Aku menatap kearah mata para lelaki itu menatap. Aku tertegun terperangah. Bagaimana tidak, gadis itu sangat manis. Rambutnya yang tergerai indah oleh angin, serta senyum malu-malu di wajahnya.
"gadis sialan".
Anganku terpecah oleh celoteh Alona yang berdiri 1 langkah di depanku. Tentu saja ia akan marah. Selama ini lelaki di kampus hanya memandangnya sebagai wanita sejati dan menjadikannya sebagai typekal wanita idaman. Dan sekarang, pasti ia merasa terancam.
Gadis itu berjalan menuju kursi bar yang berjarak 5 meter dari tempatku duduk. Mataku tidak dapat lepas darinya. Ditambah aku kesal dengan pandangan panas dari lelaki-lelaki menyebalkan yang berada di sekitarnya.
"waw…kau sangat manis Anora". Puji Velly.
"paling tidak aku tidak harus menampakkan semua lekuk tubuhku Vel, pakai hotpants dengan bikini dan kemeja polos ini juga manis kan". Balasnya sambil tersenyum manis.
Deg…
Jantungku kembali berdetak.
Gadis itu tidak perlu berbuat lebih untuk mencuri perhatianku.
"wine?". Tanya George sopan padanya.
"euh…gak pak, terimakasih. Aku gak tahan sama alcohol". Tolaknya sopan.
Mendengar itu beberapa anak laki-laki yang ada di sana tampak menertawakan George. Bagaimana tidak, George dipanggil bapak di tengah-tengan lelaki yang jauh lebih muda darinya.
"bisakah kau berhenti berbicara terlalu formal padaku manis?". Tanya George sambil mendekatkan tubuhnya pada Anora yang spontan membuat darahku mendidih.
"stop it George. Ingat dia adalah sepupuku". Ucap Velly menahan George.
Aku membuang pandangnku saat gadis itu menoleh kearahku.
"em…Velly, aku pikir aku sudah menemukan hal yang bisa menyibukkanku". Ucapnya lalu berjalan kearahku.
"hai..otak Es batu". Celotehnya sambil berdiri tepat di depanku. Bau masam dan segar stroberi tampak memenuhi tubunya.
"mau apa lagi kau". Balasku dingin.
"emm…aku liat kau tidak menikmati pesta liar ini".
"bukan urusan mu".
"no…aku serius. Sepertinya kita punya kesamaan".
"jaga bicaramu". Ucap Alona sambil mendorongnya kebelakang hingga membuat gadis itu mundur beberapa langkah.
Gadis itu tampak kaget. Namun sesaat setelah memandang kearah Alona, expresi cerianya kembali.
"Alona…nama kita nyaris sama. Oiya…aku dengar kau satu-satunya gadis yang bisa mencairkan hati si laki-laki es batu ini kan".
"aku bilang jaga bicaramu". Tekan Alona.
Hawa disekitar mereka perlahan menghitam. Alona sepertinya sangat benci pada Anora.
"kenapa? Kau marah karena aku mengalahkanmu dalam balapan tadi?". Pancing Anora. Tatapan gadis itu kini sangat tajam.
"aku benci melihat gadis seperti mu". Ucap Alona.
"kau benci atau,"... kau ikut aku".
Aku memutuskan untuk membawa Anora pergi dari tempat itu. Walau sebelunya aku mendengar Alona mendengus kesal dengan kalimat memakinya yang ia luapkan entah karena apa.
Aku menarik tangan Anora sedikit menjauh dari kerumunan pesta itu. Mentari telah hilang dan mengundang layar sang malam untuk menggantikannya. Sinar rembulan pun tidak akan di dapati di langit malam itu.
"lepasin aku. Kau gila. Ngapain bawa aku kemari". Gadis itu marah.
"aku muak mendengar perkelahian kalian". Balasku.
"harusnya kau bawa dia bukan aku bodoh. Jika seperti ini, ia akan semakin membenci ku. Kau tau". Ucapnya dengan nada menyebalkan.
"kau pikir aku perduli". Balasku tak kalah mengesalkan.
"aku bingung, bagaimana bisa ada orang yang begitu mengagumimu. Ok lah secara penampilan kau tidak begitu memalukan. Tetapi sikap dan etitudmu…hmmm". Wajahnya sangat mengesalkan.
Bruk…
Gadis itu ku dorong kepasir hingga ia terjatuh dan terduduk.
Aku menunduk dan mendekatkan wajahku padanya. Ia tampak diam terkejut. Tentu saja, semua wanita pasti akan kaget jika diperlakukan demikian bukan.
"kenapa sekarang kau diam."tanyaku dengan tatapan tajam.
Gadis itu hanya diam.
Entah apa yang ada di pikirannya.
"Sean, apa kita pernah bertemu?". Tanyanya dengan wajah bingung.
"kenapa kau berkata begitu?". Tanyaku lembut.
Ia tidak menjawab. Namun perlahan, titik bening dari ekor matanya tampak menetes mengalir dan membasahi pipi mulusnya.
Aku tertegun. Apa yang terjadi dengannya?
"kau menangis?". Tanyaku.
Gadis itu melengos lalu menyentuh pipinya yang basah oleh air mata.
"kenapa aku menangis?". Ucapnya seperti orang bodoh.
"jangan tanyakan padaku. Tanyakan pada dirimu sendiri. Dasar bodoh". Ucapku kasar lalu pergi meninggalkannya.
Berat bagiku menjauh dari gadis itu. Rasanya aku ingin memeluknya erat. Membawanya dalam dekapanku dan menenangkannya. Tetapi air mata itu mengingatkan aku pada masa laluku. Saat terakhir aku menatap bulir indah itu jatuh. Saat terakhir aku bisa mendengar desahan suara lembutnya.
Kehidupanku yang sekarang benar-benar bagai kutukan untukku. Aku mencintai orang yang akan mati di tanganku. Jika aku adalah seekor singa, aku telah mencintai seekor kelinci yang menjadi mangsaku.
Anora….
***
Sean kembali ketempatnya semula. Tak lagi ia mendapati El maupun Alona, ia hanya mendapati teman-teman mahasiswanya yang lain yang kini tengah menikmati pengaruh alcohol dalam tubuh mereka.
***
"hei…kau dari mana saja?". Tanya Velly pada Anora yang baru saja kembali bergabung di party itu.
"aku baru saja jalan-jalan ". Ucap Anora dengan mata sebamnya.
"kau menangis?". Tanya Velly.
Anora tidak menjawab. Ia hanya mengucek matanya.
"aku tidak tau. Hanya saja, perasaanku sedikit mellow". Jawab gadis manis itu.
"hai…kalian berdua dari mana saja. Ini saying, margarita manis untukmu. Dan tentu saja, koktail non alcohol dengan perasan limau nona". Ucap George sambil menyerahkan gelas cantik berisi cairan berwarna biru itu pada Anora.
Anora menerimanya dengan mata sedikit memicing.
"tenang saja. Aku yang memesannya untukmu". Balas Velly.
"awas saja jika terjadi sesuatu padaku". Dengus Anora lalu meneguk minuman itu.
Velly hanya tersenyum miring sambil melirik George. Mereka mengerjai Anora.
Dari salah satu bangku bar, tampak Sean memandangi Anora dengan serius.
Anora adalah gadis dengan budaya timurnya yang kental. Tentu saja ia tidak akan terpengaruh dengan singkatnya oleh budaya barat yang begitu liar.
Tetapi malam ini, ia berbeda. Ia seperti burung yang lepas dari dalam sangkar. Ia bergerak bebas mengikuti dentuman music dj yang terus menghipnotis hampir seluruh mahaiswa yang kini kehilangan kesadarannya karena alcohol.
Sean tampak menggeram, tangannya mengepal saat Leon salah satu lelaki playboy di kelasnya menarik Anora kedekapannya dan menari erotis bersama. Dada Sean tampak naik turun. Emosi telah memenuhi dirinya. Bahkan ia tidak lagi merasakan pusing yang di sebapkan oleh efek margarita yang entah telah berapa gelas habis kandas olehnya.
"dia benar-benar gadis gila". Ucap George yang menatapi liarnya tarian Anora.
"aku juga baru tau kalau Anora bisa menari se-seksi itu". Ucap Velly yang menggelayut manja di lengan kekar George.
Leon yang telah tergila-gila dengan tubuh indah Anora semakin berani mendekatkan tubuhnya pada gadis yang sedang mabuk berat itu.
"aku akan membuatmu tenggelam dalam pesonaku malam ini". Ucapnya yang mulai berani menjilat belakang telinga Anora.
Engh…
Anora mengerang. Tak sedetik pun leon membiarkan Anora menjauh dari pelukannya.
Ia bahkan berani membenturkan bagian depan tubuh Anora padanya.
Tiba-tiba…
Brugh….
Sebuah bogem mentah mendarat di pipi lelaki kurang ajar itu.
"f*ck…apa yang terjadi padamu sialan". Bentak leon yang kini telah terjatuh di lantai.
Sean tidak bersuara. Ia hanya memandang Leon dengan tatapan nanarnya yang mengerikan.
Sesaat kemudian, ia memandang Anora yang masih asyik menari ditengah kepanikan orang-orang.
Sean berjalan menuju Anora, dan dengan sigapnya menggendong tubuh mungil itu pergi dari party itu.
"Anora.."ups..sudahlah saying. Biarkan mereka. Bisakah kita bersenang-senang malam ini". Pinta George yang mencegah Velly untuk menyusul Anora.
"tetapi Anora bagaimana?".
"hmmm sejauh yang ku kenal, Sean adalah lelaki yang baik hati. Ia tidak akan berani melukai gadis itu". Ucap George.
"hmm…baiklah". Balas Velly.
George benar. Mungkin untuk gadis lain, hal itu berlaku. Tetapi Anora?
Bruk….
"akh….sakit bodoh". Ucap Anora saat Sean melemparnya keatas tempat tidur.
"kau gila hah….kenapa kau diam saja saat lelaki itu menggerayangimu". Bentak Sean dengan wajah merah padam pada Anora.
Anora yang sedang mabuk menatap lelaki itu dengan wajahnya uang lucu.
"kau butuh obat. Sepertinya kau demam hehe". Ucap Anora sambil sesekali tertawa.
"apa?!!".
"ok..ok…aku mengerti. Aku yang akan ambilkan obatnya". Ucap Anora dan turun dari ranjang.
Ia berjalan sempoyongan melewati Sean yang marah.
Akh…
Punggung gadis itu kini menempel ke dinding. Wajah mereka sangat dekat. Mereka bahkan bertukar nafas untuk beberapa saat. Anora yang mabuk hanya menatapi wajah tampan yang kini ada di depan matanya. Liris hijau yang sangat indah itu mampu mengendaliakan kesadarannya yang direnggut secara sengaja oleh minuman memabukkan itu.
"kau indah sekali". Ucap Anora sambil mengelus dramatis wajah tampan di hadapannya.
Sean yang sedari tadi dikuasai amarahnya tidak mampu berkata apa-apa. Ia seperti membeku saat berhadapan begitu dekat dengan gadis itu.
Sean hanya menatapi retina coklat milik gadis di depannya. Turun perlahan dan mendapati bibir merah alami yang indah dengan bau alcohol dan parfum stroberi miliknya.
Gadis itu tidak berhenti merancu sambil melemparkan senyuman manisnya. Satu cm lagi Sean mendekat. Maka tidak ada lagi jarak yang menghalangi mereka.
Ia pasti bisa melabuhkan ciumannya pada gadis itu.
"tetapi untuk saat ini, berbagi nafas saja dengan mu aku rasa cukup". Sean memejamkan matanya.