Perdebatan malam itupun tidak membuahkan hasil karena memang keputusan sudah bulat.
"Barra minta maaf, tanpa mengurangi rasa hormat kepada orang yang lebih tua, karena Barra telah mengambil keputusan. Barra harap semuanya dapat mendoakan yang terbaik untuk Barra," permintaan maaf diucapkannya.
"Ayah, Ibu, Paman, dan Bibi semuanya, Barra harap sebagai orang tua kalian memberikan restu kepada Barra agar hidup yang kami jalani nanti ke depannya akan lebih baik dan lebih berkah. Yakinlah bahwa Gita adalah gadis yang baik. Walau usianya masih muda dan terbilang masih kecil tapi dia menunjukkan bibit perempuan yang sholehah yang di usia dininya ini dihabiskan untuk belajar dan mengaji serta ibadah," lanjutnya lagi.
"Sekali lagi Barra minta maaf bila menyinggung perasaan orang tua sekalian. Rencananya dalam waktu dekat ini Barra akan berbicara kepada Pak Hasan tentang lamaran ini. Bila Pak Hasan sudah setuju, sudi kiranya Ayah, Ibu, Paman dan Bibi semua bisa menghantarkan Barra untuk meminang Gita,"
"Bagi yang keberatan tidak apa-apa, Barra mengerti perasaan kalian sebagai orang tua yang menyayangi Barra seperti kalian menyayangi anak kalian sendiri," tambah Barra sebelum menyalami para orang tua dan pamit undur diri.
Dua hari setelah musyawarah keluarga Barra. Di ruang keluarga kediaman Pak Hasan sudah berkumpul Pak Hasan dan istri beserta tiga anaknya dan juga Barra. Perhatian berpusat pada Pak Hasan yang membuka suara pertama kali.
"Barra, tadi katanya ada yang mau diomongin sama semua? Mau bahas apa, Bar? Sepertinya serius," tanya Pak Hasan.
Dengan membaca bacaan Basmallah pelan, Barra yang sedikit gugup mulai mengeluarkan suaranya dengan tenang dan dengan bahasa formal.
"Ayah, Ibu, Surya, maksud saya mengumpulkan semua anggota keluarga di sini adalah," kalimatnya terhenti sejenak, lalu menarik nafas kembali dan kemudian berkata lagi, "saya bermaksud melamar Gita malam ini," lanjutnya.
Tidak ada angin tidak ada hujan, namun serasa ada petir yang menyambar di siang bolong, membuat Pak Hasan beserta anak dan istrinya membelalakkan matanya kaget. Terkecuali Gita yang memejamkan mata menunduk takut.
"Mas, kenapa kita enggak obrolin dulu, sih? Kenapa tiba-tiba jadi begini?" tanya Gita terheran.
Barra tidak menjawab dan hanya tersenyum singkat sebelum melanjutkan maksudnya lagi.
"Ayah, Ibu. Barra sudah lama suka sama Gita. Semakin hari bersama Gita, Barra merasa nyaman dan tenang. Dan baru sekarang Barra mengutarakan ini karena beberapa waktu belakangan ini Gita mau menerima perasaan Barra," secara bersamaan tatapan semua orang ke arah Gita.
Suasana senyap beberapa saat. Tak lama Pak Hasan angkat bicara. Dengan pembawaannya yang tenang beliaupun menasihati Barra.
"Barra, bukan ayah tidak setuju atau tidak senang kalau kamu suka Gita. Ayah senang mendengar pengakuan kamu," ucap Pak Hasan.
"Tapi, Yah!" potong Surya tidak setuju.
"Surya, mana adabmu saat orang tua sedang bicara? Ada saat kamu bicara nanti!" celetuk Pak Hasan pada anaknya yang lancang memotong perkataannya.
"Maaf, Yah," jawab Surya sambil mengepalkan tangan.
Pak Hasan menoleh kembali ke arah Barra dan mulai bicara lagi, "Ayah tidak bisa melarang rasa sukamu pada Gita. Tapi Ayah harap rasa suka yang kamu miliki pada Gita bukan perasaan sementara yang timbul karena nafsu,"
"Coba kamu lihat Gita, dia masih belia, masih terlalu muda, dan masih sekolah. Apa kamu tidak terlalu cepat untuk berpikiran untuk melamarnya? Lalu bagaimana dengan masa depannya? Apa kamu tidak memikirkan masa depannya? Perasaan Gita yang masih muda yang ingin mengenal hal-hal baru. Lalu cita-citanya?"
"Tolong pikirkan beberapa kali lagi dengan pikiran yang jernih. Dan kamu Gita. Kamu benar suka sama Barra? Sudah kamu pikirkan sampai jauh ke depan, Nak? Ayah percaya kamu bisa berpikir jernih, kamu anak yang cerdas dan solehah. Ayah akan menyetujui hubungan ini kalau kalian bisa meyakinkan Ayah dan Ibu," wejangan yang diberikan Pak Hasan untuk Barra dan Gita agar tidak gegabah.
Suasana hening kembali. Nampak Surya dengan ekspresi marahnya. Namun, semua yang ada di benaknya sudah diutarakan sang ayah. Jadi saat ini Surya memilih diam dan mendengarkan.
"Barra, Ibu juga enggak ngelarang kalian yang suka sama suka. Pikirkan lagi masa depan Gita! Memang usia kamu sudah cukup untuk berkeluarga, tapi Gita belum. Gita masih dibawah umur, Barra!" ucap Bu Lela yang tenang namun sangat mengena di hati.
"Bu, Gita mau bicara sama Ibu tapi di kamar, sebentar aja, Bu," pinta Gita saat bersuara. Ibu dan anak perempuannya itupun masuk ke kamar.
Di dalam kamar Gita menceritakan semua kejadian dari mulai orang tua Zaki yang mendatanginya di sekolah karena mereka ketahuan pacaran. Hingga keputusan Gita mengakhiri hubungan itu dengan kesepakatan.
Lalu Gita juga menceritakan awal Barra yang mengutarakan perasaan yang sudah lama dia simpan. Dan menjelaskan hubungan tanpa status antara Gita dan Barra.
"Bu, demi Allah kami sekalipun enggak pernah buat hal macam-macam yang dilarang agama. Mungkin alasan Mas Barra ngelamar Gita karena kami mutusin enggak mau pacaran,"
"Tolong bantu cari solusi ya, Bu! Gita juga masih mau sekolah tapi Gita juga udah sayang sama Mas Barra," kalimat demi kalimat keluar dari Gita sambil menangis.
"Ibu percaya kalian anak soleh dan solehah yang taat agama. Ibu juga bahagia kalau nanti kamu dapet suami kayak Barra. Dia calon imam yang baik. Tapi kita tunggu aja apa keputusan ayah," ucap Bu Lela sambil memeluk anaknya.
"Terima kasih, Bu. Udah percaya sama Gita," ucap Gita memeluk Ibunya erat.
"Kamu dari kecil sampai sekarang enggak pernah nyusahin orangtua. Kamu anak pintar, rajin ibadah, Ayah sama Ibu selalu percaya kamu bisa berfikir jernih. Ayo, kita keluar!" ajak Bu Lela.
Jangan heran mengapa Pak Hasan dan Bu Lela memberikan pilihan kepada Gita dan bukan larangan. Sejak Gita mulai sekolah, tidak pernah sekalipun menyusahkan orangtua dalam hal pelajaran ataupun kelakuan, kecuali sikap kasarnya yang kadang agak terlalu kepada teman-teman sekolahnya. Namun Gita selalu bisa mengatasi tanpa harus orang tua terpanggil ke sekolah. Kenapa mereka tahu, Gita selalu jujur menceritakan perbuatan dan kejadian yang dialaminya.
Urusan biaya sekolah juga terbayarkan dari beasiswa Gita yang berprestasi dari SD sampai SMP sekarang ini. Seragam dan peralatan sekolah hanya memerlukan sedikit biaya karena Gita menyisihkan uang jajan untuk ditabung, membantu orang tuanya agar tidak terlalu berat mengeluarkan uang.
***
Sementara itu di waktu yang sama di ruang keluarga kediaman Pak Hasan para lelaki masih membahas persoalan lamaran Gita.
"Barra, apa yang membuatmu menyukai Gita padahal dia masih sangat belum pantas kamu lamar?" tanya Pak Hasan kepada Barra.
"Mungkin sejak pertama kali melihat Ayah membawanya pergi mengaji. Menurut Barra, jarang sekali ada anak gadis yang mau ikut mengaji di masa-masa sekarang ini. Dan setelah saya akrab dengan keluarga ini, saya mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan ayah yang jarang saya dapatkan di rumah, dan melihat keseharian Gita yang rajin ibadah dan shalat yang terjaga, Barra bisa menyimpulkan kalau Gita adalah gadis yang baik,"
"Mungkin Ayah dan Surya tidak tahu kalau Gita sering bercerita kepada saya, banyak teman laki-lakinya yang ingin mencoba berhubungan dengannya tapi dia tidak mau. Dari situ, saya bertekad agar saya bisa menjaga Gita dan tidak keduluan orang lain," lanjut Barra.
"Hmm, untuk sekarang Ayah belum bisa mengambil keputusan. Biar Ayah, Surya, dan ibu rembukan dulu bagaimana penyelesaiannya," ucap Pak Hasan.
Bersambung…