaran seperti apakah para pahlawan itu ketika masa hidupnya, berbedakah dengan apa yang selama ini ia baca di buku sejarah? Jawabannya jauh berbeda, pada buku biasanya hanya tercatat aksi kepahlawanan mereka. Namun, kali ini Bayu dapat membaca sisi manusia dari mereka. Pahlawan pun tidaklah sempurna seperti dongeng. Bayu menghela nafas setelah membaca kata terakhir pada buku.

Bayu menutup bukunya, lalu menyandarkan diri di sofa yang empuk. Pandangannya melihat ke arah timer yang terpampang di dinding kamar. Hanya tersisa sepuluh menit lagi sebelum akhirnya ia dapat bangun ke dunia nyata. Ayu berada tidak jauh darinya, masih dikelilingi oleh buku-buku yang selalu ia awasi. Selama di perpustakaan, Bayu hanya bisa menerima kabar dari kerabatnya melalui pengawasan Ayu. Bayu agak malas kalau harus membaca buku-buku itu sendiri.

Hal paling mengejutkan dirinya tentang kabar yang diberitahu Ayu, adalah kabar tentang kakaknya yang menjadi salah satu anggota dalam autopsi dan pengidentifikasian jenazah Bardolf. Sampai saat ini, para tokoh elit Nusa termasuk kakaknya masih belum dapat mengetahui jenis ras Bardolf. Bayu hanya dapat memakluminya, bagaimanapun Bardolf merupakan seorang manusia mutan, yang dibuat oleh seorang alkemis yang dipercayai sebagai mitos belaka. Para tokoh elit itu pasti tidak akan percaya kalau Bardolf mahluk yang dibuat oleh manusia.

'Dibuat? Mungkin dirakit lebih tepat.' Bayu sedikit tertawa dalam hatinya, lalu menoleh ke tempat asistennya berdiri.

"Ayu." Panggil Bayu. Ayu yang berdiri tidak jauh dari Bayu melihat tuannya yang telah beres membaca. Dengan kekuatannya ia layangkan buku yang ada di genggaman Bayu ke pelukannya sendiri. Kemudian Ayu melihat timer di dinding, raut kekecawaan timbul di wajahnya.

"Seminggu benar-benar tidak terasa tuan, kenapa tuan tidak sering-sering menggunakan kekuatan [Sloth Page]?"

'Apa yang kau bicarakan? Tanpa efek samping itu saja, aku sudah lebih sering di sini daripada dunia nyata?'

Bayu melihat raut kecewa pada diri Ayu dan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bayu berpikir mungkin Ayu merasa kesepian seorang diri di perpustakaan. Bayu tidak tahu pasti usia Ayu, namun setidaknya seribu tahun sudah terlewati mengingat generasi alkemis terakhir aktif sekitar 1500 tahun yang lalu. Berpikir sendiri dalam tempat sepi ini selama seribu tahun, Bayu merasa kalau dirinya akan gila. Jangankan seribu tahun, delapan hari saja sudah membuat dirinya bosan. Apalagi karena tempat ini tidak memiliki makanan, minuman, kamar mandi dan lain sebagainya. Bayu rindu akan es kopi dan bakwan pada pagi hari.

'Apa selama seribu tahun Ayu tidak pernah makan?'

Bayu lalu memandangi tubuh Ayu yang modis. Merasa dirinya dilihat oleh tuannya, Ayu bertanya, "Ada apa, tuan?"

"Kau—apa kau pernah makan?"

Ayu agak memiringkan kepalanya, sedikit kurang mengerti dengan pertanyaan tiba-tiba dari tuannya.

"Tidak pernah tuan, saya sebagai homunculus tidak memerlukan makan atau minum."

"Apa pernah ada makanan di sini?"

"…? Selama saya di sini, saya tidak pernah melihatnya. Lagipula, bagaimana caranya membawa makanan kemari?"

Bayu memandangi Ayu, otaknya berpikir cepat akan pertanyaan yang diajukan Ayu. Kalau artifak bisa disimpan ke dalam alam bawah sadar, kenapa makanan tidak?

'Jawabannya, untuk memasukkan artifak, pemakai harus dapat mengontrak dan mengikat aura artifak itu ke dalam dirinya. Jadi makanan yang kemungkinan tidak mempunyai aura tidak memungkinkan untuk dikontrak. Sehingga menyimpannya ke alam bawah sadar adalah tidaklah mungkin.'

Namun, Bayu berpikir lagi, kenapa makanan tidak mempunyai aura? Apa yang membuat artifak itu memiliki aura? Apa yang membedakan keduanya? Pikiran Bayu seketika itu menjadi kalut.

'Argh! Lebih baik aku tidak memikirkannya!'

Bayu lalu kembali melihat ke arah Ayu.

"Ada suatu hal yang selalu kupikirkan, terlebih lagi ketika diam di tempat ini selama delapan hari tanpa toilet. Ayu… apa kau tidak buang air? Apa homunculus tidak dibuatkan sistem ekskresi? Kau tahu, selama di sini aku sangat rindu sama mandi, dan ini hanya baru delapan hari! Kau yang sudah seribu tahun di sini, apa tubuhmu tidak ba—" Bayu lalu merasakan hawa tidak enak dari arah Ayu, entah mengapa, dalam pandangannya seperti terdapat aura hitam pekat keluar dari tubuh Ayu. Bayu menelan ludahnya sendiri, mengakhiri perkataanya yang tidak usai. Kembali mencoba menenangkan diri dan memasang wajah dingin seperti biasa. Dengan nada yang dibuat setenang mungkin Bayu melanjutkan, "Mari lupakan perkataanku tadi!"

Hawa menyeramkan dari sekitar Ayu pun hilang dengan seketika. Bayu melihat asistennya berdiri dengan senyum manis seperti biasa. Bayu merebahkan dirinya di sofa, memandangi timer yang semakin berkurang tanpa berpikir apapun. Hanya menunggu jiwanya kembali ke tubuh aslinya di dunia nyata. Ketika angka telah seluruhnya nol, tubuh Bayu di perpustakaan mulai terurai bagai asap dan hilang kurang dalam tiga detik. Ayu yang melihat tuannya telah kembali, berjalan keluar dari kamar untuk mengembalikkan buku Muhammad Syahab ke tempatnya.

***

Di langit antara perbatasan Nusa dan Merlion, terbang sebuah balon udara besar yang terbuat dari besi. Balon udara seperti ini sudah menjadi transportasi utama bagi masyarakat yang menempuh jalur udara. Hal ini disebabkan karena banyaknya ancaman di langit, pesawat terbang biasa, walau cepat tapi memiliki risiko tinggi akan jatuh. Karena pesawat seperti itu tidak memungkinkan untuk menyerang balik musuk atau monster yang menghadang.

Sedangkan balon udara, memungkinkan para avonturir untuk menaiki atap balon yang biasanya sudah disediakan sebagai tempat mereka untuk bertarung demi menghadapi segala ancaman. Balon udara lebih mempunyai tingkat keamanan lebih tinggi walau kecepatannya tidak secepat pesawat terbang biasa. Dan hal inilah yang menjadikannya sebagai alat transportasi utama bagi para maskapai penerbangan.

Sebenarnya terdapat pula pesawat induk raksasa yang lebih mempunyai tingkat keamanan lebih tinggi. Namun, pesawat jenis ini lebih dikhususkan untuk pihak militer, bukan untuk khalayak umum.

Balon terbang yang kini terbang dan akan memasuki wilayah Nusa merupakan balon terbang dari Kerajaan Hexagone. Di dalamnya terdapat seorang diva internasional yang dielu-elukan oleh para avonturir, dia adalah Vanessa Blumunt. Dia beserta timnya berencana ke Nusa untuk menggelar konser di Sentral.

"Sebentar lagi kita akan memasuki Nusa, apa kamu yakin, Vanessa?" tanya perempuan paruh baya dengan tubuh agak gemuk. Dia bernama Margareth Sandre, seseorang yang sejak awal karir Vanessa telah mendampinginya sebagai manajer.

"Sudah berapa kali kukatakan, kita harus tetap menepati janji kita kepada para fans."

"Tapi, keadaan Nusa saat ini cukup menegangkan. Belum lama ini bukannya ada berita kalau mereka baru saja membunuh mahluk kelas platinum? Kelas platinum Vanessa! Mahluk itu bisa masuk ke dalam kota! Saya sangat khawatir dengan kualitas keamanan di Nusa."

"Tenang saja, bukankah mereka berhasil membunuh kelas platinum itu? Berarti bukankah bagus mereka bisa melakukan itu?" Vanessa yang duduk santai di kursinya membalas sambil mengamati daftar guild-guild yang berada pada tablet di genggamannya. Terdapat ratusan guild pada daftar itu, dan semakin lama semakin Vanessa kesal membacanya.

"Tapi…"

"Serahkan saja pada kami Nyonya Sandre, keamanan tim kalian akan terjamin kok!" Tiba-tiba seorang pria muda memotong pembicaraan. Pria muda itu, berdiri dengan pedang perak di punggungnya, tubuhnya dibalut dengan armor yang terbuat dari kulit monster kelas emas. Pria tersebut merupakan salah satu avonturir kelas emas yang disewa pihak Vanessa sebagai pengawal mereka.

"Menurutku Nusa cukup beruntung bisa menumbangkan mahluk itu tanpa dampak yang besar, bagaimanapun negara terebut hanya memiliki dua orang dengan kelas platinum. Sejujurnya, aku cukup terkejut melihat Nusa yang bisa bertahan berdampingan dengan daerah Kaisar Suanggi." Lanjut pria muda tersebut.

"Tiga kelas platinum, jangan lupa ada Panji juga di sana," Tambah Vanessa.

"Dia kriminal," Seorang pria lain dengan kepala plontos bertubuh kekar membalas singkat. Dia juga merupakan salah satu avonturir yang disewa, hanya saja dia merupakan kelas perak. Tapi, guild mereka menyatakana kalau pria plontos ini akan promosi ke kelas emas setelah peninjauan di akhir bulan nanti. Jadi bisa dikatakan kekuatannya setara dengan kelas emas. Setidaknya dengan dua avonturir ini mengawal tur kali ini membuat hati Margaret agak tenang.

"Benarkah dia kriminal?" Tanya Vanessa tanpa memalingkan wajah dari daftar guild di tabletnya. Tidak ada yang menjawab. Orang-orang di sekeliling diva itu melihat ke wajahnya yang cantik kian mulai timbul urat kekesalan.

"Kenapa saya harus membaca ini? Saya sedang tidak mau bergabung dengan guild manapun! Apa bisa kita tolak saja semuaya?"

"Haa… Vanessa, kamu harus sadar kalau sekarang kamu ini diva dunia. Kamu menyanyikan kedamaian di berbagai negara dan kerajaan, tentu masyarakat senang akan itu. Tapi para petinggi? Hanya ada pertanyaan besar. Kamu harus seperti diva-diva dunia lainnya, masuk ke guild, biarkan mereka melindungimu!"

"Tapi apa yang bisa kulakukan dalam guild, saya bukan avonturir! saya tidak mau hanya sekadar maskot belaka! Belum lagi, apa kamu tidak berpikir kalau guild-guild ini juga memiliki rencana mereka sendiri? Masih mending maskot, bagaimana kalau tanpa sadar saya menjadi boneka politik mereka? Semua laguku hanya akan jadi omong kosong belaka."

Margareth memandang lemah pada Vanessa. Perempuan di sampingnya ini memilki ideologi yang mengagumkan, hanya saja dia masih muda, masih belum mengerti akan realitas dunia yang kejam. Dunia ini adalah dunia di mana yang kuat yang berkuasa. Vanessa, Margareth dan timnya hanyalah kaum lemah. Suara Vanessa mungkin menggetarkan masyarakat dunia, namun mereka juga kaum lemah. Suara merdu Vanessa tidak akan meluluhkan hati para petinggi dunia, dan kalau suara itu mulai mengusik mereka? Margareth tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Vanessa… coba amati lagi daftar itu, siapa tahu ada guild yang tidak akan menjadikanmu boneka keberuntungan."

Vanessa mencermati raut putus asa manajernya, dia tahu akan posisinya saat ini, tapi dia juga tahu kalau salah masuk ke guild, Vanessa merasa akan kehilangan dirinya sendiri. Dan inilah yang membuatkan takut. Kematian baginya adalah takdir, dia bisa menerimanya. Namun, mengingat manajernya, dan juga keluarga manajer yang ada Hexagone agak meluluhkan hati Vanessa. Walau berat hati, perempuan cantik ini kembali mengamati ratusan daftar di tabletnya.

Dua avonturir yang berada di ruang eksekutif mengawal Vanessa dan timnya saling bertatapan. Mereka berdua tentu mendengar percakapan kedua perempuan itu. Ke dua avonturir ini hanya bisa memaklumi kecemasan Vanessa. Jikalau diva ini masuk ke guild mereka, pemimpin guild pasti memakai pengaruh dan ketenaran Vanessa di seluruh dunia sebagai ajang promosi guild. Kalau hanya itu mungkin Vanessa sendiri tidak akan keberatan, tapi mereka juga tahu kalau ketenaran Vanessa juga bisa membuat guild mereka menjatuhkan guild atau institusi lainnya. Vanessa yang selama ini netral akan dibatasi pergerakannya untuk memihak pada satu pihak. Ketakutan diva dunia ini hanya akan jadi realitas.

Waktu terasa berjalan pelan pada keheningan di ruangan eksekutif. Tidak ada satupun yang bersuara. Beberapa orang melihat ke jendela luar yang memperlihatkan birunya laut dan beberapa pulau kecil. Balon udara ini sudah memasuki wilayah Nusa. Negara dengan ribuan pulau.

WUUUUUUUUUUUUUUNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGG!!!

Tiba-tiba suara sirine darurat terdengar ke seluruh ruang di balon udara. Lampu merah berkelap kelip di langit-langit balon, membuat ruang seketika memerah. Orang-orang tertegun dan mulai panik. Begitu pula dengan Vanessa dan Margareth.

"Apa yang terjadi?!" Tanya pria muda dengan pedang perak itu dengan lantang ke earphone yang terpasang di telinganya. Tidak ada jawaban. Pria ini mulai panik, dia melihat kerabatnya yang balik menatap serius.

Tidak lama, terdengar suara orang berlari dan memasuki ruangan dengan tergesa-gesar.

"Kapten!"

"Apa yang terjadi?!"

"Serangan, ada seseorang menyerang kita!"

"Seseorang? Dia hanya sendiri?"

Grgrgrgrgrgrgrgg!!!

Seketika balon udara bergoncang keras.

"Kyaa!"

"Argh!"

Beberapa orang terlempar dari kursinya, goncangan semakin kuat. Terdengar suara ledakan dan pertarungan dari atas balon. Pria dengan pedang perak, yang merupakan kapten untuk misi kali ini mengerutkan dahinya.

"Rick! kau jaga di sini!" Perintahnya kepada pria kekar plontos di sampingnya. Ia langsung berlari ke luar ruangan diikuti oleh avonturir yang baru saja masuk. Margareth melihat kapten pengawal itu bergegas pergi, kecemasan mulai timbul di matanya. Dia tahu kalau firasatnya akan Nusa itu benar. Margareth melihat pada diri Vanessa yang dengan sekuat tenaga sedang memegangi tangan kursi agar tidak terlempar, ia harap pengawal yang mereka bayar mahal dapat mengatasi ancaman ini.

'Tolong Tuhan lindungilah kami!'