Setelah berjalan cukup jauh dan memakan waktu hampir 2 jam, akhirnya Azam dapat kembali kepenginapannya.
Azam kembali menjadi bahan perhatian saat datang kepenginapan itu. Pakaian yang basah dan kakinya yang terdapat luka dilumuri banyak darah.
Ada yang merasa kasihan ada juga yang merasa jijik melihat luka Azam. Azam pura-pura cuek saja, seolah tidak terjadi apa-apa. Dia tidak mau ambil pusing. Biarkan saja orang mau berfikir apa tentangnya. Terserah mereka ingin berpendapat apapun terhadapnya. Azam merasa tidak perlu memperdulikan orang lain, toh hidupnya tidak dibiayai oleh mereka. Bukan mereka yang menanggung biaya hidupnya.
Saat hendak memasuki penginapan, Azam tiba-tiba saja dihadang oleh seorang office boy dipenginapan tersebut.
"Maaf, Pak, Bapak harus membersihkan diri Bapak terlebih dahulu sebelum memasuki penginapan. Apalagi kaki Bapak terluka dan mengeluarkan banyak darah. Kami tidak ingin membuat pelanggan lain merasa terganggu. Maka silahkan Bapak bersihkan dulu diri Bapak! Bapak bisa bersihkan di sana," titah seorang office boy tersebut. Dia menunjukan sebuah kran air pada Azam. Sebenarnya tadi office boy tersebut mendapat keluhan dari pelanggan lain yang merasa jijik melihat Azam.
'Apalagi ini? Hufh ... tahan dan tetap sabar, kamu bisa Azam'. Batin Azam.
"Ya," sahut Azam singkat.
Azam pergi untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu. Setelah selesai dia langsung masuk tanpa melirik sedikitpun kepada office boy tadi. Bahkan saat melewatinya Azam menabrakkan badannya pada office boy itu sampai tubuh si office boy tidak seimbang dan akhirnya tersungkur.
Mulut Azam komat-kamit seperti orang yang sedang baca mantra, padahal dia sedang mengumpat seseorang.
Azam sudah berada didepan pintu kamar penginapannya. Dia masuk dan melihat Isabel sedang mondar-mandir. Rasa bersalah kembali ada dihatinya. Azam begitu menyesal tidak bisa lebih cepat lagi.
"Isabel," panggilnya lembut.
Mendengar ada seseorang yang memanggilnya, Isabel menoleh. Dia tahu bahwa itu pasti Azam, suaminya.
Isabel menampakan wajah marahnya, dia segera mendekat kearah Azam dan merebut belanjaan yang ada ditangan Azam. Isabel yakin itu pasti pesanannya. Karena Azam tidak membawa apapun juga selain itu.
Tanpa mau melihat ataupun juga bericara pada Azam, Isabel langsung saja masuk kedalam kamar mandi setelah mengambil pesanannya dari Azam.
Azam tidak keberatan jika Isabel harus marah padanya, dia menyadari kesalahannya. Setelah ini dia akan langsung minta maaf pada Isabel.
Isabel keluar setelah beberapa saat berada didalam kamar mandi. Pakaiannya sudah bersih dan rapi.
Setelah keluar pun Isabel tetap saja mencuekan Azam. Dia sama sekali tidak berucap apapun pada Azam.
Azam memberanikan diri menyentuh pundak Isabel. Dan Azam harus menerima sebuah pukulan ditangannya. Isabel begitu marah, tatapannya mengebu-gebu.
"Mas!" bentak Isabel.
"Beraninya kamu sentuh aku, kamu kurang ajar!" ucap Isabel kasar.
"Maaf, Mas tidak bermaksud begitu. Mas hanya ingin minta maaf. Maafkan Mas, karena terlalu lama membuatmu menunggu," terang Azam pada Isabel.
"Baguslah kalau Mas menyadari kesalahan, Mas. Jadi aku tidak perlu repot-repot mengatakan kesalahan, Mas," ucap Isabel masih dengan begitu marahnya.
"Tolong maafkan, Mas. Maafkan ya, Isabel. Mas salah," ucap Azam lembut.
Ucapan maaf dari Azam tidak membuat Isabel luluh. Dia tetap saja bersikap cuek. Isabel bahkan tidak melihat kondisi Azam sekarang. Sangat memprihatinkan.
"Diam! Aku ga mau denger apapun dari, Mas."
Azam mengerti keadaan Isabel sekarang. Dia langsung terdiam. Kepalanya masih sangat terasa pusing. Azam tetap membiarkan rasa sakit apapun yang ia rasakan.
Azam memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Tubuhnya sudah tidak enak.
Azam masuk kedalam kamar mandi melakukan ritual mandinya.
Saat keluar kamar mandi, Azam melihat Isabel sedang makan. Dia senang melihatnya. Akhirnya Isabel bisa makan, Azam takut Isabel sakit karena tidak makan sejak tadi pagi. Tapi sebenarnya dia juga merasa lapar, tapi dia melihat tidak ada makanan untuknya. Tadi memang Isabel hanya memesan makanan untunya sendiri, tanpa memperdulikan suaminya.
Isabel melirik Azam, memberikan tatapan sinis pada Azam. Azam tetap memberikan senyum termanis untuk Isabel. Isabel langsung memutar bola matanya kesal. Lebih baik dia melanjutkan makan saja.
Azam memperhatikan Isabel makan, dia jadi teringat kejadian waktu itu, saat Isabel makan dengan cara yang sangat istimewa menurutnya. Azam tersenyum karena mengingat kejadian itu kembali.
'Dasar gila'. Batin Isabel.
Azam terus saja menatap Isabel, dia tidak tahu bahwa seseorang yang ditatapnya adalah seorang singa betina. Berani sekali Azam berbuat seperti itu, sepertinya Azam memang sudah siap jika Isabel marah-marah padanya.
"Mas!" ucap Isabel dengan nada suara tinggi.
"Iya, kenapa, Isabel?" tanya Azam pura-pura tidak mengerti saja.
"Ga usah liatin aku!" tegas Isabel.
"Hehe, Mas ingin lihat kamu makan. Apa akan sama seperti waktu itu."
Isabel mencoba mencerna ucapan Azam, dia telah melupakan kejadian saat itu, saat dirinya makan.
Dan beberapa menit kemudian, Isabel teringat kembali kejadian itu. Pipi Isabel langsung memerah menahan malu.
Ingin marahpun tidak jadi. Dia takut Azam akan bahas hal itu kembali. Isabel diam saja tanpa mau menanggapi ucapan Azam.
Azam menahan tawanya, dia ingin tertawa lepas, tapi tidak berani, takut Isabel akan semakin marah.
"Oh ya, Isabel apa kamu memiliki kotak P3K?" tanya Azam.
"Untuk apa?" ucap Isabel yang balik bertanya pada Azam.
"Untukku," jujur Azam.
"Memang Mas, kenapa?" tanya Isabel kembali.
Pertanyaan sederhana dari Isabel, mampu membuat Azam bahagia. Dia merasa seperti diperhatikan oleh Issbel.
"Ada sedikit luka."
"Oh, bentar, aku ambilin dulu. Kayaknya aku punya didalam tasku," ucap Isabel.
Azam semakin bahagia saja saat Isabel akan mengambil obat untuknya.
Isabel mengambil tasnya dan mencari kotak P3K untuk Azam. Beruntung Isabel tidak kelupaan membawanya.
"Nih, Mas."
Isabel menyodorkan obatnya kehadapan Azam. Azam termenung dan memperhatikan Isabel. Belum pernah dia bisa menatap Isabel sedekat ini.
"Mas, ini ambillah," ucap Isabel kembali. Untung saja Isabel tidak melihat Azam menatapnya dengan begitu lekat. Jika dia melihatnya, sudah dipastikan hidup Azam dalam bahaya besar. Pasti Isabel akan mengomel dan mengamuk.
"Iya, terimakasih Isabel," ucap Azam.
"Hm."
Azam mengambil obatnya, sebenarnya Azam berharap Isabel yang akan mengobati lukanya. Tapi itu hanya bisa menjadi harapan semata. Nyatanya sekarang Isabel malah pergi keranjangnya. Isabel sudah mulai merebahkan dirinya diatas kasur dan mulai tertidur.
Akhirnya Azam hanya bisa mengobati lukanya sendiri. Azam kerepotan saat harus mengobati luka itu sendirian.
"Uh, perih. Sshhh, padahal lukanya, ya kecil. Tapi perihnya luar biasa. Sakit juga, kepalaku sampai berdenyut seperti ini."
Azam kembali mengobati lukanya dengan lebih pelan lagi. Setelah selesai mengobati lukanya, Azam membereskan obat-obatannya kembali, dan menyimpannya kembali kedalam tas milik Isabel. Lalu diapun ikut tertidur, menyusul Isabel kealam mimpi. Dia berharap dapat bertemu Isabel dalam tidurnya, lewat mimpi.