Chereads / Garis Depan / Chapter 5 - Jangan lupa minum!

Chapter 5 - Jangan lupa minum!

Memasukkan sepedanya kedalam rumah, Rei segera mengunci pintu dan gerbang pagar rumahnya. Membawa tubuhnya yang penuh keringat, Rei berjalan menuju kamar mandi yang berada di ruang bawah tanahnya.

"Hah... Setelah melewati hari yang melelahkan seperti ini, mandi dan tidur siang adalah satu-satunya hal yang aku perlukan."

Membuka keran air yang ada pada bak mandinya, Rei kaget saat melihat tidak ada air yang keluar dari sana.

"Eh, tunggu dulu! Jangan bilang kalau listriknya padam!" Berlari ke luar kamar mandi, Rei mencoba menyalakan beberpa saklar lampu untuk mengetahui keadaan listrik.

Setelah dia memastikan bahwa listrik memang telah padam, Rei hanya dapat menepuk jidatnya dengan rasa penyesalan. "Aduh... Bodohnya aku, sudah jelas listrik akan padam dalam keadaan seperti sekarang. Seharusnya aku langsung mengisi persediaan air ku saat listrik belum padam pagi ini."

Menggelengkan kepalanya, Rei membongkar semua isi tas ranselnya. "Hah... Baru saja aku pulang, sekarang sudah harus pergi lagi mencari air."

Mengambil sebungkus susu protein yang dia bawa, Rei membuat satu porsi susu protein untuk dia minum. "Dari pagi aku belum makan, susu protein ini paling tidak bisa jadi sumber energi sementara untukku."

"Keadaan seperti ini tidak boleh terus berlanjut. Kalau aku mau badanku jadi lebih besar, aku harus mengkonsumsi kalori yang berlebih."

"Aku harus mencari sumber makanan karbohidrat di perjalanan nanti."

Setelah meminum susu proteinnya, Rei berjalan mendorong sepedanya keluar dari rumah dengan membawa tas ransel yang berisi banyak botol air yang telah kosong. Botol - botol ini merupakan bekas botol mineral yang dia gunakan saat mengurung diri selama ini.

"Tadi masih ada beberapa botol air mineral di minimarket, tapi anggota TRH pasti sudah mengambilnya saat sadar listrik telah padam."

"Apa aku cek di area pecinan aja ya? Disana ada banyak ruko, barang kali masih ada air minum yang tersisa di sana. Kalau aku beruntung mungkin ada ruko yang menggunakan genset untuk aku gunakan."

Bersepeda ke arah yang berlawanan dengan arah menuju minimarket, Rei tanpa sadar melewati kolam ikan berukuran besar yang di miliki oleh salah satu orang kaya di kompleknya.

"Oh iya ada kolam ikan di sini, harusnya aku mancing aja tadi di sini kalau mau cari makan. Sudahlah, sekarang prioritas utamaku untuk mencari air! Fokus Rei, fokus!"

Rei kembali memfokuskan perhatiannya ke jalan dan aktivitas yang mencurigakan di sekitarnya. Walaupun dia sekarang sudah memiliki linggis sebagai senjatanya, bukan berarti dia lansung menjadi jagoan.

Dia harus tetap berhati-hati agar kejadian seperti sebelumnya tidak terulang.

Setelah bersepeda kurang lebih lima belas menit, Rei akhirnya sampai di area pecinan yang berada tidak terlalu jauh dari komplek rumahnya. Melihat ruko yang berjejer di sepanjang jalan, Rei semakin optimis bahwa dia akan berhasil membawa pulang air minum.

"Oke... Lebih baik aku cek warung gorengan yang ada di depan, siapa tahu masih ada makanan di sana."

Memarkirkan sepedanya di dekat warung gorengan, Rei berjalan mendekati pintu warung tersebut. Saat mencoba membuka pintu warung gorengan, Rei sadar bahwa warung itu dalam keadaan terkunci.

"Tipikal orang Indonesia, walau sedang ada musibah sebesar ini harta tetap nomor satu." Mengambil linggis di ranselnya, Rei berusaha membuka pintu yang terkunci dengan sekuat tenaga.

Beberapa menit telah berlalu, tetapi pintu warung masih belum saja terbuka. "Kurang ajar, kenapa lebih sulit dari yang terlihat. Sudah aku duga, aku tidak boleh terlalu percaya dengan film"

Menarik napas yang dalam, Rei mencoba sekali lagi membuka pintunya dengan sekali hentakan yang sangat kuat.

"BAAM!" pintunya akhirnya terbuka, memperlihatkan isi warung gorengan yang gelap ke hadapan Rei.

"Mari kita lihat apa yang aku dapat setelah semua usahaku tadi." Menggunakan lampu senter di telepon cerdasnya, Rei berjalan menyusuri ruangan warung gorengan ini.

Di sini dia melihat beberapa gorengan yang telah membusuk, beberapa tandan pisang tanduk yang belum di kupas, sebotol kecap dan saus, dan sebuah dispenser air.

"Akhirnya ada makanan!" Rei yang sedang kelaparan segera menyingkap karung yang menutupi pisang tanduk di depannya.

Tanpa menggorengnya terlebih dahulu, Rei dengan lahapnya menghabisi empat buah pisang tanduk dalam sekali duduk. Setelah merasakan perutnya sudah terisi, Rei akhirnya mengecek ke adaan dispenser air mineral di sana.

Menggoncang galon yang ada di atas dispenser air itu, Rei mendapati galonnya setengah kosong. "Wah... Aku lagi beruntung kayaknya, dengan begini kebutuhan makan dan minum ku sampai lusa sudah terpenuhi!"

Menggunakan botol air mineral yang dia bawa, Rei berhasil mengisi enam botol air sampai penuh. Dia kemudian memasukan semua tandan pisang yang ada di sana setelah mengeluarkan botol yang tidak terpakai.

"Mumpung hari masih terang, sebaiknya aku mencari gedung sekitar sebelum kembali." Memakai ranselnya, Rei berjalan mendorong sepedanya ke ruko elektronik terdekat.

"Karena listrik padam, nanti malam pasti ruang bawah tanah ku akan sangat gelap. Penakut seperti aku tidak akan bisa tidur dalam keadaan seperti itu." Oleh karena itu Rei berharap dia menemukan senter yang bisa dia pakai untuk penerangan nanti malam di toko elektronik.

Memarkirkan sepedanya di dekat ruko elektronik, Rei berjalan memasuki ruko itu dengan linggis berada di tangan.

Rei mulai mengerutkan keningnya saat melihat kondisi dalam ruko yang telah berantakan. "Kelihatannya, sudah ada yang menjarah ruko ini sebelumnya. Semoga mereka masih menyisakan sesuatu untukku."

Menyusuri bagian dalam ruko elektronik, Rei mendapati semua senter, dan baterai telah habis di gondol orang. Bahkan beberapa mesin cuci dan kulkas sudah di bawa oleh para penjarah sebelum dia.

"Hah... Inilah nasib kalau start belakangan, habis semua barang sudah di jarah orang." Menghela napasnya, Rei berjalan ke tumpukan benda satu-satunya yang masih utuh, tumpukan lampu.

Rei melihat sebuah lampu yang memiliki bentuk prisma segitiga berbeda dangan lampu lainnya.

Mengambil kotak pembungkus yang berada di bawahnya, Rei membaca keterangan yang telah tertera di sana. "Lampu bertenagakan surya? Di lengkapi dengan sensor pergerakan? Eh, ini lah yang aku cari!"

"Dengan lampu ini aku tidak perlu khawatir tentang pencahayaan aku di malam hari! Sekarang aku sudah bisa pulang, tidak ada lagi yang perlu aku cari di sini." Memasukkan semua lampu surya yang ada kedalam ranselnya, Rei berjalan keluar dari ruko itu.

Akan tetapi langkahnya terhenti saat mendengar langkah kaki dari luar ruko. Mencari tempat gelap untuk bersembunyi, Rei mengendap-endap dan berjongkok di antara kardus mesin cuci.

'Ada siapa di luar? Dari suara langkah kakinya, tampaknya ada lebih dari satu orang di luar.'

Menjawab rasa penasaran Rei, lima zombie berjalan masuk ke gedung ruko dirinya bersembunyi. 'Ya ampun, satu zombie saja aku hampir lewat tadi. Sekarang ada lima, nyerah saja sudah.'

'Enggak, enggak, enggak! Aku nggak boleh nyerah, masa iya aku mati waktu masih lajang? Mau taruh di mana nanti muka ku di akhirat?!'

Berdasarkan pertarungan sebelumnya, Rei mendapatkan sebuah pengalaman. Berpikir di tengah pertarungan bisa membunuhmu, tapi tidak berpikir sebelum pertarungan di mulai itu bunuh diri.

'Lima zombie yang lebih kuat dan lebih cepat dari aku sedang berjalan masuk ke gedung. Mereka mungkin belum mengetahui tempat persembunyainku, jadi aku bisa memanfaatkan efek serangan kejut.'

Memegang erat linggis yang ada di tangannya, Rei memperlambat laju napasnya dan menunggu kelima zombie berada dekat dengannya.

"BAAM! BAAM! BAAM!" Tiga zombie terkapar seketika, setelah linggis di tangan Rei berhasil menghancurkan kepala mereka.

Dengan memanfaatkan momentum serangannya, Rei menendang zombie ke empat dan mencoba menghabisi zombie kelima dengan linggisnya.

"BAAM!" Zombie kelima juga berhasil Rei kalahkan, akan tetapi lengan kanannya terluka oleh cakaran zombie itu.

Menahan rasa sakit di lengannya, Rei kembali mengayunkan linggisnya ke zombie terakhir yang berlari ke arahnya.

"BAAM!" Zombie dan Rei jatuh bersamaan kearah yang berlawanan setelah terbentur satu sama lain.

Untungnya zombie itu telah mati akibat ayunan linggis Rei sebelumnya. Tidak mau mengulangi kesalahan yang sama, Rei segera bangkit dan bersiap untuk pergi.

Setelah mengambil semua bola kristal dari kepala zombie yang dia kalahkan, Rei terus berlari dan menaiki sepedanya.

Saat dia telah memacu sepedanya dengan kencang, Rei mendengar keributan yang luar biasa dari area pecinan di belakangnya.

"hu...Hampir saja!"