"Apa agendamu hari ini, Abi? Kita makan malam atau kau bekerja lagi?"
Tentu Emily berharap yang pertama, tapi biasanya ia mendapatkan yang kedua dan itu sedikit menyakitkan baginya.
"Seperti sebelum-sebelumnya. Aku harus bekerja dan...." Abigail bisa melihat perubahan pada wajah Emily menjadi lebih kusut dengan bibir yang cemberut." Walaupun kita jarang keluar bersama, tapi kau masih bisa melihatku saat di kantor, apa itu kurang puas bagimu, Mily?"
"Baiklah, Abi!" jawabnya pasrah.
Selama kurang lebih tiga bulan berpacaran, memang seperti itulah keadaannya. Abigail lebih banyak menghabiskan waktu di kantor untuk bekerja, bekerja dan bekerja.
Status Emily memang kekasih, tapi dia tidak bisa menggeser posisi pekerjaan dari sisi Abigail. Terkadang Emily bisa memahami, tapi kadang juga sikap manjanya keluar dan selalu ingin di perhatikan seperti saat ini.
Abigail harus bersabar dengan kelakuan Emily yang sering berubah-ubah, memang pantas jika Emily seperti itu, mungkin karena dia ingin mendapatkan perhatian lebih dari sang kekasih dan Abigail pun sadar dia tidak bisa memberikan lebih dari apa yang ia berikan saat ini, namun dia selalu berusaha menyenangkan hati wanita itu dengan caranya sendiri.
Apalagi Emily ini memiliki sikap sedikit manja dan menggemaskan, Abigail harus lebih bersabar seperti seorang kakak pada adik kecilnya.
Melihat kediaman dari Emily, Abigail pun mulai mengeluarkan jurus terakhirnya.
"Minggu depan kita jalan-jalan. Ke taman? Air terjun? Atau tempat wisata lainnya?!"
Emily mulai mengangkat wajahnya dan mengangguk.
"Jangan dipaksakan jika kamu sibuk. Kamu harus mengurus perusahaan karena papa kamu sedang sakit. Aku bisa memahaminya Abi, aku bersikap seperti ini karena aku tidak ingin kamu jatuh sakit karena kecapean!"
Tangan Abigail mengusap rambut poni gadis mungil itu hingga membuatnya acak-acakan.
"Tidak. Aku selalu berusaha meluangkan waktu untukmu walaupun tidak terus menerus. Jangan cemberut, kamu jelek sekali jika melakukan itu!"
Emily memasang senyum indahnya.
"Iya, maafkan aku! Ayo kita kembali ke kantor, banyak tugas yang harus aku kerjakan. Jika aku terlambat, Nyonya Lenny akan marah besar kepadaku!"
"Apa dia berani melakukan itu kepada kekasih bosnya sendiri?"
"Abi, di kantor aku masih pegawaimu dan juga anak buah dari Nyonya Lenny. Dia tidak akan memandang aku apamu,"
"Aku semakin menyayangimu!" Abigail mengecup kening Emily dengan lembut kemudian mengusap bekas kecupan nya dengan telapak tangannya.
Setelah selesai makan siang, keduanya keluar dari restoran dan masuk ke dalam mobil untuk kembali ke kantor lagi.
Sesampainya di kantor, banyak pasang mata yang mencuri pandang menatap keduanya yang memasuki lobi secara bersamaan. Mereka tidak berpegangan tangan, melainkan berjalan sambil mengobrol santai layaknya kawan, akan tetapi bagi karyawan lain yang mengetahui status mereka, semua itu terlihat sangat mesra dan rasa iri yang tertanam dalam diri mereka kini mulai bergejolak seakan mereka ingin berada di posisi keduanya.
Apalagi para karyawan wanita yang selalu menjadi ratu gosip kapan pun dan dimanapun berada.
Emily melihat tatapan mereka, tapi ia tidak peduli dan melewati mereka begitu saja.
Mereka sudah berada di depan lift menunggu pintu lift terbuka. Satu menit kemudian pintu lift terbuka, Abigail dan Emily masuk ke dalamnya.
"Tunggu!" seorang wanita ikut masuk ke dalam lift." Abigail!" sapanya sambil mengangguk sopan. Dia juga mengangguk pada Emily yang ia lirik sebentar.
"Kau di sini?" tanya Abigail pada wanita itu.
"Iya, aku baru selesai syuting dan aku ingin membicarakan sesuatu padamu, Abigail!"
Abigail menatap Emily, sedikit cemas jika wanita itu terganggu akan kedatangan Hilda, wanita yang pernah menyukai Abigail namun pria itu menolak cintanya.
"Jangan menatapku seperti itu, aku tidak akan cemburu!" kata Emily sambil tersenyum.
"Maafkan aku Emily, kau bisa mempercayai Abigail dan percayalah padaku jika aku tidak akan merebut dia darimu!" kata Hilda meyakinkan Emily.
"Aku tahu Nona Hilda, kau tenang saja!"
Emily memencet tombol lift menuju ke lantai tempat ia bekerja.
Setelah sampai, pintu lift terbuka dan Emily keluar dari sana. Ia berbalik lalu menatap Abigail dan Hilda yang berada di lift untuk naik ke lantai paling atas.
"Sampai ketemu lagi!" dia melambai sambil tersenyum senang.
Hilda membalas lambaian tangan Emily sedang Abigail hanya tersenyum kecil menatap kekasihnya yang imut itu.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Abigail setelah pintu lift tertutup.
"Di dalam ruanganmu saja. Banyak yang ingin aku bicarakan soalnya!"
"Tapi bukan masalah...."
Hilda tertawa kecil kemudian menggeleng cepat.
Pintu lift terbuka dan keduanya keluar dan berjalan menuju ke ruangan Abigail.
Para karyawan yang ada di sana, terutama yang wanita kini mulai berdekatan dan berbisik.
"Bukankah Nona Hilda lebih pantas bersanding dengan Tuan Abigail? Dia terlihat dewasa dan penampilannya modis."
"Tapi yang disukai Tuan Abigail adalah Emily. Dia memiliki tubuh yang kecil dan imut."
"Tingginya saja hanya satu setengah meter, kenapa Tuan Abigail menyukai gadis kecil seperti itu?"
"Apa kalian akan bergosip sampai pulang kerja nanti?!" seru seorang pria muda yang merupakan sekretaris pribadi Abigail.
Beberapa karyawan wanita itu segera bubar dan kembali ke tempat kerja mereka masing-masing.
*
Di dalam ruangan Abigail.
Hilda menyesap kopi yang disuguhkan sekretaris Abigail yang bernama Irfan sebelum dia bicara inti pertemuannya dengan Abigail.
"Aku ingin memutuskan kontrak kerja kita. Ada masalah pribadi yang harus aku urus Abigail!" ucapnya kemudian.
Abigail terkejut. Hilda adalah bintang iklan produknya dan akan menambah masalah jika Hilda berhenti sekarang karena kontrak kerja masih beberapa hari lagi.
"Aku tahu kau akan berekspresi seperti itu," Hilda menunduk." Tapi nenekku membutuhkan perawatan dan aku harus mengurusnya, Gail."
"Dimana dia tinggal?"
"Di puncak. Saat aku menelpon beliau dan mengajaknya kesini, dia menolaknya dan ... aku bisa apa. Aku harus mengurus nenekku karena beliau satu-satunya keluargaku, Gail. Aku sudah tidak memiliki orang tua!"
Abigail mengangguk." Iya, aku memahaminya. Baiklah, jika itu keputusanmu maka rawatlah nenekmu dan semoga nenekmu bisa segera sembuh!"
"Terima kasih Gail, aku senang kau memberi kesempatan untukku bisa bekerja di perusahaan besarmu ini. Sungguh suatu kehormatan bagiku!"
Kembali Abigail mengangguk dan memanggil Irfan.
"Hilda akan berhenti menjadi ambasador kita. Persiapkan seseorang untuk menggantikan dirinya!"
"Baik Tuan!"
*
"Jangan mentang-mentang kamu kekasih bos kamu bisa kembali ke kantor ssesukamu Nona Emily!"
"Maafkan aku Nyonya Lenny, lain kali aku tidak akan mengulanginya lagi!" Emily menunduk.
"Aku pegang kata-kata mu, jika kau melakukannya lagi, aku akan menambah pekerjaanmu dan membiarkan dirimu pulang malam!"
"Baik, maafkan aku Nyonya!"
Emily kembali duduk di kursinya sambil menatap tumpukan nota yang begitu banyak di atas meja.
"Ini pekerjaan apa hukuman? Oh astaga, aku harus menyelesaikan nota ini semua hari ini juga. Jika tidak besok aku akan kewalahan karena mengerjakan pekerjaan hari ini dan besok!" gumamnya.
Emily melirik ponselnya." Kemana perginya Leon? Apa sibuk sekali sekolah memasaknya sampai-sampai tidak memberi kabar padaku selama seminggu ini? Dia juga tidak membalas pesanku!" Emily mendengus kesal karena merindukan sahabatnya.