-----Makan Siang
Aku sudah berusaha mengelak agar tidak makan siang bersama Noah. perintah memang berkuasa didalam hidupku. Alhasil beberapa karyawan melihatku sedang makan berdua bersama Noah dikantin. Aku memohon pada karin untuk menemaniku, sialnya Noah melarang karena karin sudah selesai makan siang. Pasti semua karyawan sudah membicarakan yang tidak-tidak tentangku sekaran. Gosip hangat sudah menjadi makanan bagaikan sayur tanpa garam bagi karyawan di kantor ini.
"cepat habiskan makananmu. Masih banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan. kau tidak perlu malu-malu dengan cara makanmu" ucap Noah membuyarkan lamunanku. Aku memutar bola mataku malas, apalagi ini makna dari ucapan Noah?. "maaf pak? Malu dengan cara makan saya gimana ya?" tanyaku ramah. Entah sejak kapan aku mahir menahan kesal dan amarahku di depan Noah. aku seperti mendapatkan sifat baru dalam hidupku
"kebanyakan wanita memilih untuk menjaga penampilannya meskipun sedang makan. mereka harus tetap cantik saat menyuap makanan. Pada akhirnya mereka hanya menjadi lamban dan bertindak sepertir robot. Saya sudah selesai makan, saya duluan. Kalau kamu sudah selesai, cepat kembali ke ruangan" perintah Noah dan berlalu pergi
Aku meremas sendokku geram, dosa apa yang aku lakukan di masa lalu sampai bertemu dengan pria mengesalkan seperti itu. padahal awal bertemu dan perkenalan dia terlihat ramah, sopan dan elegan. Kenapa sekarang menjadi pria menyebalkan, terlalu banyak aturan dan dingin seperti itu. aku rasa Noah yang lebih pandai memakai topeng ketimbang diriku
"kenapa kamu dan CEO baru kita bisa duduk berdua untuk makan siang, sama Pak Ling nggak pernah tuh makan siang berdua" tiba-tiba saja Sonya datang dan duduk didepanku, lebih tepatnya ditempat duduk Noah tadi. Aku langsung melepaskan sendokku, nafsu makanku mendadak terbang ke akhirat.
Yah, Sonya terkenal akan biang gossip. Ia salah satu yang berada di staff keungan. Apapun kabar yang sonya dengar dari luar, dengan antusias akan ia sebarkan dikantor, tanpa mem filter kabar itu terlebih dulu. beberapa orang paham akan sifat sonya, namun beberapa lagi memilih untuk tetap berteman dengan sonya. Sonya menjadi wakil kepala keuangan, paras yang cantik dan uang yang sonya mililki mampu menenggelamkan hal buruk tentangnya
Meskipun mereka yang berkeliaran disekitar sonya hanya parasit dengan ilmu penjilat tingkat tinggi. Aku menyilangkan tanganku di dada, bersikap se cuek mungkin. Kehidupan kantor cukup keras disini. kalau aku tidak bersikap tegas, boleh jadi aku yang di injak habis-habisan "kenapa nggak tanya pak Noah aja?" ucapku balik bertanya
Garis senyuman merendah terlukis di wajah Sonya "bakal ada berita seru nih" sindir Sonya. Aku berdehem, meskipun didalam dadaku sudah berdebar, tapi aku tidak akan mudah terbaca begitu saja. intinya sebelum ditindas lebih baik menindas lebih dulu dalam situasi seperti ini "hmm gitu ya? Emang kamu udah tau sifat pak Noah gimana? Hari ini hampir ada karyawan yang dipecat loh. Cuman gara-gara nggak sengaja NYENGGOL sepatu pak Noah. kebayang nggak kalau mulut indahmu itu disobek sama pak Noah?" ucapku memberikan tekanan pada setiap kalimatku
Alhasil Sonya terdiam menahan dirinya, giliranku yang tersenyum angkuh. Aku melirik keadaan sekitar, muak rasanya orang-orang disini masih saja menatapku, sudah seperti melihat wanita yang bertelanjang ditengah umum saja "aku mau kembali ke ruanganku. Makasih udah buat aku kenyang" ucapku pada sonya dan berlalu pergi.
Sebenarnya, aku tidak ingin ada permusuhan dengan orang-orang dikantor. Tapi beberapa dari mereka justru membuat lingkaran yang mengharuskan aku untuk memilah siapa yang pantas dekat denganmu. Begitupun Sonya, persainganku menjadi sekretaris CEO dulu sangat ketat. Sonya dikabarkan sebagai calon terkuat. Entah apa yang dilihat pak Ling dariku, dan akulah yang menjadi terpilih. Sejak saat itu hubunganku dan Sonya tidak pernah baik
Sekembalinya ke ruangan, aku langsung minum obat migrainku, helaan nafas berat aku hembuskan. Untuk sejenak aku menyandarkan kepalaku ke sandaran kursi "psst,psttt Ona? Gimana? Makan siangnya enak?" Karin memanggilku. Aku tidak menghiarukannya, lebih baik aku memijit kepalaku yang sekarang sakit sebelah. Semoga saja Sonya menjaga ucapannya, bisa gawat kalau istri Noah mendengar kabar yang tidak-tidak. sampai sekarang aku bahkan belum yakin kepribadian istri Noah seperti apa
Selang beberapa waktu, ketika detik jam hampir menunjukkan angka jam pulang kerja. Telfon diatas mejaku berdering "ona keruangan saya" perintah Noah. dan yang bisa kulakukan berjalan dengan lenggok yang manis menuju ruangan Noah "permisi pak. Ada apa pak?" tanyaku. Noah memberikan lima map berwarna biru, dua diantaranya berisi berkas yang cukup banyak "kamu salin ini semua dalam satu file, dan semua jenis bahan-bahannya kamu bikin dalam satu table lalu bentuk ke pdf" perintah Noah
Demi meteor yang menghujani ladang gandum "pak, untuk apa ya pak kalau saya boleh tau?" tanyaku memastikan. Noah menatapku lekat "untuk jaga-jaga kalau saya butuh. Dua hari dari sekarang sudah harus kelar" pinta Noah. aku berdecak tidak terima "kalau tidak terlalu penting lain kali saja ya pak saya kerjakan. Besok kan libur kerja pak. Saya butuh istirahat pak" ucapku memohon keringanan
"kamu tau Ona? Kamu selalu membantah apa yang saya perintahkan. Ini kan juga pekerjaan. Saya sudah putuskan kalau itu nilai minus buat kamu" Noah mengambil buku catatan kecil dari lacinya, ia mencatat sesuatu disana "saya nggak ada maksud buat membantah kok pak. Maksud saya, hanya mencari jalan keluar saja pak" aku masih membela diriku. Noah mendesah berat "sudahlah, kerjakan saja" Noah bersiap untuk keluar dari ruangannya
"pak,pak tunggu pak. Yang bapak catat tadi apa ya?" tanyaku pensaran. Noah tersenyum sinis padaku, bulu romaku sampai berdiri melihat senyuman itu "itu catatan untuk skor pekerjaan kamu. Sudah banyak minusnya. Semakin hari saya semakin nggak yakin kamu sebaik yang dikatakan kakek. Lama-lama saya butuh sekretaris baru" Noah menggelengkan kepalanya lalu pergi
Sontak semua map yang aku pegang jatuh kelantai, aku terperangah, kaget dan syok mendengar pernyataan yang tidak adil dari Noah "tunggu dulu, dari pagi aku disuruh hal yang aneh mulu, aku bantah ternyata aku yang salah? Wah wah, udah nggak bener ini isi otak tu orang, anak siapa sih dia?. Ya ampun, pas tuhan bagi-bagi hati dia kemana sih?" gerutuku kesal
Dengan berat hati aku memungut kembali semua map itu dan memutuskan untuk membawa map itu pulang. padahal aku sudah membayangkan berbaring diatas kasur empuk besok, menikmati liburku. Aku bahkan sudah menyelesaikan semua pekerjaanku. Kalau bukan karena perintah konyol Noah ini, waktu liburku pasti tidak akan terusik.
"karin, aku pulang duluan" ucapku sayu. Aku membawa semua map ditanganku saja sudah seperti menggendong beban seumur hidup "yang sabar Ona, hidup ini memang keras" batinku dalam hati
********
Aku menghela nafas lega ketika motorku sudah terparkir di teras rumah. mataku beralih ke mobil berwarna silver yang terparkir tepat di depan rumah "mobil siapa ya?" ucapku melirik ke berbagai arah. Mungkin seseorang parkir mobil sembarangan, ketika aku sibuk mencari pemiliki mobil Jesika datang menghampiriku "Ona, Ona" ucap jesika tergesa-gesa.
"kenapa jes? Eh ini mobil siapa?" tanyaku. Jesika mengatur nafasnya, ia menepuk-nepuk dadanya untuk menghilangkan sesak nafas nya "itu ada tamu, katanya dari Indonesia. Tampan banget ya ampun Ona. Kayaknya sengaja datang kesini deh, diundang sama nenek kamu" Jesika menjelaskan. Daripada menanggung rasa pensaran yang menjadi-jadi lebih baik aku melihat sendiri siapa tamu yang dimaksud Jesika
"mama, ona pulang" teriakku berharap mama datang menghampiriku. Aku meletakkan map yang kubawa diatas meja bundar disebelah pintu masuk, berat juga semakin lama aku membawanya. Selang beberapa menit mama datang menghampiriku "sayang, hmmm capek ya? Mandi dulu gih" ucap mama padaku. aku melihat kembali ke mobil yang terparkir di depan rumah "ma, itu mobil siapa?" tanyaku. Mama justru melihat ke arah ruang tamu "hmm itu, mobilnya Andri. Dia berkunjung kesini" jawab mamaku
Entah kenapa aku merasa tidak asing dengan nama itu. seperti pernah mendengar hanya saja sudah terlalu lama berlalu "Andri siapa?" tanyaku penasaran, mendadak aku mendengar nenek memanggil namaku "Ona, kesini dulu" pinta nenekku. Sekilas aku melihat mama, dan mama menganggukkan kepalanya seolah-olah juga menyuruhku menghampiri nenek. Tanpa merasa curiga aku melangkah menuju ruang tamu
Disinilah aku sedikit terkejut ketika melihat seorang pria yang wajahnya tidak asing bagiku. Jika kugambarkan pria itu memiliki raut wajah seperti artis Indonesia Vino Bastian, hanya saja ia memakai kacamata "oh, ada tamu ya nek" ucapku langsung berbasa-basi. Nenek memintaku untuk duduk didepan nenek "kamu masih ingat dia nggak? Ini nak Andri. Dia diterima bekerja jadi dokter disalah satu rumah sakit di kota. Sekarang udah pindah ke singapur. Ini teman masa kecil kamu loh" nenek menjelaskan padaku.
Aku melihat wajah Andri lekat, ia tersenyum padaku sementara aku berusaha menggali masa laluku untuk mengingat siapa sosok Andri dalam hidupku. "kucing nggak bisa turun dari pohon" ucap Andri tiba-tiba. mendadak aku teringat kalau dulu pernah menangis karena kucing kesayanganku si momo nggak bisa turun dari atas pohon mangga.
Ada seorang cowok yang dengan gagahnya menawarkan bantuan padaku. cowok itu berhasil membuat momo turun meskipun cowok itu sempat jatuh terpeleset karena melompat dari atas pohon ke bawah. Alhasil kaki cowok itu terkilir dan ia tidak bisa berjalan selama beberapa minggu. Sejak saat itu aku dan dia jadi teman dekat ketika usia ku saat itu masih 11 tahun "ohhh, kamu" ucapku girang
Andri dengan santainya menganggukkan kepalanya sembari tetap tersenyum santai "wahh, nggak nyangka sekali. Kamu kok jadi gini" ucapku pangling. Maksudku Andri lebih tinggi dan berbadan dariku. padahal zaman dulu aku yang lebih tinggi dari Andri.
"dia ini cucu teman nenek, kan dulu sering kerumah makanya bisa main sama kamu. Tapi semenjak kita pindah ke singapur ini kan jadi jarang ketemu ya nak Andri yah" ucap nenek ramah. Ada sedikit rasa senang karena mendadak aku seperti kembali ke masa kecil. Masa dimana beban hidupku saat itu hanyalah menjaga momo kucing kesayanganku. Tidak seperti sekarang, ketika aku sibuk membantu mama mencari uang demi keluargaku
"yasudah, nenek tinggal sebentar yah" ucap nenek. Mendadak suasana canggung tercipta saat hanya aku dan Andri saja yang diruang tamu. Tentu saja rasanya tidak seperti masa kecil lagi. kami sudah sama-sama dewasa sekarang " kamu sekarang kerja jadi sekretaris yah, aku fikir kita nggak bakal ketemu lagi loh. aku juga nggak nyangka pas nenekku telfonan sama nenekmu, aku baru tau kamu tinggal di singapur juga" andri memulai pembicaraan
"oh iya, yah gimana lagi yah. Beruntung sih keterima kerja di sini" jawabku canggung, aku sempat menghirup aroma tubuhku. Seharian bekerja dan berlarian kesana kemari takutnya membuat badanku jadi bau. "nggak bau kok, tetap wangi dan cantik" puji Andri padaku, seolah-olah mengerti apa yang sedang aku khawatirkan. Wajahku pasti sudah merona merah seperti buah tomat menahan malu
"ha, hahah yah, yahh makasih" aku jadi salah tingkah tidak menentu. Aku melirik ke berbagai arah, kenapa mendadak rumah jadi sepi sih sampai mataku beralih melihat ke arah pintu masuk rumah. nenek, jesika dan mama seperti mengintipku dari sana. Aku baru sadar kalau mereka memang sengaja meninggalkan aku dan andri berduaan saja.
"hmm boleh tukeran no Wa nggak? Siapa tau kita bisa ngobrol lagi" tanya Andri padaku. aku merasa berat hati, tapi Karena Andri teman semasa kecilku akhirnya aku mau tukaran nomor. Andri itu dulu lucu, imut aja gitu, sekarang auranya lebih menekanku, seperti wah pria ini tampan tapi aku nggak tertarik. Entahlah, apa aku sudah mati rasa. yang pasti aku menghargai siapapun yang mau berteman denganku. Perihal hubungan ini berjalan seperti apa kedepannya, aku rasa itu bonus yang akan kuterima dimasa depan
Cukup lama aku dan Andri saling ngobrol soal kehidupan disingapur, pekerjaan dan sempat membahas beberapa hal. Setelah itu barulah Andri berpamitan pulang dan menjanjikanku untuk bertemu denganku lagi. aku menghela nafas lega sembari menyandarkan kepalaku di sofa "ahhhh" sahutku lega. Nenek, mama dan jesika datang menghampiriku "gimana?" tanya nenek padaku
Aku bergantian melihat ke arah mama, jesika dan kembali ke nenek "Gimana apanya Nek?" aku balik bertanya. Nenek berdecak kesal padaku "Kamu gimana sama Andri? Udah berhasil bikin dia suka sama kamu belum? Kalau udah jangan ditunggu lagi. segerah nikah" ucap nenek telak. Sontak aku terparanjat kaget, begitupun mama dan jesika. Tapi nenek malah bersikap santai seolah-olah apa yang nenek katakan padaku bukan masalah besar
"nek? Aku sama dia baru ketemu loh setelah sekian lama. nggak mungkin lah dia langsung suka. Kan aku udah pernah bilang juga, aku nggak ada rencana mau nikah cepat nek." Bantahku. Nenek memutar bola matanya malas "kamu cari suami seleranya nggak usah tinggi gitu. Nikah aja sama yang ada di depan mata. Pacaran nggak menjamin pernikahan bertahan lama juga kan? Buat apa buang-buang waktu. lihat mamamu, pacaran sama papamu ternyata gimana? Malah udah mau cerai juga kan" sahut nenek
Hatiku ter iris mendengar ucapan nenek, hariku hancur dikantor, dan mendadak dirumahpun aku dilempar kerikil seperti ini. lalu dimana lagi tempat yang bisa membuatku tenang?