Telinga terbuka lebar untuk mendengarkan cerita dari Tia yang ia ceritakan dengan pelan dan hati-hati.
Tia sendiri takut salah berbicara dan menyebabkan kesalahpahaman nantinya. Apalagi keduanya adalah orang tua yang mungkin saja nanti akan bertengkar saat mengetahui ceritanya.
Sepanjang Tia bercerita, ia berusaha untuk menahan amarahnya keluar dari dalam dirinya.
Darahnya terasa mendidih dan otaknya juga menjadi panas karena amarah yang terkumpul.
Ia tau wanita yang dimaksud oleh Tia, beberapa ibu-ibu sering bercerita tentangnya. Ia sendiri juga pernah menjual pentol pada anak yang tadi dimaksud oleh Tia menghalangi jalannya.
Nora yang sebelumnya sudah pernah mendengar ceritanya tetap ikut duduk disana dan mendengar ceritanya sampai selesai.
"Kak Rana yang kamu maksud itu…," bapak melihat ke arah Nora yang sedang mengangguk.
"Apa yang ayah kiraitu benar. Itu Bu Ratna yang rumahnya paling besar di dekat ujung jalan depan"
