"Ayah membawakanmu makanan," ucap Go Hyung pada anak perempuannya yang selalu bertingkah manis jika dia sedang ada masalah atau semestinya sedang dalam masalah seperti sakit, saat ini.
"Ayah membawakanku makanan apa lagi? Batu? Masalah? Atau apa?" tanya balik Ji Min tidak bersahabat pada ayahnya, melihat anaknya bersikap kurang sopan Go Hyung memilih tertawa kecil dan menggelengkan kepapanya pelan tanpa objek.
"Makanan yang bisa kau makan, dan makanan yang bisa kau konsumsi dengan perutmu yang sudah tidak sakit lagi. Bagaimana keadaanmu?" tanya Go Hyung memberikan beberapa makanan yang sengaja dia bawa dari mansion (tempatnya bekerja) sesekali dia akan mengunjungi anaknya.
Hampir dua minggu sepertinya Go Hyung melupakan anaknya. Walaupun melupakan anaknya, dia masih ingat dan tahu kewajiban jika dia juga selalu mengirim anaknya uang untuk hidup sehari-harinya.
"Seperti ini, sudah bisa membalas dendam orang yang sudah membuatku hampir mati seperti sebelumnya," balas Ji Min membuat Go Hyung terkekeh tanpa jeda dan sisa jika dia memilih diam saja membiarkan Ji Min kesal lebih dulu.
"Ayah tidak akan menutupiku kan? Ayah tidak akan menghalang-halangiku lagi untuk menghancurkan Eun Ra? Aku benci luka ini, Tae Hyun sama sekali tidak ku benci. Tapi wanita itu, aku bahkan sudah menunggu saatnya." Ji Min kesal, bukan main dia ingin mengeluarkan masalahnya tanpa jeda, namun bagi Go Hyung itu hanya masalah pribadi yang kecil.
Dia memiliki hal serius lagi mengenai hal baik dan penting yang perlu dibicarakan dengan anak perempuannya, semengerikan Song Ji Min semengerikan apapun anaknya. Go Hyung tahu cara memperbaiki beberapa sisi yang perlu dia ketahui dan lancarkan.
"Bicaralah serius dengan ayah dulu, Ji Min," minta Go Hyung, alis anak itu menaik katrna dia bingung. Ada apa? Masalah apa? Dan ada apa lagi yang baru?
"Apa mansion menjadi sangat berantakan semenjak aku sakit?" Go Hyung menggelengkan kepalanya pelan, dia sama sekali tidak bermaksud untuk membuat anaknya kehilangan kepercayaan dirinya, hanya menurut Go Hyung, anaknya hanya perlu sadar akan situasi dan kondisinya.
"Ji Min, dengarkan ayah. Jika maksudmu berperang tidak dalam kubu ayah, namun kau berperang untuk melawan ayah tanpa kau minta, ini salah."
"Apa ini, ayah tahu, ayah sadar, jadi selama ini kau masih berhubungan dengan pria itu?" Ji Min langsung sadar apa yang sedang ayahnya katakan, matanya menajam, dia menatap sinis pada ayahnya untuk beberapa kali seakan-akan menunjukan sinyal jika dia tidak ingin dan dia butuh waktu.
"Ayah, jangan membawa orang lain dipembahasan kita," tegur Ji Min saat dia tahu kemana arah dan tujuan bicara ayahnya padanya, Ji Min hanya tidak ingin orang yang sejak lama dia sukai disakiti oleh ayahnya.
Bagaimana topengnya, dan kenapa ayahnya membencinya. Ji Min tidak ingin memperpanjangnya, tapi jika maksud ayahnya hanya untuk itu, Ji Min malas berbicara.
"Jika ingin membahas priaku, ku rasa lebih baik pulang saja, karena aku tidak butuh ayah." Song Ji Min, dia tetap wanita dewasa yang egois, masih memilih kehidupannya yang baru dan masih membutuhkan hal baik dan baru mengenai bagaimana dia masih mencintai pria yang sama dengan orang yang sama.
"Song Ji Min." Go Hyung memaggil nama anaknya, lengkap tanpa dikurangi. Dengan marga keluarga yang dia turunkan pada anaknya. "Jangan membahasnya lebih jauh lagi ayah, atau ayah akan menyesalinya." Ji Min terlihat melempar ponselnya asal seakan-akan mengatakan oada ayahnya jika dia benci itu.
"Ayah harus mengikuti pergerakan pria itu, harus mengeblok apa yang dia lakukan dan ayah harus mencuri uang lagi diam-diam dari Kim Tae Jung." Ji Min terdiam, dia sama sekali tidak ingin mendengarkan apa yang ayahnya katakan.
Lupakan dan biarkan Ji Min dengan keegosannya, karena bagi Ji Min, inilah hidupnya.
Memang, kenapa kalau dia merusak orang lain dan merugikan orang lain?
"Dengarkan ayah, dia licik. Bahkan Kim Han Bin saja sudah ayah bayar hanya untuk menutup kecacatan pria yang kau sukai hanya untuk Eun Ra." Ji Min terkekeh, dia melirik ayahnya tanpa bicara, dia tahu apa maksud ayahnya, dia tau dan mengerti apa yang sedang ayahnya katakan.
"Biarkan saja dia melakukan apa yang dia mau, ayah yang sejak dulu sering ikut campur dan mengurusi hidupku dengan berlebihan." Ji Min justru menjadi bumerang untuk ayahnya, Go Hyung menghela nafasnya berat, dia sudah kewalahan, tidak bisa mengurus anaknya dan membimbing anaknya dengan baik walaupun dia tahu anaknya yang menjadi durhaka bukanlah keinginannya.
"Song Ji Min!!"
"Keluarlah jika hanya ingin mengatur bagaimana caraku mencintai, ayah." Ji Min mengusir ayahnya yang bernama Song Go Hyung karena terlalu ikut campur dengan masalah percintaanya.
○○○
"Aku datang sayang," bisik Woo Sik pada tepat telinga istrinya yang sedang mencuci piring di mansion mereka karena Woo Sik sudah menggubungi istrinya jika hari ini, pagi ini dia akan pulang ke mansion dan memeluk pinggang ramping milik istrinya.
Ji So menyelesaikan pekerjaannya dalam diam, membiarkan Woo Sik mencium telinga dan sedikit mengendus belakang lehernya berkali-kali bahkan membuat Ji So jengah.
Wanita cantik itu memilih mempercepat gerakannya agar cepat-cepat mereka berbicara dan mengatakan apa yang sejak tadi dia tahan dengan ari mata dan kemarahannya.
"Aku sudah berbaikan dengan putra kecilku, Ji Kang yang tampan sepertiku," adu Woo Sik mengatakan jika hubungannya dengan anaknya sudah membaik bahkan sekarang sudah sangat amat baik. Benar-benar baik yang Woo Sik harapkan dan Ji So inginkan.
"Tapi anakku belum menghubungiku, itu tandanya anakmu belum merasa baik atau berbaikan dengabmu. Ku rasa masih belum," balas Ji Soo mengeringkan tangannya dengan bebebrapa kain dan tisu sebagai tahap terakhir mencuci piring.
Woo Sik melepas pelukan daru belakang istrinya begitu istrinya selesai mencuci puring, alisnya menyatu bingung. "Apa saat enam bulan yang terakhir anakku mengatakan itu?" tanya balik Woo Sik membuat istrinya menganggukkan kepalanya pelan.
"Ya. Dia selalu menelfonku saat dia merindukanmu, dan ku rasa juga kau belum benar-benar berbaikan dengan anakmu yang paling tampan," balas Ji So langsung mencuri kecupan di bibir suaminya dan berjalan menuju meja makan untuk sarapan bersama mereka beedua.
Woo Sik terkekeh, dia membuntuti istrinya dan mulai duduk di kursi saling berhadapan. "Jadi Ji Kang belum menelfonmu?" gumam Woo Sik sekaan-akan dia bingung dan bertanya pada istrinya jika baikan diantara dirinya dengan Ji Kang masih sebatas mereka saja.
Bahkan ibunya belum diberitahu seberapa dekat dirinya dengan ayahnya lagi? Wah! Anak itu benar-benar kejutan.
"Sayang, bukankah kau mengatakan lelah jika mengurus beberapa bisnisku? Aku akan berhenti membantu perusahaan ayah (Min Ji So) dan mengurus bersama saja, sesekali aku akan membantu anak kita."
"Bagaimana menurutmu?" tanya Woo Sik saat dia menerima makanannya saat istrinya memberikan beberapa porsi padanya membuat tangan Woo Sik menerima beberapa piring yang sejak tadi Ji So sibuk ambilkan untuknya.
"Mari makan dulu dan bicarakan itu nanti, sayang." Woo Sik kali ini setuju, masakan istrinya memang yang pertama, dia tahu, dia begitu nyaman dan senang bagaimana Ji So ingin belajar menghidupi, memasak untuknya dan anaknya
Benar-benar ibu yang baik untuk Ji Kang, dan benar-benar istri yang baik untuk Woo Sik. "Setiap harinya masakanmu selalu meningkat, selalu lebih enak dari sebelumnya dan aku selalu suka memakannya," puji Woo Suk seperti biasa jika mereka memakan makan malam, atau siang bahkan jika sarapan.
Woo Sik, pria dewasa, yang tahu segalnya, begitu paham apa yang orang lain sukai dan sangat peka pada seseorang disebagian dan sisi layar yang perlu diperhatikan.
Ji So. Min Ji So, mendapat kekasih dari kakaknya dan yang sekarang menjadi suaminya yang sangat pengertian. Entah kapan Park Woo Sik mulai mencintai Min Ji So, hanya saja yang perlu dibicarakan sekarang, mereka harus bertengkar apapun yang mereka ributkan.
Bahkan saat mereka saling tahu jika mereka sangat jarang mempermasalahkan apapun atau bertengkar dengan serius. Namun menurut Ji So, dia butuh mempertegasnya sekarang.
Hampir empatpuluh lima menit Ji So dan suaminya lahap dan santai dengan makanan mereka dan pembicaraan mereka. Sebagian besar makanan dan lauk yang Ji So masak untuk suaminya hampir masuk semua ke dalam perut Woo Sik.
Pria paling balik, pria paling peka, pria paling tahu semua yang dirasakan wanita dan pria yang sangat amat mengerti. Ya, dia Park Woo Sik. Pria yang sangat baik ingin menikahi Min Ji So.
"Terimakasih makanannya, istriku." Lagi? Ya! Woo Sik mengatakannya lagi, memuji apa yang Ji Si lakukan bahkan saat umur pernikahan mereka sudah hampir tigapuluh tahun atau bahkan belum penuh dari tahu itu.
"Berhenti mengatakan hal aneh saat semuanya sama saja, Woo Sik." Woo Sik terkekeh dia menggelengkan kepalanta pelan. Kakinya memintanya berdiri, menarik Ji So untuk ikut ke ruang keluarga dan membicarakan sesuatu, atau mungkin masalah apa saja yang Ji So hadapi karena pekerjaannya yang dia tinggal untuk mendapat maaf dari anaknya.
"Sayang, jangan memanggil namaku seperti itu. Itu tidak sopan," tegur Woo Sik, dia membiarkan Ji So duduk di sampingnya begitu sofa itu ada dan mendudukkan bokongnya di samping Ji So persis.
"Ada apa? Kau kenapa?" tanya Woo Sik dengan nada paling pengertian bahkan saat setiap kata yang dia katakan sangat amat lembut pada istrinya.
"Kak Su Ri menelfonku."
"Jadi kalian bertemu untuk apa? Apa sekarang aku lagi yang perlu disalahkan? Sayang, tolong beri aku penjelasan," minta Ji So saat dia sudah tidak bisa baik-baik pada suaminya.
Woo Sik yang mendengarnya benar-benar sangat terkejut. Su Ri?
Jadi wanita itu menelfon istrinya?