Chereads / [BL] Our Own Stories / Chapter 4 - Chapter 4

Chapter 4 - Chapter 4

"Kashi bukankah kau terlampau tenang?" tanya Rei yang merebahkan diri di kasur Kashi.

"Kenapa?"

"Besok kita ujian loh."

"Sudah tahu."

"Terus kenapa kau sangat tenang? Apa kau tidak takut nilaimu jelek?"

"Tidak sama sekali. Aku sudah belajar, jadi besok bukanlah masalah besar."

"Memang anak pintar sesungguhnya."

"Lagipula, Rei."

"Mn?"

"Kau tidak semestinya takut. Anak yang memiliki kemampuan fotografi dan sejenius dirimu kan tidak perlu belajar."

"Enak saja. Aku ini tetap manusia biasa. Lagipula aku tidak sejenius yang kau bayangkan, aku hanya beruntung."

"Ya, ya aku tahu betul itu."

"Kashi."

"Apa?"

"Cium."

"Menjijikan."

"Cih dasar.

Hening. Hanya ada suara musik yang diputar Rei yang mengisi kekosongan itu. Senandung Kashi tidak jarang terdengar kala dirinya sambil menggambar sesuatu.

"Kashi."

"Apa?"

"Lihat ini."

"A-"

Kalimat Kashi terpotong kala dua bibir lembut itu beradu. Rei mengecup lembut bibir itu tanpa nafsu apapun. Hanya sebuah rasa sayang yang murni yang ditunjukannya. Pupil Kashi melebar kala kecupan itu mendarat. Tidak terlalu terkejut tapi tidak menduganya juga. Rei selalu menunjukan sisi lain pada Kashi. Sisi yang tidak pernah diperlihatkan pada orang lain. Ciuman itu berpisah. Keduanya sibuk mengambil nafas yang tadi sempat tertinggal.

"Manis." Kata Rei sambil menjilat bibirnya.

"Aku kan habis makan permen."

"Hohoho permen dari siapa itu?"

"Bodoh."

"Jangan marah dong sayang."

"Menjijikan. Jangan memanggilku seperti itu."

"Aish. Kashi jangan galak dong."

"Daripada meracau tidak jelas lebih baik buatkan aku sesuatu."

"Mn? Memang Kashi mau apa? Mau main?"

"Tidak bodoh. Buatkan aku minuman yang kau buat di restoran waktu itu."

"Ah, maksudmu lemon squash?"

"Iya."

"Memohon dulu baru aku kasih."

"Ti-"

"Kalau menolak tidak akan aku buatkan."

Kashi menarik nafas gugup. Dia paling tidak bisa memohon kalau dalam keadaan normal. Tangannya mengepal erat menahan hasrat ingin memukul penuh sayang pada kekasihnya.

"To – tolong buatkan aku lemon squash dong, Rei – kun."

Seketika hening. Wajah Kashi memerah seperti tomat. Rei membatu layaknya patung. Hitungan beberapa detik kemudian terdengar tawa lepas dari Rei. Kashi sangat ingin memukulnya agar insaf. Kalau bukan karena dia ingin minum minuman itu dia tidak akan memohon pada orang lain, terutama Rei. Setelah lelah tertawa akhirnya Rei mampu berkata – kata.

"Aku tidak menyangka kau akan benar – benar melakukannya." Kata Rei sambil mengacak – acak rambut Kashi.

"Hentikan bodoh!"

"Ya, ya. Tunggu sebentar ya sayang."

"JIJIK!" teriak Kashi seiring dengan buku gambar yang melayang menuju arah Rei yang sudah keluar lebih dulu dari kamar.

Setelah beberapa saat, Kashi akhirnya mendapat pesanannya. Setelah kemauannya terpenuhi, Kashi mulai membuka buku pelajaran dan catatannya yang terlampau rapih. Tulisannya bagai ketikan komputer, begitu berbeda dengan tulisan milik Rei yang hampir tidak dapat terbaca.

"Percuma tulisan bagus kalau memasak saja tidak bisa." Komentar Rei.

"Percuma bisa masak kalau ujian saja belajarnya seperti orang stress." Balas Kashi yang kemudian disusul senyum sarkastik khasnya.

"Sialan."

.

.

Waktu menunjuk waktu makan malam. Tentu saja Rei yang memasak sambil tanya jawab mengenai materi ujian yang akan datang bersama Kashi. Tidak perlu waktu lama, keduanya dapat menikmati makan malam yang enak buatan koki Rei. Kashi tersenyum puas setelah menghabiskan porsi makannya. Rei yang memutuskan untuk menginap karena hujan turun langsung melanjutkan belajarnya di meja makan sambil menunggu Kashi selesai mencuci piring. Setelah keduanya selesai, mereka memutuskan untuk beristirahat di kamar.

Lampu kamar dimatikan. Hari yang penuh dengan mata pelajaran untuk ujian. Untuk masalah ujian besok mereka serahkan pada diri mereka esok hari. Setidaknya sudah berusaha, pasti hasilnya akan memuaskan.

.

Rasanya Rei seperti dikhianati dewa. Materi pelajaran yang dia pelajari kemarin hanya keluar sekitar dua puluh persen dari keseluruhan soal ujian. Sisanya adalah materi awal semester yang Rei sudah lupa – lupa ingat. Dengan mengandalkan keberuntungannya, Rei menjawab semua soal dan masih beruntung mendapat nilai pas standar lulus. Jangan tanya masalah pelajaran pada Kashi. Walau materi pelajaran yang dia pelajari sama dengan Rei, dia tetap dapat meraih peringkat kedua dari satu angkatan dalam ujian ini. Rei ingin mengutuk otak pintar milik Kashi. []

Beberapa hari yang lalu…

"Kak Kashi, kau tidak pusing dari tadi belajar terus?" Tanya Megu yang mengantarkan es teh pada Kashi.

"Aku akan ada ujian sebentar lagi."

"Bukankah kakak sudah pintar?"

"Pintar juga perlu pengorbanan. Mau temani aku belajar? Aku bisa sambil membantumu mengerjakan PR."

"Benarkah?"

"Tentu. Bawa bukumu kesini, kita belajar bersama – sama."

"Mn!"

-TBC-