Jennie memejamkan matanya erat kala sapaan sayang itu berputar tiada henti ditelinganya, otaknya bahkan hanya mampu memproses satu kata itu saja hingga mengabaikan Irene yang sedari tadi berbicara panjang lebar tentang pengobatannya.
"Jen, lo denger gak sih?"
"Huh? Apaan?"
"Sumpah ya yang 40 tahunan itu gue bulan elo, jadi yang harusnya lemot itu gue bukan elo"
"Dih apaan sih"
"Kenapa lu? Tiba-tiba kayak patung pancoran diam aja"
"Ren..
"Hmm?"
"Dada gue"
"Suster."
Irene berteriak memanggil suster jaga, namun untuk teriakan selanjutnya Jennie membekap erat mulut sahabatnya itu, bukan masalah dadanya sakit karena sesak nafas namun karena panggilan Albani yang tadi itu sukses membuat degup jantungnya kembali berpacu cepat.
"Gue bukannya kesakitan Irene"
"Ya trus?"
"Bani...
"Kenapa lagi dia huh? Bilang gue kenapa?"
"Panggil gue sayang"
"Apa?" Pekik Irene tidak percaya.