Puspita masih termangu di balkon kamarnya. Setetes air mata berhasil lolos dari mata sayu gadis itu.
Rasanya menyakitkan saat seseorang yang kau sayang meninggalkanmu, hidupmu terasa sangat hampa. Benar-benar hampa. Puspita baru mengerti, bahwa kehilangan seseorang bisa semenyakitkan ini. Gadis itu pun kembali masuk ke dalam kamar dan menutup semua jendela.
Tanpa sengaja, Puspita menjatuhkan tasnya dari meja hingga isinya berserakan di lantai.
"Surat?"
Puspita memungut sebuah amplop dari lantai dan membawanya ke atas kasur.
'Ini adalah amplop yang diberikan Dokter Heru padaku saat kami menghadiri pemakaman Maya. Kenapa aku bisa melupakannya?'
Dengan cepat, Puspita membuka amplop tersebut dan membaca suratnya.
'Puspita, gorani kesayanganku! Jangan menangis! Aku pergi dengan penuh kebahagiaan. Jadi jangan tangisi aku. Benar-benar tidak boleh menangis Pus! Tidak boleh!
Kau tahu? Kau sangat jelek saat sedang menangis! Jadi jangan lakukan itu.