Sebelah Tangan
Arta tak pernah bisa lepas dari bayang-bayang gadis yang diam-diam ia menaruh hati kepadanya, sejak jaman sekolah SMA dulu, mereka satu kelas, tapi tak pernah bisa menyampaikan perasaannya. Buru-buru mengungkapkan isi hatinya. Gadis itu sangat cantik dan sudah banyak yang mengejarnya. Ditambah dia sudah punya pacar. Pupus dan layu bunga cinta Arta sebeluk berkembang.
Namun kini luka lama ini setiap hari akan hadir di hadapannya karena gadis itu juga sekampus dengan dirinya sekarang. Ia bernama Karen, gadis cantik berkulit putih dan berambut panjang dan lurus itu. Makin cantik saja. Sedangkan Arta? tetap taknada perubahan.
Arta merasa semua sudah berubah darnjaman sekolahnya dulu, semua jadi makin cantik dan juga yang cowok pada saat kuliah makin ganteng dan cool. Sedangkan dirinya? humm tak ada yang berubah ... hanya umur yang bertambah tapi penampilan tetap saja dekil. Mana ada cewek yang mau sama dia? melirik saja ogah? apalagi dekat-dekat?
"Jones nih pangkatku. Jomblo ngenes." gumamnya dalam hati.
"Ah ... uda jam segini, aku mau siap-siap kuliah. Ayo Ta, Arta! kuliah yang bener, cari duit yang bener. Kalau uda berduit, pasti bisa dapat cewek deh. Semangat!!!" dorongan semangat dari dalam hatinya sendiri.
Ia bangkit dan segera menyiapkan buku dan pakaian untuk bergegas berangkat kuliah.
motor J*Piter merah yang sudah usang dan berumur empat belas tahun ini masih cucok dan setia kepadaku. Tentu ini juga faktor yang penting tentang urusan dilirik atau tidak oleh cewek, mana ada cewek yang mau dibonceng pakai motorny yang kurang trendi ini. Setelah semua kelengkapan dan dirinya sudah nerganti pakaian dia berangkat kuliah, sambil mampir ke Ibunya dulu yang sedang rewang di rumah tetangga juga. Tadi dapat pesan untuk ngambil makanan untuk makan siang buat adik-adiknya nanti kalau sudah pulang sekolah. Jadi, dia berpamitan kuliah kepada Ibunya yang masih masak itu, lalu langsung pulang lagi untuk menaruh makanan dan langsung berangkat kuliah.
"Arta!" Fifi membawa tas dan buku juga hendak berangkat kuliah.
"Eh, kamu juga belum berangkat Fi?" tanya Arta.
"Iya nih, aki sengaja nunggu kami di pinggir jalan, aku mau bareng. Soalnya motorku tiba-tiba mogok, padahal tadi pagi kan masih enggak apa-apa, ketemu kamu habis ngantar sayur tadi," ucap Fifi kepadanya.
"Ooh ya, ayo naik Fi," sahutku.
"Ehm ... maksudku ya bukan Fifi juga yang ingin aku bonceng, tapi ya sudahlah ... lagian ini kan urusan tolong menolong," bisik Arta.
Fifi menaiki motorku di boncengan belakang. Arta memacu motornya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, sedang-sedang saja.
Fifi teman dan juga tetangga baik dan ramah. Dia enggak pernah pilih kasih kepada siapa saja, dia sapa siapa saja yang ia temui. Aku dan oranh lainnya, memang sering berpapasan karena Fifi membantu orang tuanya menjual sayur-mayur di pasar, sama seperti aku yang tiap pagi membantu tukang jual ikan dipasar, bantu ngangkut dan nimbang-nimbang ikan.
Secara pandangan mata, Fifi ... cewek yang biasa, tak terlalu memperhatikan penampilan. Dia polosan dan hampir tak pernah aku lihat memakai make up, tidak seperti pada cewek-cewek seumuran dia yang selalu mementingkan penampilan. Make up menor dan sebagainya. Seperti Karen, dari jaman sekolah dia memang selalu tampir fresh dan bermake up tipis, dan hebatnya Arta malah suka sama dia, sampai sekarang tak berubah,
Arta masih menyukai dia, meskipun Karen sudah memiliki pacar. Pacar jaman SMA pacaran dengan siapa. Sekarang kuliah sudha ganti pacar. Kapan ya Karen mau pacaran dengan Arta? Hahaa ... Dia tertawa kecil.
"Jangan mimpi Arta .. wkwkwk," dia berdialog sendiri dalam hati.
Sesampainya dia di Kampus, benar saja. Dia melihat Karen berangkat bersama pacarnya, menggunakam motor besar yang lagintrend sekarang. Karen sama sekali tak menyapa dirinya maupun Fifi, padahal mereka satu fakultas, bahkan Karen adalah teman sekelas Arta pada saat SMA, harusnya menyapa saja kan tidak masalah? Tapi itu tidak terjadi, mungkin malu bila menyapa Arta yang memakai motor butut itu.
"Ta, Karen kan temen sekolahmu? kok enggak pernah lihat dia ngobrol sama kamu? Atau nyapa kamu ya?"
"Iya Fi, mungkin dia lupa kalau aku dulu teman sekelasnya," balasku singkat.
Setelah sampai di kampus, Arta segera memarkir motornya. Lalu berjalan beriringan dengan Fifi menuju fakultasnya.
"Eh sekarang kan bulan April, Ta?" Fifi mengatakan.
"Memang kenapa ya Fi?" tanya Arta Heran.
"Lha, biasanya di kampus ada acara bersama anak-anak fakultas lain kan? Acara April Mop," penjelasan Fifi kepada Arta.
"Ah, aku enggak tertarik juga enggak pernah ikutan Fi, sendirian enggak ada teman nanti pas di acara jadi enggak nyaman. Ngapain disana?" celetukku.
"Ya, menyenangkan diri sendiri kan gak apa-apa Ta? Gak harus bawa gandengan? Anggap aja menghibur diri. Aku saja selalu ikutan. Asyik kok acaranya, kita makan-makan, terus penampilan-penampilan teman kita, atau kita juga boleh lho kalau mau unjuk gigi" jelas Fifi.
"Memang kamu selalu hadir? Wah ... kamu keren juga ya mau hadir di acara seperti itu? Aku kira anak-anak yang sudah punya pacar saja?" balas Arta pesimis.
"Nah kalau bisa meskipun kita jomblo. Kita harus tetap Percaya diri, kita harus bikin hidup kita happy, Ta? Kalau kamu mau ikutan, kita berangkat bareng saja agar enak ada teman ngobrol," ajak Fifi.
"Kalau ada temannya aku mau sekali-sekali ikutan Fi," balas Arta.
"Mau unjuk gigi enggak?"
"Unjuk gigi apa? Aku gak bisa apa-apa. Hahaa,"
"Mau nyanyi sama aku gitu?"
"Waaah ... Aku gak bisa nyanyi Fi. Hahaaa, kamu mau nyanyi emangnya?" tanyaku balik.
"Iya lah, aki sudah biasa nyanyi di acara ini, urusan di dengarkan atau tidak ya terserah mereka. Hahaa, yang penting happy saja kan?" terang Fifi.
"Waah hebat kamu Fi, kamu pemberani." Arta lamgsung duduk pada bangkunya. Begitu juga Fifi juga menuju kursinya. Mereka menyiapkan buku yang di perlukan untuk mata kuliah hari ini.
Arta nampak diam berfikir, ia sebenarnya juga senang menyanyi dulu waktu SMA, tapi cuma menyanyi di kamar mandi, tapi kata adik-adiknya suara Arta tidak jelek amat, bagus malah. Ia berfikir sekarang. Mumpung ada temannya Fifi, bisa juga nih kalau dirinya ikutan nyanyi, tapi mau latihan dulu di rumah, karena sudha lama dia tak pernah bernyanyi. Bahkan ia sudah lupa kapan ia terakhir bernyanyi menghibur hati. Meskipun di kamar mandi juga sudah tidak pernah. Mungkin karena bertambahnya usia jadi tak lagi seperti masa SMA dulu. Sekarang ia lebih serius dalam menghadapi sesuatu. Jarang bergurau atau bercanda seperti masa SMA dulu.