Chereads / [BL] Our Own Stories / Chapter 6 - Chapter 6

Chapter 6 - Chapter 6

"Kashi." Panggil Rei.

"Hm?"

"Ayo main."

"..."

"Apa?"

"Besok aku ada latihan. Tidak bisa."

"Oh, ayolah."

"Tidak."

"Kashi~"

"Menggelikan!"

"Ayolah~"

"Aku mau juga tidak akan bisa!"

"Sudah aku duga!" Rei menjebak Kashi dengan kedua tangannya.

"EH!?"

"Ayo bersenang - senang."

"TIDAAAAK!!!!"

.

.

.

"Kashi, kau terlihat lesu hari ini. Gerakanmu juga kaku. Apakah kau sakit?" Tanya salah satu teman latihan Kashi.

"Tidak, aku tidak apa - apa. Hanya saja kemarin aku habis dihajar semalam."

"Dihajar? Apakah kau diserang? Apa perlu aku lapor polisi?"

"Tidak perlu. Aku bisa mengatasi ini."

Kashi pulang lebih dulu untuk latihan hari ini. Pinggangnya sakit karena ulah Rei semalam. Bukan karena Kashi tidak mau, tapi dia hanya takut kalau hubungan mereka berdua mudah diketahui orang lain jika mereka sering melakukan 'itu'.

Kashi memasuki rumahnya yang sudah tercium aroma masakan dari dapur. Siapa lagi kalau bukan Rei yang sedang memanfaatkan fasilitas lengkap dapur Kashi yang hanya digunakan sebagai pajangan bagi pemiliknya.

"Oh, selamat datang!" Sapa Rei dari dapur.

"Masak apa?"

"Sup ayam. Aku merasa bersalah padamu semalam, jadi sebagai permintaan maaf aku memasak makanan kesukaanmu."

"Tapi-"

"Aku meminta resep ibu mu. Barusan dia menelfonku."

"Hah? Kenapa?"

"Entah, mungkin karena anaknya tidak mengangkat 20 panggilannya hari ini."

"Sial! Kau lanjutkan dulu aku harus menelfonnya!"

Kashi bergegas ke kamarnya. Dengan segera dia mengambil ponselnya yang tergeletak di meja belajar. Kamarnya sudah rapih dibandingkan saat dia berangkat tadi. Tentu saja Rei yang membersihkannya. 'Dihantam semalampun dapat bayaran, tidak masalah deh.'

"Halo ibu?"

'Bagus kau ingat aku sekarang anak nakal!'

"Ma- maaf ponselku tertinggal. Tumben ibu menelfonku."

'Apa seorang ibu tidak boleh peduli pada anaknya?'

"Bu- bukan begitu maksudku, hanya saja-"

'Lupakan, ibu akan pulang seminggu lagi.'

"Eh? Kenapa?"

'Masih bertanya. Ibu pulang untuk mengecek apakah anakku melakukan hal macam - macam di rumah sendirian.'

"A- Ah... Oh... Oke."

'Apa kau menyembunyikan sesuatu?'

"Ti- tidak kok!"

'Apa itu hubunganmu dengan Rei?'

"Eh?"

'Hoho tebakan ibu benar~'

"Dari mana ibu tahu!?"

'Kau itu anakku. Mana mungkin aku tidak mengetahuinya.'

"Apa Rei memberitahu ibu?"

'Tidak, tapi ibu tidak masalah kalau kau bersamanya.'

"Be- benarkah!?"

'Ya, tentu. Baiklah sampai jumpa minggu depan. Bilang Rei buatkan ibu masakan enak untuk di rumah nanti yah!'

Lalu telfon itu terputus. Kashi terdiam. Beberapa menit kemudian perasaan panik, senang, cemas, dan malu bercampur jadi satu. Siapa yang tidak panik kalau ibunya mengetahui sang anak telah berbelok pada sosok istri ganas seperti Rei? Kashi menarik nafas dalam - dalam. Dia berusaha menenangkan diri sebelum turun ke bawah menuju ruang makan.

"Bagaimana?" Tanya Rei sesampai Kashi disana.

"Ah, oh. Ibuku akan pulang minggu depan."

"Oh."

"Hanya itu?"

"Ya, lalu aku harus berkomentar apa?"

"Ah, ibuku bilang ingin dimasakkan olehmu."

"Tentu~"

"Rei. Kalau sesuatu terjadi-"

"Percayalah, semua akan baik - baik saja."

"Tapi-"

"Kalau terjadi sesuatu, aku siap menjadi perisaimu."

"Rei."

"Sudah tidak boleh banyak berfikir, ayo makan!"

"Mn. Terimakasih."

Bagi Kashi, sup ayam hari ini terasa sangat hangat. Sekali lagi Kashi memberanikan diri untuk menghadapi hari - hari yang akan datang.

.

.

Kesibukan di bandara membuat Kashi sesak. Duduk di kafe sambil menyantap secangkir cappuccino. Menunggu sosok wanita yang sangat ia cintai. Sosok wanita tangguh yang selalu ada disampingnya walau terpisahkan oleh jarak. Terikat karena takdir. Kisah mereka tidak seindah kisah keluarga harmonis lainnya, namun dengan begitu mereka bisa menguatkan satu sama lain. Menemukan apa yang masih tersisa untuk bertahan hidup. Perlahan bangkit menggunakan seutas tali yang terjulur bernama mimpi dan harapan.

"Kashi, maaf. Sudah menunggu lama yah?"

"Tidak, ibu. Lagi pula aku suka kafe disini."

"Yasudah ayo pulang."

"Mn. Oh iya, Rei akan memasak besok. Hari ini dia ada latih tanding."

"Baiklah."

Sesampai keduanya di rumah. Mereka berdua membuat teh dan mengambil beberapa cemilan untuk mengisi perut. Keduanya duduk berhadapan di ruang makan. Berbagi cerita kehidupan mereka yang terpisah selama kurang lebih enam bulan lamanya. Berbagi pengalaman yang indah dan buruk.

"Ibu. Sebenarnya ada apa?"

"Kashi, bisakah tidak langsung ke intinya?"

"Tidak bisa."

"Anak ini."

"Ibu, kau tidak biasanya pulang tiba - tiba begini. Aku khawatir."

"Kashi, apa kau tidak percaya denganku?"

"Tentu aku percaya."

"Kalau begitu biarkan saja yang intinya. Kita bersenang - senang saja dulu."

"Tapi-"

"Anak muda tidak boleh banyak pikiran. Ayo temani ibu belanja untuk makan malam."

"Mn."

-TBC-