Dokter Rizal tampak mengerutkan keningnya melihat rekam medis milik Bryan beberapa bulan ini.
"Bagaimana dengan trauma saya, Dokter?" tanya Bryan, cukup penasaran dengan diamnya Dokter Rizal.
"Setiap bulannya kamu masih suka mengingat kejadian itu?" bukannya menjawab Dokter Rizal malah bertanya balik kepada Bryan tentu saja lelaki itu menganggukan kepalanya.
Dokter Rizal menatap ke arah Bryan kemudian membuka suaranya. "Trauma kamu semakin parah Bryan, seharusnya kamu tak mengingat trauma itu setiap satu bulan sekali karena kamu sudah melakukan hipnoterapi berkali-kali."
Bryan terdiam, traumanya itu memang sulit sekali ia lupakan meskipun Bryan sudah meminum obat yang diresepkan oleh Dokter Rizal dan melakukan hipnoterapi berulang-ulang.
"Saya coba lakukan hipnoterapi untuk kali ini, kamu harus mencoba terbuka kepada seseorang Bryan itu akan lebih memudahkan kamu untuk melupakan trauma itu," kata Dokter Rizal sambil mencatat di sebuah kertas kecil.
Kini Dokter Rizal bangun dan meminta Bryan untuk tiduran di atas ranjang agar bisa melakukan hopnoterapi.
***
Kalea baru saja akan memejamkan kedua matanya tapi karena suara ponsel yang berdering membuatnya harus melihat siapa yang menghubunginya malam-malam seperti ini.
Kening Kalea mengkerut melihat Bryan yang menghubunginya pukul dua malam, Kalea terdiam sejenak apakah Bryan akan membahas sebuah pekerjaan penting di malam-malam seperti ini.
Tanpa berpikir lama lagi Kalea langsung menjawab panggilan dari Bryan. "Hallo," sapa Kalea.
"Maaf, saya ganggu kamu tidur ya?" tanya Bryan.
Suaranya terdengar aneh di telinga Kalea. "Nggak juga sih, ada apa Bry?" tanya Kalea.
Tak ada jawaban dari mulut Bryan membuat Kalea penasaran, Bryan dan dirinya cukup dekat dan beberapa kali Bryan juga cukup terbuka kepada Kalea sebuah kebahagian tersendiri bagi Kalea bisa semakin dekat dengan lelaki itu.
"Hallo Bry, kamu masih ada, kan?"
"Hmm-mh, saya cuman butuh teman ngobrol," kata Bryan setelah hening beberapa saat.
Kalea mengulum senyumannya tak menyangka jika Bryan akan menghubunginya ketika ia butuh teman untuk berbicara.
"Tapi saya takut ganggu kamu ini kan jam istirahat," sesaat kemudian Bryan mengatakan hal itu.
"Saya juga kebetulan lagi nggak bisa tidur Bry, kalau kamu mau ngobrol saya bisa nemenin kamu," kata Kalea.
Mungkin jika Bryan melihat Kalea saat ini akan ilfeal karena Kalea sambil tersenyum sendiri dan memukul-mukul kasur dengan kakinya.
Saking Kalea terlalu bahagianya dengan telepon dari Bryan. "Tuhan lama juga nggak apa-apa kok, hamba rela gadang semalaman," guman Kalea dalam hati.
Bryan terkekeh sebentar suara renyah dari mulut Bryan terdengar sangat merdu di telinga Kalea, sejenak tubuh Kalea berdesir hebat mendengar Bryan yang seperti itu tak menyangka jika Bryan yang super dingin dan cuek itu bisa terkekeh serenyah itu.
"Saya kadang-kadang suka mikir, gimana kalau kamu mendadak berhenti menjadi PA saya?" tanya Bryan.
Kalea terdiam sejenak kemudian menggelengkan kepalanya. "Kok bisa berpikiran seperti itu?" tanyanya.
"Kamu juga tau, kan? Aturan saya itu banyak sekali gosip tentang saya juga buruk dan banyak lagi tentang gosip saya yang sudah menyebar luas tapi kamu masih anteng-anteng aja berkerja dengan saya," ucap Bryan.
"Bukannya justru bagus ya, berati saya bekerja sama kamu karena memang satu visi misi," sahut Kalea.
Bryan menganggukan kepalanya, malam ini sesak dan gelisahnya perlahan menguap setelah bertemu dan melakukan hipnoterapi tadi Bryan tak bisa memejamkan matanya.
Satu-satunya yang terlintas di otak Bryan saat tadi adalah menghubungi Kalea dan Bryan bersyukur Kalea bisa menemaninya.
"Iya, tapi saya nggak tau kamu bakalan bertahan berapa lama. PA saya paling bertahan lama itu tiga bulan," suara kekehan Bryan terdengar kembali membuat Kalea ikut tersenyum.
"Saya tergantung uang lemburannya sih Bry, time is money."
Keduanya kemudian tertawa entah dibagian mananya yang terdengar lucu tapi obrolan itu terus berlanjut sampai-sampai Kalea tertidur karena Bryan yang bercerita tentang pekerjaannya.
Seperti sebuah lagu pengantar tidur untuknya Bryan sampai harus beberapa kali memanggil Kalea.
"Kamu tidur ya?" tanya Bryan pelan.
Terdengar suara dengkuran halus, Bryan kemudian tersenyum. "Selamat tidur Kalea, terima kasih sudah menemani saya," gumannya.
Kemudian sambungan telepon pun terputus Bryan langsung menuju ranjangnya masih ada beberapa jam untuk ia tidur sebelum pagi harinya Bryan harus menuju kantor.
"Sial!" Kalea mengacak-ngacak rambutnya.
Ia sadar semalam ia tertidur ketika sedang mengobrol dengan Bryan, entah kenapa bisa seperti itu padahal Kalea sudah sekuat tenaga menahan ngantuknya.
Sambil mengigit jari-jari kukunya Kalea mengirimkan pesan kepada Bryan.
[Kalea: Bry, sorry semalam aku ketiduran.]
Kalea tentu saja gelisah karena ia harus menunggu pesan itu terbaca oleh Bryan, taka kemudian Kalea langsung mendapatkan balasan.
[Bryan: It's okay Kalea, semalam saya juga udah ngantuk kok. Kamu berangkat jam berapa ke kantor, tolong bawakan saya kopi.]
[Kalea: Sebentar lagi, oke Bry nanti saya bawakan.]
Kalea kemudian menutup room chatnya dengan Bryan lantas segera menuju kamar mandi dan bersiap-siap untuk segera berangkat ke kantor.
Banyak pekerjaan hari ini belum lagi siang ada meeting maraton, Kalea memang tak pernah lama-lama untuk mandi ia hanya butuh waktu 15 menit.
***
Senyum Kalea sangat cerah mengalahkan matahari pagi ini, Fay yang kebetulan akan membali kopi di lantai dasar pun langsung mengerutkan keningnya.
"Cerah banget, abis ketemu siapa?" tanya Fay.
Kalea langsung terkikik geli kemudian kepalanya celingukan. "Semalem abis teleponan sama Bryan," bisiknya.
Kedua mata Fay langsung membulat. "Bukan ngarang-ngarang cerita, kan?"
Kalea tentu menggelengkan kepalanya mana mungkin ia mengarang cerita soal Bryan bahkan jika waktu Kalea banyak ia ingin bercerita tentang obrolannya semalam dengan Bryan.
Sebagai bukti Kalea kemudian merogoh ponselnya dan menunjukan jejak digital semalam, jika di beri bukti seperti itu tentu saja Fay percaya.
"Gila sih," komentarnya.
"Memang ya, kalau kita menyukai sesuatu itu harus meminta sama tuhan dengan sungguh-sungguh biar bener-bener di kabulkan," kekeh Kalea.
Fay mendengus jengah. "Jangan kepedean dulu deh Kalea, nanti siapa tau aja harapan kamu nggak sesuai dengan kenyataan."
"Kok malah nyumpahin sih, bukannya ngedukung sahabatnya gitu."
"Bukan begitu maksudnya, tapi siapa tau aja, kan?"
Kalea hanya mencebikan bibirnya kesal, kopi yang Kalea pesan telah siap.
"Duluan ya, udah ditungguin nih," sambil mengedipkan sebelah matanya Kalea langsung pergi meninggalkan Fay sendirian.
Kalea berpapasan dengan beberapa orang staff ia hanya tersenyum menyapa mereka dengan ramah, meskipun Kalea masih sering mendapatkan bisikan-bisikan yang tak mengenakan.
Namun Kalea hanya membiarkannya begitu saja, seperti yang Bryan katakan semalam banyak sekali yang tak menyukainya banyak sekali orang yang ingin menjatuhkannya tapi sampai detik ini Bryan masih bertahan di Sunrise Corp.
***
Bersambung