Musim pertandingan sudah dimulai. Team voli Rei berhasil memasuki final pertandingan voli antar provinsi. Tentu saja Rei akan lebih sering berlatih karena lawannya tidak macam – macam. Begitu pula Kashi yang mulai disibukan oleh klub panahnya yang akan mengikuti kompetisi memanah tingkat kota dan tanding karate tingkat nasional. Kashi merasa seakan tubuhnya akan dibagi dua karena terlalu banyak kegiatan fisik.
"Rasanya tahun ini aku akan membentuk abs." gumam Kashi.
"Hooh abs? Aku rasa wajah manismu tidak cocok dengan abs."
"Bodoh! Apa kau takut akan kalah denganku, hm?"
"Tentu saja tidak! Aku ini sempurna, tidak ada yang mampu mengalahkanku."
"Hooh, sempurna?"
"Iya, tentu saja."
"Kalau begitu, mau tidak jadi target panahanku nanti?"
"Tidak terimakasih. Kalau panahan cinta aku mau."
"Cringe!"
"Kau mulai duluan."
"Cepat habiskan parfaitmu itu! Aku perlu ke toko buku."
"Mau ngapain?"
"Makan." Jawab Kashi sarkastik.
Setelah menghabiskan parfaitnya, mereka berdua langsung menuju ke toko buku. Kashi membeli komik favoritnya dan satu buku catatan bergambar kelinci yang kemudian dibungkus dengan kertas kado pink yang dihias dengan pita. Buku catatan itu untuk Megu yang baru saja memenangkan lomba menulis antar sekolah. Dia sudah terlanjur janji memberikan Megu hadiah kalau dia menang lomba dan sebagai kakak yang baik Kashi menepati janjinya. Tidak hanya itu dia juga mendapatkan mobil – mobilan dan beberapa boneka kecil dari permainan crane. Sejujurnya itu hasil kerja keras Rei yang ahli bermain game crane. Semua mainan itu akan diberikan pada anak – anak di panti. Tidak ada alasan khusus, namun Kashi ingin meminta maaf karena dalam waktu yang lumayan lama tidak akan berkunjung kesana.
Rei yang beberapa kali pergi kesana bersama Kashi juga ikut ingin memberi anak – anak hadiah. Rei dengan cepat difavoritkan anak – anak karena keahliannya dalam memasak dan tampangnya yang bisa dibilang tampan. Megu pernah mengatakan kalau Rei bagaikan pangeran berkuda putih dan Kashi adalah putri kerajaan. Rei dengan senang hati menerimanya, namun tidak dengan Kashi yang diumpamakan dengan tuan putri.
Keduanya menghabiskan akhir pekan bersama sebelum keduanya harus disibukan dengan kegiatan masing – masing. Mereka menghabiskan setiap menitnya supaya tidak ada yang terlewatkan. Keduanya harus fokus pada apa yang mereka ingin raih. Kashi dengan karate dan panahannya sedangkan Rei dengan team volinya. Mereka berdua saling menyemangati satu sama lain. Mendoakan agar hasil terbaik selalu datang pada pasangan itu.
.
Semangat yang membara kini harus padam. Rei kalah di pertandingan final karena kesalahannya dalam memperhitungkan kemana bolanya akan mendarat. Tidak ada yang menyalahkannya memang, namun anak laki – laki itu menyalahkan dirinya karena suatu kesalahan yang wajar. Sementara untuk Kashi, dia berhasil memasuki final pertandingan karate dan harus gugur dalam kompetisi memanah pada tingkat provinsi. Kashi yang dari awal memang tidak peduli menang atau kalah pun tidak memiliki reaksi yang berlebih atas kekalahannya, namun sedikit rasa kecewa itu pasti ada.
Kashi yang harus menginap di pusat kota mendengar kabar kekalahan Rei melalui artikel sekolah dan beberapa teman klub voli yang menghubunginya untuk menanyakan keberadaan Rei karena remaja itu tidak pernah ikut latihan sejak kekalahan mereka. Dia berusaha menghubunginya namun hasilnya nihil, ponselnya sengaja dimatikan. Kashi memutuskan untuk menemuinya secara langsung setelah pertandingannya selesai.
.
Rasanya Kashi tidak ingin pulang. Kekalahannya dalam pertandingan karate membuat dia sedikit terkejut. Lawan yang dia hadapi mampu menangkis semua serangan yang Kashi berikan. Masaoka sensei berkali – kali memberitahu Kashi bahwa hal seperti itu sudah biasa. Kashi masih mendapatkan juara tiga. Setidaknya dia masih membawa satu medali dan satu piala. Kashi memutuskan untuk bangkit kembali karena ada orang yang menunggunya disana. Orang yang menghindarinya belakangan ini.
Kashi yang baru sampai rumah langsung membereskan barang bawaannya kemudian membersihkan badan. Setelah itu dia berusaha menelfon Rei sebanyak tiga kali, namun hasilnya tetap nihil. Tidak ada pilihan lain, Kashi memilih untuk langsung pergi ke rumahnya Rei.
Tidak butuh waktu lama untuk menunggu sang penghuni rumah membuka pintu, sosok remaja laki – laki yang terlihat baru bangun tidur itu sudah berdiri di depan Kashi. Rei yang baru sadar bahwa tamunya adalah Kashi langsung gugup.
"Wah aku baru tahu Rei bisa gugup begini hanya karena melihatku."
"Ka- Kashi. Kau sudah pulang?"
"Tentu saja aku sudah pulang. Kalau aku belum pulang lalu siapa yang sekarang berdiri di depan pintumu?"
"Ya- ya maaf." Kata Rei sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ayo ke rumahku."
"Hah?"
"Ayo ke rumahku. Aku perlu makan malam enak buatan Rei setelah berjuang keras nih."
"Ah- oh. Oke, tunggu sebentar aku siap – siap dulu."
Kashi tersenyum penuh kemenangan. Beberapa menit kemudian, keduanya langsung berjalan menuju rumah Kashi. Sebelum itu mereka mampir ke supermarket untuk membeli bahan makanan yang diperlukan. Sepanjang perjalanan tidak seperti biasanya, Rei diam seribu bahasa. Kashi menghela nafas berat. Sesampai mereka di rumah acara memasak makan malam pun dimulai. Kashi yang sudah tidak tahan dengan suasana canggung diantara mereka pun mulai bertindak. Dia menangkup pipi Rei lalu menempelkan dahi mereka berdua. Jarak diantaranya kini hanya tersisa beberapa sentimeter.
"Jangan terlalu kecewa." Komentar Kashi.
"Tapi, kalau aku memperhitungkan dengan lebih tepat pasti kami bisa menang."
"Menang dan kalah itu biasa."
"Sekolah berekspektasi tinggi pada teamku. Rekan team dan pelatih berekspektasi tinggi padaku. Aku telah mengecewakan mereka."
"Lalu apa yang akan kau lakukan."
"Aku… tidak tahu." Rei menutup matanya.
"Mereka semua juga berekspektasi tinggi padaku. Kau tahu apa yang terjadi?" tanya Kashi seiring mengubah posisi untuk memeluk Rei yang lebih tinggi darinya.
"Kau kalah?"
"Tentu saja. Aku terlalu menekan diriku makanya aku tidak bisa fokus saat bertanding."
"Ada seorang adik kelas yang menyuruhku berhenti."
"Apa dia adik kelas yang tidak pernah kalah tanding saat SMP nya?"
"Iya. Katanya aku terlalu bodoh untuk melanjutkan olahraga ini."
"Persetan kata orang. Kita berjalan pada jalan kita masing – masing. Lanjutkan saja apa yang kau mau, lupakan apa yang terlalu menyakitkan bagimu."
"Mn. Terimakasih."
Kashi merasa lega akhirnya Rei mampu bangkit kembali. Adik kelasnya itu memang terkenal sombong, tapi apa boleh buat semua orang memiliki karakter yang berbeda. Karena membolos latihan, pelatih Rei menghukumnya untuk berlari keliling lapangan sebanyak sepuluh kali dan mentraktir satu klub minuman dingin. Kashi sengaja datang pada saat itu hanya untuk menyaksikan Rei yang dihukum dan tentu saja untuk minuman gratis yang tanpa dia minta pasti diberikan.
-TBC-