Chereads / The Title: Nevtor Arc - Second Phrase / Chapter 21 - Chapter 38 Back to Lanc City

Chapter 21 - Chapter 38 Back to Lanc City

Dengan selesainya konflik tadi, aku dan Clain turut membantu para warga desa mengambil kembali barang yang dicuri pada kereta kuda mereka yang ditinggalkan. Serta memperbaiki kerusakan ladang yang disebabkan oleh para bandit tersebut. Sampai waktu berlarut hingga siang tiba. Kami pun bergegas kembali ke rumah Clain.

Untuk sekali lagi, suasanaku sama seperti tadi pagi. Termenung duduk sendirian di teras depan rumah sembari memandangi awan-awan dihamparan langit biru. Hanya saja kali ini suhu lebih panas dari sebelumnya. Dan jika bertanya bosan atau tidak, tentunya saja aku bosan saat ini. Meski seorang yang berkepribadian individualis tapi jika sudah melebih batas akan risih juga. Bak kata pepatah, 'Sesuatu yang berlebihan itu tidaklah baik'.

Tak lama kemudian, suara pintu terbuka perlahan. Dari balik pintu pemuda berambut biru dongkar keluar dan berjalan mendekati kursi di samping kananku. Dia duduk seraya menghela nafas sesaat.

"Bagaimana kondisi ayahmu?" Tanyaku.

"Beliau baik! Hanya mengalami luka ringan saja. Saat ini, Ibu dan Creslia sedang menjaganya."

"Syukurlah!"

"Untungnya kita belum berangkat tadi pagi. Kalau tidak mungkin desa ini akan mengalami hal sama seperti Desa Naws waktu itu. Aku tidak dapat membayangkannya." Dia menghela nafas lagi. Meski sempat mengkhawatiran hal itu, namun di sisi lain dia juga tampak lega.

"Terlebih, tampak sosok berjubah tadi merupakan pria bernama Loudd yang mungkin penyihir ilusi yang dikatakan, Tuan Feek," tambah Clain.

"Yah, terlepas dari kemampuannya, tidak bisa dipungkiri jikalau itu memang dia."

"Sepertinya kita harus cepat kembali ke kota untuk melapor hal ini kepada, Tuan Feek!" Pemuda itu beranjak bangkit dari kursi.

"Tetapi, bagaimana kalau mereka kembali lagi?"

"Tenang saja, mereka mungkin tidak akan kembali dalam waktu dekat. Setelah tahu kalau kita berada di sini, mereka pasti berpikir untuk tidak menyerang sebelum memastikan."

Dia cukup santai menanggapi situasi saat ini. Tidak mengherankan jikalau dia yang terpilih menjadi pendamping Feek. Sifat mereka benar-benar sama miripnya.

"Baiklah, sekarang juga kita kembali ke kota!" Tegasnya.

***

"Kak Clain, apa Kakak harus kembali sekarang juga?" Gadis berkepang dua dan bergaun merah muda itu bertanya. Mimiknya tampak sedih.

Clain berjongkok mencoba menyamai tinggi tubuhnya dengan gadis kecil itu. "Iya. Karena ada hal yang harus kakak lakukan di sana. Tapi kakak berjanji, akan kembali lagi ke sini setelah urusan itu selesai dan juga mengajak Myna ke mana saja yang kamu mau," ujarnya seraya mengelus rambut sang adik dengan senyuman semanis gula.

"Benarkah?" Tanya Myna lagi. Matanya berbinar-binar menunggu jawaban.

"Tentu! Apapun akan kakak lakukan untuk Myna!" Sekali lagi, pemuda itu mengelus rambut gadis kecil dihadapannya tersebut.

Myna pun berseru senang setelah mendapatkan kata yang sangat menjanjikan dari sang kakak itu. Melihat tingkahnya tersebut, Clain dan Creslia tertawa kecil. Kemudian, pemuda itu bangkit dan mendekat wanita tua yang tak lain adalah ibunya.

Ucapan perpisahan ia lontarkan. Kemudian Clain pun memeluk hangat ibunya. Senyum pun senantiasa terukir di keduanya. Sungguh keharmonisan keluarga yang tiada tara.

"Jaga diri Ibu baik-baik ya."

"Ya, kamu juga jaga diri baik-baik di sana. Dan jangan sungkan untuk kembali jika kamu butuh bantuan. Kami dan warga desa pasti akan selalu siap membantumu!"

"Ya, terima kasih!"

Mereka saling melepas pelukan. Tatapan pemuda berambut biru dongkar itu pun berpaling pada sang kakak yang tidak bisa membendung air matanya.

"Kakak?"

Sontak ucapan itu membuat kaget Creslia. Dia kemudian menyeka air matanya yang membasahi pipi lalu tersenyum kecil. "Maaf! Kakak jadi harus menunjukan hal yang tidak diinginkan ya," ujarnya.

"Tidak juga! Justru melihat itu, aku tahu bahwa Kakak memang menyayangi diriku. Juga akupun tahu kalau Kakak selalu mengkhawatirkanku." Pemuda itu tersenyum sambil mengepalkan tangan dan mengangkatnya setinggi dada. "Tetapi tenang saja. Aku pasti akan menjadi Title terkuat agar bisa melindungi kalian beserta desa ini dan bahkan seluruh Sektor. Jadi Kakak tidak perlu mengkhawatiran hal itu lagi."

Dengan kata pendorong yang meyakinkan itu, Creslia pun menghela nafas terselimuti kelegaan dan tersenyum simpul. "Ya. Semoga kau menjadi seorang Title terkuat yang bisa menolong siapapun di dunia ini, Clain!"

"Tentu, aku akan pastikan itu!"

Selepas perpisahan penuh kesedihan itu, kami beranjak menaiki kereta kuda. Clain di kursi pengendara sedangkan diriku di kursi belakang.

Setelahnya, pecutan tali pelan pun dilakukan sang kusir. Kuda meringkik dan roda mulai berputar perlahan. Menyisir jalan setapak yang disetiap langkahnya terdapat lambaian tangan para warga desa. Bahkan ucapan, 'Terima kasih!', 'Sampai jumpa!', dan 'Semoga perjalanan kalian menyenangkan!' pun terlontar dari mulut mereka. Hingga semuanya berakhir tatkala kendaraan kami tiba di gerbang desa.

***

Matahari bergerak perlahan ke arah barat. Di bawah garis cakrawala, hari yang semula panas kini sedikit sejuk.

Roda berjalan melewati jalur padang bunga yang saat ini hening tidak ada satupun makhluk hidup seperti waktu berangkat kemarin. Kemudian, setiba di medan bergelombang kereta kuda berguncang-guncang untuk sesaat. Tatkala lamanya melewati rute itu, akhirnya kami tiba pada gerbang timur Kota Lanc. Cahaya dari lampu-lampu jalan pun menerangi langkah demi langkah kendaraan kami. Juga hiruk pikuk warga kota yang tengah berjalan santai di trotoar. Suasana yang berbeda sekali dengan pedesaan. Juga membuat rindu. Meski baru satu hari meninggalkan tempat ini. Memang, bak kata pepatah, 'Rumahku, Istanaku'.

Roda kendaraan terhenti tepat di aula asrama. Akupun lantas beranjak turun dari kereta. Lantaran harus melapor ke markas Title Knight, Clain kembali memacu kereta. Kendaraan itu bergerak lagi dan menjauh ke arah utara.

Diriku berjalan masuk ke asrama. Namun, kembali terhenti tatkala pandanganku melihat seseorang yang mendekat. Sosok yang sudah lama sekali tidak kujumpai. Bahkan tatapan dinginnya masih saja sama. Tidak berubah sedikit pun.

Langkah gadis berambut ungu itu terhenti tepat di teritoriku. Keheningan pun menyeruak setelahnya. Raut dinginnya seakan membeku'kan atmosfir sekitar. Terlebih, iris mata amethyst itu pun langsung menusuk bola mataku yang merah dan biru ini. Sudah lama sekali tidak merasakan itu.

"Kau terlihat lelah sekali. Apa habis pergi ke suatu tempat?" Spontan saja, pertanyaan terlontar dari mulutnya. Masih menggunakan tatapannya yang sama. Namun suara yang lembut sekali.

"Aku baru saja sampai dari kampung halaman, Clain."

"Begitu ya. Kupikir kau baru kembali dari sebuah misi."

Ada apa dengannya? Nada suara dari gadis itu semakin lama makin lembut. Tidak seperti waktu di ekspedisi. Apakah dia benar-benar, Aurora yang asli? Ataukah seseorang yang sedang menyamar menjadi dirinya?

"Kau lupa ya. Kita sedang dibebas tugaskan, bukan?"

"Ya, kau benar juga!"

Suasana sunyi kembali. Di sisi lain, aku telah gagal mendapat kesempatan untuk kabur dari kondisi saat ini, lantaran gadis tersebut masihlah menatapku lekat.

"Oh iya, Nevtor! Sebenarnya aku ...."

Mendadak ucapan gadis itu tersendat. Matanya berkedip dua kali. Rautnya dingin pun berubah sedikit pun memerah. Dia kemudian menunduk dan memalingkan wajahnya ke samping. Sisi lain dirinya yang tidak pernah kulihat. Yah, dia memang terlihat imut dan manis saat ini.

"Sebenarnya?" Tanyaku.

Aurora mengangkat wajahnya seketika. "Eh, tidak apa-apa. Maaf!" Ujarnya spontan.

Gadis itu pun kembali berjalan ke arah timur. Sulit untuk menerka isi hatinya. Juga sukar untuk mengetahui ke mana dia akan pergi.

Dia ... benar-benar memiliki kemisteriusan yang sempurna.