Mengusap matanya, Rei bangkit dari ranjangnya dan menguap. "Hooaaahhhh....!! Eh.... aku masih belum mati? Apa yang terjadi dengan malaikat maut? Apa dia salah naik angkot?"
Rei yang telah berbaring di kasurnya untuk menunggu kematiannya, tertidur saat kematian yang dia tunggu tak kunjung tiba. "Aduh... Jaman sekarang ini mau mati aja susah, sudah berjam-jam aku menunggu masih belum aja mati."
Rei berjalan ke kamar mandi dan membuka keran air yang ada di bak mandinya. Melihat tidak ada air yang keluar dari keran, Rei tersadar kalau listrik telah padam dari kemarin.
"Sudah seharian aku enggak mandi, bau ku sudah kayak bau bawang. Bikin nangis kalau tercium! Sebaiknya aku pergi ke sungai di desa seberang untuk mandi pagi ini." Memijat lengan kanannya yang terasa pegal, Rei berjalan keluar dari kamar mandi.
Langkah kaki Rei terhenti saat dia menyadari ada sesuatu yang terlewatkan olehnya pagi ini. "Oh iya aku lupa! Lengan ku... Apa yang terjadi dengan lenganku?!"
Rei spontan berlari menuju cermin yang menempel di lemarinya, dia sempat kehabisan kata-kata saat melihat bayangan yang ada di cerminnya. "Luka... Lukanya sudah sembuh? Hahaha... sudahku duga aku akan berhasil! Tidak mungkin kesatria langit seperti aku, mati begitu saja!"
Dengan senyum lebar di wajahnya, Rei mulai berpose di depan cerminnya seperti salah satu karakter di "Zozo bizarre adventure".
Melihat kondisi tubuhnya dari berbagai sudut, Rei mulai menyadari perubahan lain di tubuhnya. "Tunggu dulu, kenapa tubuhku membesar? Apa karena memakan kristal itu?"
Walau tububnya masih terlihat kurus, Rei yakin bahwa dia sedikit lebih besar dari dia yang kemarin. Mengingat baru kemarin dia berolahraga, dan nutrisi yang dia makan tidak optimal, hanya efek memakan bola kristal yang tersisa.
"Ada sesuatu yang aneh di sini. Aku masih bisa menerima kalau inti zombie kemarin bisa menyembuhkan ku."
"Tapi kemampuan kristal ini untuk menyambuhkan luka di lengan kananku, sekaligus kemampuannya untuk menambah masa ototku sudah di luar nalar!"
Rei sudah lama mengetahui kempampuan virus untuk berkomunikasi satu sama lain. Mungkin para virus memutuskan untuk meninggalkan lengannya setelah mengetahui ada inti zombi lain di tubuhnya.
Mustahil menurut Rei sebuah inti dari virus yang bersifat parasit seperti ini, memiliki kemampuan untuk meregenerasi inangnya. Apa lagi untuk memperbesar ukuran sel ototnya yang memerlukan banyak protein dan proses yang panjang.
"Aku harus mulai menyelidiki lebih lanjut mengenai invasi zombie ini. Jangan sampai aku tenggelam dalam masalah tanpa tahu penyebabnya." Merasakan adanya awan bahaya di luar sana, Rei memutuskan untuk mencari tahu kebenaran dari musibah masal ini.
Rei berjalan ke papan tulis yang ada diruang bawah tanahnya, kemudian mengambil penghapus dan menghapus semua tulisan yang ada di sana.
Dengan kapur di tangan, Rei menulis kata "ZOMBIE" di bagian tengah atas papan tulis. Dia kemudian membuat dua garis di pinggir kiri papan tulisnya, di masing-masing garis dia menulis kata "Bola Kristal", dan kata "Asal Mula" secara berturut.
Menarik sebuah kursi dan meletakkannya di depan papan tulis, Rei duduk disana untuk berpikir.
"Dari mana aku bisa mendapatkan informasi mengenai hal ini?"
"Aku hampir tidak mengenal siapapun di luar rumahku, dan kalau ada orang yang aku kenal, sudah pasti dia juga tidak tahu banyak mengenai hal ini."
"Apa aku harus pergi berkelana dan mencari informasi dari setiap orang yang aku jumpai?"
"Enggak, enggak, enggak! Kalau aku mencari informasi seperti itu, bisa jadi aku perlu setengah tahun untuk mencari jawabannya."
"Sebagai NEET, aku tidak mungkin bertahan selama itu di luar rumah. Belum lagi bahaya seperti zombie dan bandit yang harus aku hadapi saat mengembara."
Enggak! Mengembara bukan solusi, resiko dan perjuangannya tidak sebanding dengan hasil yang akan dia dapat. Kalau dia ingin mencari informasi, sebaiknya dia punya arah yang jelas. Dari siapa dia bisa mendapat informasi seperti itu.
"TRH mungkin satu-satunya yang memiliki informasi yang aku cari. Mereka pasti punya jaringan informasi yang luas, jika dinilai dari perlengkapan yang mereka punya."
"Tapi aku tidak bisa meminta informasi dari mereka dengan begitu saja, itu melanggar salah satu sumpah kesatria suci."
"Sebagai kesatria langit, aku tidak bisa meminta bantuan mereka sebelum aku melunasi utang budi yang aku terima. Oleh katena itu aku harus memberi sesuatu, untuk membeli informasi yang aku cari."
Permasalahannya, Rei tidak punya barang yang mungkin cukup berharga dan berguna yang bisa aku berikan kepada mereka. Jika ada benda berharaga yang dia punya hanyalah tubuhnya.
"Tunggu dulu, aku baru ingat salah satu kapten TRH sempat mengajakku untuk bergabung dengan mereka."
Walau memalukan setelah mengingat bahwa dia yang sebelumnya menolak ajakan mereka untuk bergabung. Rei tetap akan bergabung, karena dia tidak punya cara lain untuk memperoleh informasi.
Kalau dia ingin selamat di dunia seperti sekarang, Ego akan menjadi musuh terbesarnya. "Kalau begitu sudah di putuskan, mulai hari ini prioritas utamaku adalah bergabung dengan TRH."
Mengambil sebuah kapur, Rei menghubungkan kata "Bola Kristal", dan kata "Asal Mula" dengan sebuah garis. Dia kemudian menulis kata "The Right Hand" di ujung garis.
"Sebelum aku pergi menjumpai mereka sebaiknya aku mandi dan mencuci pakaian terlebih dahulu." Rei tahu pasti kesan pertama itu penting, oleh karena itu dia mengambil baju gantinya dan perlengkapan untuk mandi.
Setelah sarapan dengan dua buah pisang dan segelas susu protein. Rei memakai ranselnya dan mulai bersepeda menuju sungai yang berada di desa sebelah.
Sepuluh menit bersepeda, Rei sampai di pinggiran sungai kecil ber-air jernih dengan pepohonan menghiasi sepanjang bibir sungai. Merasakan sejuknya udara yang ada di sekitar membuat Rei yang mengantuk agak tersadar.
Melepas pakaiannya, Rei segera berendam di dalam air sungai yang masih sangat dingin. "Untung warga sekitar mau melindungi sungai ini untuk wisata. Jadi aku tidak perlu khawatir akan gatal-gatal akibat mandi di sini."
"Sedih rasanya sungai ini sepi karena invasi zombie, tetapi paling tidak aku bisa menganggap sungai ini sebagai sungai pribadi sekarang." Ujar Rei saat memastikan seluruh anggota tubuhnya telah di bersihkan menggunakan sabun.
Dengan tubuhnya yang telah bersih, Rei juga mulai mencuci kostum yang dia pakai kemarin. Menyikat bersih pakaiannya di batuan sungai, Rei akhirnya menyelesaikan sesi mandinya dan bersiap pulang.
Saat hendak berbalik pulang, tanpa sengaja Rei melihat seorang gadis seusianya sedang mandi tidak jauh darinya. Mau tidak mau langkahnya terhenti, karena jika dia maju selangkah lagi. Gadis itu pasti akan melihatnya dari bebatuan yang sudah tidak lagi menghalanginya.
'Ya ampun... Kenapa tiap kali aku mau pulang, selalu ada aja masalah!' Rei menghela napas dan kembali bersembunyi di balik bebatuan.
Di balik batu, Rei memastikan dia menghadap ke arah yang berlawanan dengan tempat gadis itu mandi. Walaupun hati kecilnya berteriak ingin mengintip, kesatria langit seperti Rei tidak akan melakukan hal seperti itu.
Sama seperti kesatria langit lainya, Rei juga memandang wanita dan pria itu setara. Oleh karena itu dia tidak akan mengintip gadis ini, saat di juga tidak mau di intip saat dia sedang mandi.
"Haa... Ini semua karena guru! Kalau guru tidak membuatku bersumpah saat itu, mungkin aku bisa melihat pemandangan indah di belakangku."
"Aku mulai berpikir kenapa aku masih mengikuti sumpah itu saat aku sudah membuang identitas ku sebagai kesatria."
Rei yang sudah menganggap gurunya sebagai orang tua sendiri. Secara tidak sadar masih berusaha menjaga sumpah yang dia buat di depan gurunya.
Mungkin dia tidak mau membuat gurunya bersedih, jika mengetahui Rei melanggar semua sumpahnya saat menjadi kesatria. "Sudah lima tahun sejak aku terakhir berjumpa dengan guru, semoga guru baik-baik saja dalam keadaan seperti sekarang."
Badannya yang semakin dingin setiap kali angin berhembus, menyadarkan Rei dari lamunannya.
Mendengar masih ada senandung seorang gadis di belakangnya, Rei sadar bahwa gadis itu belum selesai mandi. "Hu... Kenapa gadis ini lama sekali mandinya, aku bisa masuk angin kalau terlalu lama berendam di sini."
"Kyaaa...!!!" Seperti menjawab keluh kesahnya, gadis itu berteriak terdengar kaget dan ketakutan.
Spontan Rei berlari mengenakan handuk dan mengambil linggis yang ada di dekat ranselnya. Tanpa pikir panjang dia terus berlari ke sumber suara gadis itu terdengar.
Disana dia melihat seorang gadis cantik berambut pirang dengan bola mata berwarna merah, sedang berlari dari kejaran lima zombie hanya dengan sehelai handuk menutupi tubuhnya.
Mendorong semua pikiran kotor keluar dari kepalanya, Rei segera melempar linggis di tangannya hingga mengenai kepala salah satu zombie di sana.
Karena zombie lain tetap berlari mengejar gadis saat rekannya telah jatuh, Rei bisa mengambil kembali linggisnya dari zombie yang telah dia kalahkan.
"Hey...! Kamu...! Lari kesini...! Bawa zombie itu kesini...!" Rei berteriak saat melihat gadis itu mulai memperlambat larinya.
Walau awalnya tampak kaget, gadis itu mengangguk dan segera berlari ke arah Rei berdiri. Memperlambat laju napasnya, Rei kemudian memasang kuda-kuda berpedang yang dulu sering dia gunakan.
"Empat Zombie yang sedang mengejar satu korban, aku harus mencegah zombie itu melewatiku agar gadis itu bisa selamat." Ujar Rei memegang linggisnya dengan erat.
Sesaat setelah gadis itu melewati dirinya, Rei terus mengerakkan linggisnya seperti sebuah pedang dan menjatuhkan dua zombie dengan satu tebasan.
Dengan dua zombie lain yang telah berada sangat dekat, Rei memutar badannya dan menendang dua zombie itu dengan sebuah tendangan akrobatik dan sebuah salto.
Sesaat setelah kakinya kembali menyentuh tanah, Rei berlari dan menebas kedua zombie dengan teknik berpedang yang sama.
Jatuhnya kedua zombie terakhir menandakan pertarungannya terah berakhir. 'Ahh.. Kelihatannya badanku sudah bisa menerima sedikit stress dari teknik kesatria langit. Tapi aku masih belum bisa menggunakannya terus-menerus, ini saja badanku sudaj terasa sakit.'
Menghela napasnya, Rei kemudian berjalan dan mengutip tiap kristal dari zombie yang dia kalahkan. Mencuci bersih semua kristal dengan air sungai, Rei berbalik hendak melihat gadis yang baru dia selamatkan.
Bukannya melihat senyuman manis dari seorang gadis cantik, Rei malah melihat sebuah telapak tangan menuju wajahnya dengan cepat. Karena dia baru saja bertarung, refleks dia langsung menghindar dari tamparan yang hampir mengenai wajahnya.
"....."
'Wat de pak?!'