Ken terduduk lemas di ruang tunggu saat tim dokter sedang menangani Maya di dalam ruang UGD. Pikirannya sungguh sangat kacau. Tubuhnya bergetar menahan rasa takut yang menyelimuti hatinya.
Ken langsung berdiri saat tim dokter telah keluar dari ruangan. Salah seorang dari mereka menghampiri Ken dan hanya menepuk pelan lengan Ken dalam diam. Hal itu membuat perasaan Ken semakin kacau.
Manik mata Ken terus bergerak mencari keberadaan Dokter Heru di antara para dokter yang baru saja keluar tadi. Tapi ia tidak menemukannya.
Ken pun berhambur masuk ke dalam ruang UGD.
'Kau meninggalkanku, Maya!' teriak Ken dalam hati.
Ken terjatuh lemas di lantai dengan lutut sebagai penopangnya. Matanya menatap lemah ke arah Dokter Heru yang tengah terisak pelan sambil menggenggam tangan pucat gadis yang Ken cintai itu.
Maya telah terbujur kaku dengan mata terpejam dan wajah pucatnya.
Ia meninggalkan semuanya.
Kebahagiaannya, penderitaannya, rasa sakitnya, Maya telah terbebas dari semuanya. Ia takkan lagi merasakan cinta maupun rasa sakit.
Maya pergi.
Setetes air mata turun sempurna mengalir di wajah Ken yang kini sama pucatnya dengan wajah gadisnya.
Maya meninggalkan Ken, disaat pria itu benar-benar mencintainya.
***
"Pria itu!" pekik Naya spontan saat melihat sesosok pria yang tak asing baginya.
Tanpa pikir panjang, gadis itu berlari mengejar pria LA yang slama ini mengganggu pikirannya itu. Si pemilik mobil yang ia tabrak di LA dulu.
"Tunggu!" teriak Naya sambil menarik lengan pria itu. Membuat sang pemilik lengan menghentikan langkahnya dan menatap tajam ke arah Naya.
"Aku menemukanmu!" seru Naya dengan terengah-engah karena berlari mengejar pria itu tadi.
"Kau?" pekik pria itu tak percaya.
"Kenapa kau tidak menghubungiku? For Godness shake, aku tidak suka berhutang. Berapa yang harus kubayar?" tanya Naya tanpa basa-basi.
Melihat gadis yang menurutnya sangat sombong itu, pria LA itu melipat tangannya di dada dan menatap gadis itu malas.
"Simpan saja uangmu!" seru pria itu malas.
"Apa kau anak orang kaya? Kenapa kau menolak uangku? Aku bersalah, aku akan menggantinya. Kenapa kau menolaknya?" geram Naya.
"Kalau kau merasa bersalah. Harusnya kau meminta maaf dengan tulus, bukannya memamerkan uangmu!" seloroh pria itu dingin.
Naya tertegun mendengar ucapan pria itu. Ia menelan ludahnya kasar dan menutup mulutnya rapat-rapat.
Ia merasa bersalah. Pria itu benar, seharusnya saat itu dia meminta maaf dengan lebih baik dan membungkukan badannya atau apalah untuk menunjukkan ketulusannya, bukannya langsung membahas masalah uang.
"Maaf untuk yang waktu itu. Saat itu aku sangat buru-buru, jadi tidak hati-hati saat membawa mobil," ucap Naya pelan.
Drrrttt drrrttt drrrttt...
Ponsel Naya bergetar dari balik saku celana jeans-nya. Ia pun menarik benda itu keluar, dan terkejut saat melihat nama Dokter Heru yang tertera dilayar.
"Halo, Dok?" ucap Naya setelah telepon tersambung.
"Naya, kembalilah. Temuilah saudarimu untuk yang terakhir kalinya."
'Terakhir? Untuk yang terakhir?'
Kepala Naya langsung dipenuhi dengan kata-kata yang barusaja ia dengar. Dadanya langsung terasa sesak dan panas. Hatinya terasa hancur, seluruh kekuatan yang ia miliki langsung lenyap begitu saja. Naya terjatuh, ia tak sanggup lagi menopang tubuhnya. Tatapannya berubah menjadi kosong, dan air mata melesak begitu saja keluar dari mata sayunya.
'Kau, mengakhiri kisah yang bahkan belum kita mulai, May.' gumam Naya dalam hati.
"Hei, kau baik-baik saja?" melihat gadis sombong di hadapannya itu terjatuh tak berdaya, pria LA itu langsung berjongkok untuk mengecek keadaan Naya.
Merasa tak punya cukup kekuatan untuk bangun, Naya menatap penuh harap kepada pria di hadapannya itu.
"Tolong, antarkan aku ke rumah sakit." lirih Naya lemah.
Mendengar kata rumah sakit, pria itu langsung membantu Naya berdiri, dan memapah gadis itu menuju mobilnya, ia pun mengantar Naya ke rumah sakit yang Naya sebutkan.
Sesampainya mereka di rumah sakit,
Naya langsung berhambur ke ruangan Maya, namun ia tak menemukan gadis itu di sana.
Naya langsung berlari mencari Dokter Heru, namun langkahnya terhenti saat ia melihat Dokter Heru keluar dari ruang UGD.
"Tidak!" teriak Naya sambil berlari sempoyongan menyusuri koridor menuju ruang UGD.
Ia langsung berlari masuk ke dalam sana.
Dan ...
Iya.
Naya menemukan saudarinya. Dengan kain putih yang menutupi seluruh badan dan hanya menyisakan kepala Maya.
Dengan sekuat tenaga, Naya menyeret kakinya mendekati gadis itu.
"Bangun!" sentak Naya.
"Kenapa kau diam saja? May, ayo kita pergi! Kau ingin melihat Daehyun bernyanyi, kan? Ayo kita pergi menonton konser EVO! Buka matamu! Kau tidak bisa meninggalkanku seperti ini, brengsek!" Naya berteriak histeris dan mengguncang-guncang tubuh kaku Maya.
Matanya tak henti-hentinya mengeluarkan air mata.
"May, ayolah! Cepat buka matamu! Ini belum waktunya untuk tidur! Maya!"
Ken yang juga berada di dalam ruangan itu, langsung mendekap tubuh Naya dari belakang. Ia mendekapnya erat untuk menghentikan Naya yang terus mengguncang tubuh Maya dengan histeris.
Sama seperti Naya, air mata Ken juga terus mengalir.
"Hentikan, Nay! Kau menyakitinya." lirih Ken yang tidak tega melihat tubuh Maya diguncang seperti itu. Hatinya seperti teriris melihat Maya yang hanya terdiam saat tubuhnya diguncang-guncang seperti itu.
"Suruh dia bangun, Ken! Dia akan menuruti kata-katamu! Dia sangat patuh padamu, suruh dia membuka matanya!" lirih Naya yang kini tengah terkulai lemas di dalam dekapan Ken.
"Aku bilang, aku akan merawatnya. Kenapa dia malah pergi meninggalkanku? Gadis brengsek. Dia menghancurkan hatiku. Rasanya sakit, Ken." racau Naya.
Ken hanya mampu terdiam tanpa bisa mengatakan sesuatu yang bisa menenangkan Naya. Ken sendiri sangat terluka dengan kepergian Maya, bagaimana ia bisa menenangkan orang lain saat dirinya sendiri sedang terluka begitu dalamnya?
"Bukankah ini sungguh tidak adil? Kami baru saja bertemu! Kenapa secepat itu ia pergi meninggalkanku?" racau Naya.
Ken menggeleng lemah, ia sangat mengerti, apa yang tengah Naya rasakan saat ini, karena dirinya juga merasakan hal yang sama.
Pertemuan mereka, kebersamaan mereka, semua ini terlalu singkat. Andai ia memiliki sedikit saja waktu lebih bersama Maya. Andai.
Dokter Heru yang melihat betapa kalut Naya dan Ken atas kepergian Maya, hanya bisa mematung di balik pintu. Ia sama terlukanya.
Maya, adalah pasien pertama yang tidak bisa ia selamatkan.
Sungguh sangat buruk, gadis itu datang saat kondisinya sudah sangat serius. Dokter Heru sudah melakukan semua yang terbaik yang bisa ia lakukan untuk Maya.
Namun, semua peralatan medis, obat, dan terapi yang diberikan, tak mampu menyelamatkan gadis itu.
Maya pergi, dalam damai.
Dokter Heru langsung berlari mendekat saat Ken memanggilnya, karena tiba-tiba saja, Naya kehilangan kesadarannya. Gadis itu pingsan dalam dekapan Ken.