"Aku dibutakan akan amarah hingga menutup mata atas kesedihan dari para pemeran yang aku ciptakan." (Liera)
***
Antares mengerjap saat mendengar ucapan Ursilla yang terlihat serius. "Manusia, kenapa aku harus menuruti ucapan mu?"
Ursilla memutar otak untuk mencari alasan yang tepat agar Antares mau menurutinya mulai sekarang. "Karena aku yang akan menyelamatkan hidupmu!"
Ursilla tak bisa memikirkan alasan yang tepat sehingga dia mengatakan yang sebenarnya pada Antares. Tak peduli Antares akan mempercayainya atau tidak, yang terpenting sekarang Antares mau menuruti ucapannya.
Antares semakin kebingungan setelah mendengar ucapan Ursilla. "Sejak kapan aku dalam bahaya? Manusia, Kakek selalu menjagaku. Jadi, tidak mungkin aku mendapatkan bahaya yang mengancam nyawa."
Ursilla menggertakkan gigi. Berbicara dengan merman polos yang satu ini memang harus diberi hati yang luas. Apalagi Antares tak tahu bahwa bahaya akan datang dari ibunya sendiri.
Ursilla menarik napas dalam-dalam untuk meredam rasa gemas terhadap sikap Antares. Ursilla tak bisa marah-marah melihat wajah Antares yang seolah tak pernah merasakan penderitaan dalam hidup. Namun, sebenarnya Antares selalu mengalami kesulitan setiap bergaul dengan merman dan mermaid yang lain.
Ursilla menatap sendu Antares. "Tidak bisakah kamu menuruti ucapanku saja tanpa banyak bertanya? Aku mohon, Antares."
Antares membelalakkan mata saat melihat Ursilla yang sampai menangkup kedua tangan dan memohon-mohon padanya. Antares menjadi serba salah, dia tak pandai dalam menolak permintaan seseorang. Tapi, di sisi lain, kakeknya mengatakan bahwa dia tak boleh sembarangan menuruti perkataan orang lain yang tak dikenal.
Antares merenung untuk sejenak, meletakkan jari telunjuknya di dahi dengan pose berpikir. "Apa aku harus menuruti kata-kata Kakek? Tapi,... aku sudah mengenal manusia ini. Namanya Ursilla, dia seorang Tuan Putri. Jadi,... mungkin tidak apa-apa jika aku menuruti ucapannya."
Antares mengangguk-anggukkan kepala menyetujui pemikirannya sendiri. Pupil mata biru safirnya menatap tepat pada manik mata Ursilla yang terlihat menantikan jawaban Antares. Antares mengembuskan napas. "Baiklah, aku akan menuruti ucapan mu karena aku mengenalmu dan begitu juga sebaliknya."
Mata Ursilla seketika berbinar-binar mendengar bahwa Antares menyetujui permintaannya. Ursilla menyambar tangan Antares, menggenggam erat tangan dengan suhu tubuh dingin dan terdapat sisik-sisik kecil.
Ursilla mengukir senyum manis hingga matanya menyipit dan terlihat manis di mata Antares. "Terima kasih, Antares. Mulai sekarang, tolong panggil aku Silla."
Mulut Antares terbuka dan tertutup beberapa kali tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Jantung Antares berdebar kencang dengan pipi yang bersemu merah. Bibirnya gemetar pelan saat memanggil Ursilla.
"Silla..."
Blush...
Wajah Ursilla tiba-tiba memanas setelah mendengar suara merdu Antares yang menyebutkan namanya. Dia mengalihkan pandangan berpura-pura seolah tak menyadari rona merah yang ada di pipi merman tersebut. Tangan Ursilla mengipasi wajahnya sendiri yang terasa panas dan mulai memerah samar.
"Ugh, kenapa tiba-tiba panas?" Ursilla menangkup wajahnya sendiri dan menepuk-nepuk pipinya.
Antares mengerutkan dahi, dia merasa heran padahal angin malam berembus kencang. Apalagi letak Kerajaan Victoria di tengah-tengah laut. Tentunya angin laut sangat dingin. Jadi, dari mana rasa panas yang dimaksud Ursilla?
"Silla, di sini dingin. Kenapa kamu malah..."
Ucapan Antares terhenti ketika telinganya mendengar gemericik daun yang terinjak sesuatu. Antares menajamkan indra pendengarannya untuk mendengarkan suara tersebut dengan seksama.
Ursilla tidak bodoh, dia tentu menyadari bahwa ada kehadiran orang lain di Rainbow Garden. Jangan ditanya siapa orang itu. Sudah pasti yang datang adalah pemilik Rainbow Garden!
Victor dà Victoria.
Ayahnya datang!
Ursilla menoleh cepat ke Antares yang berada di rawa-rawa. "Ada yang datang! Kamu kembalilah ke dalam air dan jangan muncul tidak peduli apapun yang terjadi di daratan!"
Antares menatap enggan Ursilla. "Bagaimana denganmu? Apa tidak apa-apa jika aku meninggalkanmu sendirian? Bagaimana jika yang datang orang jahat yang ingin melukaimu?"
Ursilla merasa terharu karena pemeran favoritnya mencemaskan dirinya. Tangan Ursilla terulur untuk mengelus rambut Antares yang sudah sedikit kering karena embusan angin.
"Aku akan baik-baik saja. Aku sudah tahu siapa yang datang. Jadi, kamu tidak perlu cemas."
Suara lembut Ursilla dapat menenangkan kegelisahan yang ada pada hati Antares. Antares akhirnya menganggukkan kepala menuruti ucapan Ursilla. "Baiklah. Jaga dirimu, Silla."
Antares berbalik lalu berenang ke dalam air. Setelah memastikan Antares aman, Ursilla bergegas bersembunyi di balik batang pohon yang ada di Rainbow Garden. Seperti dugaan Ursilla, orang yang datang memang benar Victor. Namun, ada yang aneh, wajah yang selalu penuh dengan senyum, sekarang tampak muram. Iris mata biru gelap milik Victor dipenuhi kesedihan yang mendalam, membuat siapa saja yang menatap langsung matanya akan terhanyut dalam kesedihan yang pria itu rasakan juga.
Ursilla mengamati setiap gerak-gerik yang Victor lakukan dari balik pohon tempatnya bersembunyi. Di sana, Victor berjalan dengan langkah lambat, manik matanya mengamati sekitar yang terlihat akrab baginya. Pandangan Victor tertuju pada sebuah meja dengan dua kursi.
Kaki Victor melangkah mendekati meja tersebut dan duduk di salah satu kursi menghadap pada kursi yang lain, jelas saja kosong karena dia datang sendirian. Namun demikian, di mata Victor terlihat jelas sosok wanita yang dia cintai.
Senyum sendu terpasang di wajah tampan Victor yang terlihat tersiksa. "Senna,... aku merindukanmu..."
Hati Ursilla seketika terenyuh mendengar suara Victor yang dipenuhi kesedihan bercampur rindu yang teramat dalam. Tangan kecil Ursilla mencengkeram erat permukaan batang pohon. Ursilla menggertakkan gigi, kenapa setelah mendengar suara Victor dia merasa bersalah?
Oh, ini perasaan Liera sebagai penulis. Victor, pria yang memiliki karakter kuat. Dia raja yang bijaksana, ayah yang bertanggung jawab, dan yang paling penting dia sangat setia pada istri yang dicintainya, Ursenna.
"Tapi, aku membuat pasangannya meninggal." Liera bergumam dengan perasaan bersalah memenuhi hatinya.
Victor setia, ayah yang baik, raja yang bijaksana, tapi Liera dengan tidak berperasaan membuat istri Victor meninggal dunia. Ini dilakukan karena kematian Ursenna mendukung plot cerita di novel Love to Ursilla.
Lagipula, saat Liera memasukkan Victor pada novel yang dia tulis, Victor merupakan gambaran ayah yang Liera inginkan. Menyayangi putra-putrinya dan juga pria yang setia. Namun, di dunia nyata, Liera masih memiliki dendam terhadap ayahnya yang menelantarkan dirinya dan juga keluarganya. Jadi,...
"Aku membuat Ursenna meninggal dunia agar Victor mengalami kesedihan seumur hidupnya karena tak bisa mengikhlaskan kematian istrinya. Ini sebagai bentuk balas dendam ku terhadap ayahku di dunia nyata."
Saat Liera membuat bagian Victor menangis ketika menyaksikan kematian istrinya, wajah Liera justru dipenuhi senyuman. Dia sangat puas dan bersuka cita karena berhasil membuat Victor merasakan kesedihan yang teramat dalam atas kehilangan orang yang dicintainya. Liera ingin Victor sebagai gambaran ayahnya, sama-sama merasakan kesedihan yang dia alami di dunia nyata karena kehilangan sosok ayah yang diimpikan.
Ursilla meremas rambutnya yang berantakan dan sudah kering akibat angin malam. Wajah Ursilla tampak bersalah disertai senyum kecut. "Victor, maaf... Aku tidak bermaksud merebut pasanganmu darimu."