Rumah Anora tampak lebih ramai dari biasanya. Wartawan dari berbagai stasiun televisi berdatangan. Berita tentang hilangnya Anora kini telah tersebar keseluruh penjuru negeri.
Ibu Anora sendiri telah banyak membuat pernyataan memilukan tentang betapa sedihnya dia setelah kehilangan Anora.
"aku begitu terpukul. Putriku tersayang. Dia pasti sangat ketakutan sekarang. Kasian dia". Tangisnya di depan media.
"hah…sungguh aku muak dengan perilaku wanita gila itu". Ucap Velly menggerutu.
"bibimu memang seperti itukan". Ucap mamanya yang duduk di sampingnya.
"mama tau, Anora sama sekali tidak di perhatikan olehnya. Anora bahkan tidak pernah di hubungi sama sekali". Ucap Velly protes.
Sang ibu hanya diam sambil membelai rambut cantik putrinya.
"sungguh kau tidak perlu tau asal-usul sepupumu itu nak. Kau cukup menjadi penguat untuk anak cantik tidak berdosa itu". Pikir sang ibu.
"apa belum ada kabar dari Anora Aryan?". Tanya ibu Velly di meja makan.
"hmmm….aku sudah tidak tau harus berbuat apa kak. Aku telah mengerahkan seluruh pihak kepolisian untuk membantu pencarian Anora. Tetapi belum ada kabar apapun". Balas Aryan.
Sayup-sayup terdengar langkah sepatu yang semakin lama semakin mendekat. Ya..itu ibunya Anora. Ia baru kembali dari jumpa pers di luar.
"ouh…kalian semua sedang makan? Maaf jika aku sedikit berisik". Ucapnya sambil duduk di salah satu kursi kosong yang berhadapan langsung dengan Aryan.
"bagaimana Anora?". Tanya lili ibu Anora. Aryan terkesima. Untuk pertama kalinya ia mendengar nada kepedulian dari wanita yang tak lain adalah istrinya itu.
"apa aku tidak salah dengar?". Balas Aryan bertanya.
"heh…jangan terlalu banyak berfikir Aryan. aku menanyakan anak itu bukan berarti aku benar- benar perduli terhadapnya. Aku berkata demikian karena ia adalah tambang emasku saat ini". Ucap Lili dengan angkuh.
Prank!!!! Sebuah piring Kristal tampak pecah berderakan di lantai oleh ulah Velly.
"Velly apa yang kau lakukan?". Teriak ibu Velly yang kaget bersama Aryan dan Lili.
"aku muak dengan sikapmu bibi. Apa benar tidak ada perasaan seorang ibu di hatimu". Bentak Velly yang tampak sangat geram pada bibinya itu.
"heh…sejak kapan kau jadi tidak sopan seperti ini Velly". Bentak sang ibu.
"tidak kak, aku paham apa yang Velly rasakan. Ia tertekan oleh tingkah Lili". Balas Aryan.
"hei…jangan menjadikan kambing hitam",
"tidak ada yang mengkambing hitamkan bibi. Hanya saja bagaimana bisa seorang ibu berkata sejahat itu". Teriak Velly hampir menangis.
Lili hanya diam sambil memasang wajah masa bodonya.
"Anora tidak pernah minta di lahirkan olehmu bibi",
"dan aku tidak pernah berharap melahirkan dia",
"lalu kenapa bibi melakukan hubungan terlarang itu". Bentak Velly kelepasan.
Mereka saling melotot satu-sama lain.
"Anora bahkan tidak tau kalau dia adalah anak hasil kejahatan dan kebejatanmu bi..".
"Velly cukup". Teriak sang ibu marah.
"bibi harus di sadarkan ma". Balas Velly membentak.
Wajah Velly kini memerah dan penuh air mata.
Velly memang seorang gadis yang tampak masa bodoh. Namun di balik sikapnya itu, ia ingin membuat sepupunya Anora tidak merasa tertolak. Bagaimanapun ia sangat menyayangi Anora sebagai sepupunya. Ia bahkan tidak mengubah rasa sayangnya waktu ia tau bahwa Anora adalah anak hasil hubungan gelap dari Lili.
Disebuah pelabuhan yang cukup besar. Anora tampak tampak berjalan gontai dengan langkah yang sesekali tampak di seret. Lengannya di pegangi seorang algojo bertubuh besar. Ia berjalan mengiringi langkah dari Mr. lee yang kini berjalan di depannya.
Belaian lembut dari angin laut tidak lagi menjadi sebuah kesejukan di kulit gadis itu.
Perasaannya hambar dan tatapannya tampak kosong. Tidak ada lagi expresi menahan sakit. Ia bahkan tidak lagi merasakan perihnya luka yang memenuhi tubuhnya.
Bibir pucatnya tak lagi gemetar, bahkan kelopak indah itu tidak lagi di basahi oleh air mata.
"hah…akhirnya kita bisa berangkat tanpa ada keributan. Aku sedikit kecewa dengan kabar yang beredar, Rafael si pembunuh sadis, Rafael si iblis, Rafael si psikopat, ternyata semua hanya bualan semata". Oceh Mr. Lee merasa menang.
"tetapi aku yakin, ia akan membunuhmu". Ucap Anora tanpa expresi.
Dengan segala kemurkaannya Mr. lee menapar wajah pucat itu.
Gadis manis itu tersungkur ke tanah. Dari sudut bibirnya tampak darah segar mengalir.
"siapa yang mengijinkanmu untuk bicara budak. Cuih…". Mr. lee benar-benar merendahkan Anora.
Anora masih tetap diam.
"aku akan membuatmu menjadi mesin uangku disana…hahhaa…".
Suara tertawa itu bagai gemuruh di telinga Anora.
****
Untuk kali ini saja, bolehkah aku tertidur pulas? Bolehkah aku tuli sejenak? bolehkah aku kehilangan rasa sakit yang kini melekat di seluruh tubuhku?
Entah kenapa, saat ini aku merasa sedang di ujung neraka. Kulitku serasa melepuh oleh sinar matahari. Hingga aku tidak dapat memperoleh kelegaan dari lembut dan dinginnya air laut yang menyapa.
Inginku kehilangan pendengaranku, agar tak kudengar lagi jutaan cemooh dan makian yang dengan sengaja di lontarkan padaku. Aku bahkan tidak tau, apa yang telah kulakukan di masa lalu hingga ku dapati karma yang begitu menyakitiku.
Dhuar….
Untuk kesekian kalinya aku tersentak oleh suara tembakan itu.
Sengaja ku tutup kelopakku agar aku tidak melihat percikan darah di udara yang siap untuk membasahi tanah tandus tempat telapakku berpijak.
"aku akan membunuhmu Lee".
Nadiku serasa berhenti. Jantungku tidak lagi dengan detakannya yang tenang. Seketika kelopakku terbuka. Aku merasa harapan hidupku kembali saat mendengar suara itu.
Rafael…dia disini.
Pemandangan yang sama aku dapati setelah ku buka kelopakku.
Pemandangan yang sama sebelum aku di paksa ikut ketempat ini.
Masih terekam jelas di kepalaku bagaimana kerasnya tinjuan tangan Rafael. Masih kuingat percikan darah yang berceceran akibat dada mereka di tembus oleh timah panas.
Namun, sungguh aku tidak perduli lagi. Aku benar-benar tidak ingin memperdulikan hal itu. Yang aku ingin hanya lepas dari para bedebah brengsek ini. Aku ingin lari, aku ingin menghilang dari hadapan mereka. Sekalipun aku akan menjadi perempuan paling rendah di tangan Rafael. Tetapi paling tidsak, lelaki itu tau bagaimana cara memperlakukan seorang wanita.
Brugh…
Pukulan panas bertubi-tubi hinggap di wajah Mr. lee.
Mereka memukul satu sama lain dengan cara bergantian. Namun, tentu saja Rafael sang iblis bukanlah lawan dari Mr. Lee yang sudah berumur itu.
Tak butuh waktu lama untuk Rafael mendapatinya tersungkur di tanah tidak bernyawa.
Rafael tampak diam memandangi mayat itu.
Diwajahnya masih lekat aura marah dan benci. Namun, sesaat dia mengarahkan pandangannya padaku, entah mengapa, jantungku bergemuruh.
"kau baik-baik saja?". Tanyanya sambil menyentuh lembut pipiku.
Aku tidak menjawab, tetapi aku bisa merasakan air mataku mengalir membasahi pipiku.
Sejenak aku berfikir seperti seorang gadis sampah yang di pungut oleh Rafael.
Namun perasaan itu berubah saat Rafael mengecup keningku dan memeluk tubuhku dengan lembut.
Perasaan apa ini? Apakah aku mencintai iblis bertopeng ini?