Chereads / Back 2 You / Chapter 30 - Berbeda dan Sama

Chapter 30 - Berbeda dan Sama

Hari kelima di kampus tak ada yg berubah, semua mengalir seperti biasa. Hal yg paling disyukuri oleh Tony adalah Leon yg tak terlihat di sekitar mereka.

Jujur saja, sejak terakhir kali mereka bertemu waktu itu Tony sempat waspada jika lelaki narsis itu akan muncul lagi.

"-Ny..! Tooonyyy!!!"

Plakk

Tony mengelus bahunya yg sudah menjadi sasaran kekerasa dari Bella, tetangganya yg katanya introvert.

Ruang kelas yg agak ramai karena dosen pengajar meminta izin untuk meninggalkan ruang kelas sebentar.

Buku dan semua perlengkapan tulis beliau masih ditinggalkan dengan rapi di atas meja, menandakan kalau beliau benar-benar akan kembali entah berapa menit lagi.

Setelah dering telepon yg pertama dan kedua diabaikan saat mengajar, bahkan dimatikan langsung, pesan yg dibaca saat ingin mematikan ponsel justru yg membuatnya langsung lari keluar.

Tak ada yg tau apa yg terjadi pada beliau setelah menghilang dari balik pintu. Tapi yg pasti tetap belajar adalah keputusan yg bijaksana.

Itu pendapat Tony sebelum Bella mengganggunya. Buku yg dipukulkan di bahunya adalah jenis buku teka-teki silang yg cukup tebal, pantas saja rasanya lumayan sakit.

"Mending kita ngerjain ini. Kamu nggak perlu terlalu serius disaat seharusnya kamu beristirahat. Tuhan sedang memberimu waktu untuk santai"

Tony menyipitkan matanya menatap Bella, salah satu alasannya sulit berkonsentrasi adalah karena Bella yg sering mengajaknya bermain.

Terkadang ia iri pada kecerdasan Bella yg membuatnya mengerti dan memahami sebuah pelajaran tanpa ia harus bersusah payah.

Mengabaikan keusilan Bella kali ini Tony berusaha kembali fokus pada kumpulan catatan yg sudah ia buat sejak beberapa hari lalu.

Tapi kemudian sebuah buku tebal menutupi pandangannya dan menumpuk tepat di atas catatannya di atas meja. Buku teka teki silang yg tadi digunakan oleh Bella untuk memukulnya.

"Sebelum kamu protes, lebih baik kamu buka dulu bukunya"

Karena Bella tau ketika Tony sudah menghadapkan wajahnya ke arahnya berarti Tony akan protes dan bisa jadi marah, maka dari itu ia lebih baik mengatakah hal yang akan membuatnya teralihkan sementara.

Dan karena pada dasarnya Tony tak ingin bertengkar dengan Bella yang bisa membuatnya cepat lelah itu akhirnya ia menuruti saja keinginan Bella. Lagipula jika difikir lagi keinginan Bella hanyalah agar ia membuka bukunya.

Jadi Tony berniat untuk membukanya kemudian melanjutkan belajarnya. Tapi ternyata buku dengan judul Mystery ini jauh melebihi dugaannya. Ada begitu banyak pengetahuan tentang semua yang diajarkan dikelasnya dan dijelaskan dengan cara yang menarik.

Ada berbagai cara untuk mengerjakan beberapa soal tanpa terasa membosankan. Seluruh isi buku itu sudah selesai dibaca meski belum sepenuhnya, ia hanya membaliknya dengan cepat seperti menyimpulkan sesuatu.

"Kamu beli dimana bukunya?". Tony memutar tubuhnya ke arah Bella yang sudah tersenyum penuh kemenangan di sebelah kanannya.

Berbicara tentang tampilan Bella yang tampak semakin cantik dengan senyum kemenangannya itu, sebuah tampilan yang mungkin hanya akan tampak saat ia bisa berhasil mengalahkan Tony dalam berbagai hal.

Tampilan Bella kali jauh lebih simpel daripada biasanya, ia memilih untuk mengurai rambutnya dan memakai kacamata dan dress biru selutut dan cardigan putih serta sepatu pantofel.

"Itu buku buatanku"

Jeda selama beberapa detik yang hanya diisi dengan kebisuan. Mata Tony yang terus berkedip mencari kebenaran dari ucapan Bella yang masih menatapnya dengan senyum kemenangan. Dan tatapannya yang seakan mengejeknya.

"Aku serius"

"Aku serius"

Keduanya diucapkan secara bersamaan. Yang satu sangsi akan pernyataan gadis di depannya, yang satunya lagi justru sedang menahan tawanya.

"Apa kau tak melihat bagian sampul atau tulisan pembuka dan penutupnya? Jika kau membacanya dengan seksama maka kau akan mengetahuinya".

Tony memijat tengkuknya yang tiba-tiba saja terasa tegang kemudian menatap ke langit-langit sambil menghembuskan nafas berat. Tak ada pilihan lain, ia kemudian melihat lagi buku yang diberikan Bella padanya.

Mencermati lagi apa yang tertulis di bagian sampulnya dan bagian penutup yang berisi tentang biodata sang penulis. Di buku itu jelas sekali tertulis nama lengkap Bella dan pendeskripsian penulis yang juga mencerminkan Bella.

"Apa ini benar kamu yang menulisnya?"

Tony masih bertanya lagi karena belum bisa mempercayai apa yang dilihat oleh kedua matanya. "Bukankah aku sudah mengatakannya padamu?"

Keraguan Tony bukan karena ketidakmampuan Bella dalam membuat buku, sama sekali bukan. Tapi lebih karena ia tak pernah melihat buku sepenting dan sebagus itu tidak beredar luas di kampus ataupun kelasnya.

"Kalau ini memang buku buatanmu, atas tujuan apa kau membuatnya?"

"Kenapa kau masih bisa bertanya seperti itu, bukankah sudah jelas untuk belajar dan mempelajari lebih dalam lagi?"

Tony kali ini menghadap sepenuhnya kea rah Bella yang menatapnya dengan tatapan bertanya. "Kalau kau bisa merancang buku sebaik itu, untuk apa kau belajar?"

"Tentu saja agar aku bisa lebih tau dan mengembangkannya, kan?"

Mulut yang terbuka dan tatapan tak percaya membuat Tony terlihat bodoh di depan Bella. Tapi bagi Tony, seseorang sekelas Bella seharusnya sudah tidak perlu berkuliah lagi, ia seharusnya bisa menjadi seorang dosen dengan kapasitas kecerdasan seperti itu.

"Kau tau sendiri aku begitu sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain. Jadi perkuliahan ini aku gunakan sebagai tempatku untuk bisa berkembang di masyarakat. Agar aku tak sendirian lagi"

Nada suara Bella yang perlahan mengecil membuat Tony sadar betapa tidak percaya diri temannya itu. Dan dengan alasan itu membuat Tony memahami semua tingkah Bella yang sering mengajaknya berbicara, ia ingin seorang teman.

"Ah, apa kau tau Lucy?"

Bella terkejut dengan pertanyaan Tony yang sangat jauh dari topik awal mereka. Biasanya Tony tak pernah membicarakan teman sekelas mereka. Tapi karena ia tau siapa orang yang dimaksud maka Bella hanya mengangguk saja.

"Menurutmu dia orang yang seperti apa?"

Secara reflek ia menolehkan kepala kea rah kiri ke kursi paling depan, tempat Lucy duduk sendirian dan sibuk merajut boneka di atas meja. Ia tak begitu mengenali gadis itu, Lucy terlalu pendiam seperti dirinya.

Tapi mungkin karena ia telah memiliki teman sejak awal seperti Tony, jadi Bella tak terlalu merasa kesepian. Bella sering melihat Lucy pergi makan sendirian dan juga ke perpustakaan sendirian.

Ia tak pernah berikir lebih jauh tentang keadaan Lucy atau orang seperti apa Lucy. Pertanyaan Tony membuatnya tiba-tiba berfikir kalau ada orang yang mungkin memiliki nasib yang sama sepertinya.

"Kurasa ia sama sepertiku"

Kepala Bella sedikit miring dan pandangan yang tak lepas dari Lucy serta suara yang terdengar samar membuat Tony berusaha untuk menutup pandangan Bella dengan buku yang ada di tangannya.

Seperti tersadar dari lamunannya Bella menggelengkan kepala lalu mulai menegakkan posisi duduknya. "Kenapa?"

"Apa kau tak ingin mencoba untuk berteman dengannya?"

***

Bersambung