Jalanan sudah terlihat sangat sepi begitu mereka sampai ke rumah, habya ada suara jangkrik dan binatang malam lainnya. Begitu juga dengan tempat tinggal Deva yg lampu depannya sudah mati, jendela dan pintu yg sudah ditutup rapat bahkan dikunci dari luar oleh ayahnya.
Meski begitu, kunci yg dipegang ayahnya adalah kunci cadangan karena kunci utama ada di rumah bersama ibunya. Ayah Deva pertama kali membuka garasi untuk memasukkan motor, sedangkan Deva hanya menunggu di depan pintu utama.
Pak Galih, ayah Deva adalah orang yg sudah tua berusia sama dengan Pak Irwan, ayahnya Toni Tapi meski begitu badan mereka berbeda, Pak Irwan memiliki proporsi badan lelaki pada umumnya yg tidak besar ataupun kecil.
Sedangkan Pak Galih memiliki badan yg besar dan berotot, bukan karena hasil latihan di gym tapi karena sering membantu tetangga membangun rumah dan sejenis pekerjaan kasar lainnya.
Pekerjaan asli beliau adalah seorang desain grafis yang membuatnya tak masalah untuk bekerja di rumah. Jadi ketika pekerjaannya beres, beliau memilih untuk membantu pekerjaan warga dan pekerjaan istrinya di rumah.
Tak jarang beliau diberi upah atas jerih payahnya itu meski sudah menolak dengan halus. Pada akhirnya uang yg beliau dapatkan lebih sering diberikan pada istrinya. Mereka hampir terlihat seperti pasangan keluarga Pak Benu.
Setelah motor masuk ke garasi dan kemudian memastikan garasi sudah dikunci dengan baik, beliau mendekati Deva dan membawakan satu kardusnya yg paling berat. Kemudian membuka kunci dengan tangan kanannya.
Lampu ruangan depan menyala redup dan Deva bisa melihat jika ibunya sedang tertidur di sofa. Dengan dua gelas teh hangat yg ada di depannya masih tertutup, menunggu kedatangan anak dan suaminya.
"Assalamualaikum.."
Pak Galih mendekat ke arah Bu Nilam, istrinya, kemudian mengucapkan salam di dekat telinganya sambil menyentuh bahunya.
Dengan kotak kardus yg sudah diturunkan di samping sofa, Pak Galih duduk di samping Bu Nilam yg mulai bangun sambil mengucek matanya.
Deva yg tadi dibelakang Pak Galih sudah menutup pintu depan dan langsung menguncinya. Ikut duduk di depan ibunya dan mencium tangannya.
"Kamu pasti capek di perjalanan, ini ibu sudah bikini teh. Habis minum kamu langsung istirahat ya, besok kita baru cerita-cerita"
Bu Nilam menepuk pelan pundak Deva yg masih tampak kelelahan.
"Oiya, ini barang apa Dev? Kamu berangkat cuma bawa ransel kan?"
Pak Galih penasaran dengan barang yg ada di dalam kardus, hingga beliau mengangkat kardus berat itu dan mencoba untuk menggoyangkannya.
"Dibuka aja, yah. Nggak apa-apa. Itu pemberian dari Pak Benu yg memberi Deva tumpangan buat menginap kemarin. Katanya sih makanan"
Bu Nilam berdiri kemudian berjalan menuju dapur, baju daster selututnya sudah terlihat begitu kusut karena dibuat tidur.
Tak berapa lama beliau datang ke ruang tamu lagi dengan membawa gunting. Yang kemudian memberikan gunting tersebut pada Pak Galih.
Kardus pertama yg berat berisi sembako. Mata Bu Nilam terbuka lebar seperti baru saja melihat sebuah harta karun. Dan ada sebuah surat yg terselip disana.
Pak Galih membuka surat yg tak direkatkan itu, surat untuk orang tua Deva. Isinya tak begitu banyak tapi cukup untuk menjelaskan pada mereka bahwa Deva berada di keluarga yg tepat.
Surat untuk orangtua Deva
Assalamualaikum
Surat ini sebagai tanda terimakasih kami pada Deva karena sudah banyak membantu selama tinggal di rumah kami. Jika mungkin nanti ada kesempatan, kami mungkin nanti akan bersilaturahmi.
Wassalam
Benu dan Wulan
Deva mendengarkan dengan seksama surat yang dibacakan ayahnya. Rasanya ia malah menjadi sungkan karena ia selama di rumah Pak Benu justru ialah yang paling banyak dibantu.
Untuk kardus kedua yang ada pada Deva berisi jajanan tradisional dan macam-macam makanan ringan lainnya. Tentu saja Deva tak akan menghabiskan makanan itu sendirian, Melati tak mungkin ketinggalan.
Kalau sembako tentu saja itu jauh lebih berguna untuk ibunya, dan keluarga Pak Benu pasti juga bertujuan untuk memberikan sembako itu pada beliau meski tak secara tertulis.
Melihat Deva yang sudah berulang kali menguap membuat Bu Nilam meminta Deva untuk langsung pergi ke kamar untuk istirahat. Untuk gelas dan kardus yang tadi dibuka akan dibawa semuanya ke dapur untuk malam ini.
Kamar masih gelap karena lampu belum dinyalakan, tapi Deva merasa seperti tak memiliki kekuatan lagi. Dengan jaket yang masih dipakai dan baju serta celana yang belum diganti Deva langsung tengkurap di atas ranjang.
Matanya sudah sepenuhnya tertutup dan kesadarannya mulai memudar saat ia mendengar suara pintu yang dibuka dan suara ayahnya terdengar di telinga. Ia sudah sepenuhnya terlelap beberapa detik kemudian.
Pak Galih yang masuk ke kamar anaknya karena panggilannya tidak dijawab. Sebenarnya ia hanya ingin mengingatkan Deva untuk mengganti pakaiannya dulu sebelum tidur. Dan ternyata alasannya adalah karena Deva sudah tertidur.
Beliau tau kalau Deva pastinya kelelahan setelah perjalanan panjang hingga tak sanggup lagi untuk menggerakkan badannya. Ia duduk bersama mereka di ruang tamu tadi juga pasti sudah menahan rasa kantuknya.
Seharunya Deva lebih jujur pada perasaannya.
***
Suara alarm yang berada di atas meja membangunkan Deva dari tidurnya yang melelahkan. Dengan air liur yang sudah membasahi pipi dan menggenang di bantalnya, Deva membuka mata.
Kamar masih begitu gelap dan bahkan cahaya belum sempat masuk ke dalam sela kamarnya. Dengan rasa kantuk yang masih tersisa Deva mencari letak ponselnya dengan meraba kasur.
Bunyi alarm yang tak kunjung berhenti membuatnya risih karena sumber suara itu tak juga ia temukan meski ia meraba kasur beberapa kali. Kesal dengan suaranya yang berisik membuat Deva akhirnya meraba meja yang berada di samping kasurnya.
Biasanya, begitu ia usap layar ponselnya suara menyebalkan itu akan langsung berhenti. Tapi kali ini, layar ponsel dengan kecerahan seratus persen membuat matanya langsung terbuka lebar karena terkejut.
Nyala ponselnya bisa menerangi seluruh isi kamarnya yang semula gelap.
Mau tak mau ia terbangun dan langsung duduk untuk memperbaiki pengaturan ponselnya. Ia langsung berdiri untuk menyalakan lampu kamar yang tombolnya berada di sebelah meja.
Karena baru bangun ia meregangkan badannya yang kaku dan menggaruk rambut dan badannya yang terasa gatal. Saat itulah ia tersadar bahwa baju yang ia pakai sudah berbeda.
Baju kemeja dan jaket tebalnya sudah diganti dengan kaus lengan pendek dan celana jeans miliknya diganti dengan kolor kesayangannya serta kaus kaki yang semula ia bawa sampai tengkurap di ranjang juga sudah dilepas.
Satu-satunya orang yang cukup kuat untuk mengangkat tubuhnya dan mengganti bajunya adalah ayahnya. Ada rasa malu yang tiba-tiba membuat wajahnya bersemburat merah. Meski sudah besar orang tuanya masih memperhatikannya.
Bukan karena ia adalah anak yang dimanja sampai ia harus digantikan pakaian oleh ayahnya. Tapi semata-mata karena kesehatan anaknya adalah yang terpenting, dan Deva tau itu. Celana jeans tak bagus jika digunakan saat tidur, semua yang ketat akan membuat peredaran darahnya tak lancar.
Tok Tok Tok
Sebuah ketukan terdengar di pagi hari di pintu kamarnya. "Kak, aku minta jajannya"
***
Bersambung