Kini giliran Arvin yang datang menghadap Edward Sinclair. Pria yang lebih muda dari CEO di hadapannya itu, tengah mengulas senyuman. Tampilan wajahnya yang kerap malas dan sukar menatap Edward, justru lebih terkesan ramah. Arvin sudah berubah, atau mungkin masih dalam tahap mengubah pola pikirnya.
Tentu saja Edward tahu akan maksud kedatangan Arvin kali ini, selain soal pekerjaan. Buktinya, setelah ia menandatangi berkas terkait, Arvin tak kunjung pergi. Dan Edward telah menduga bahwa adik bungsunya itu hendak mendapatkan kepastian perihal kesepakatan yang telah ditawarkan.
"Apa wanita itu masih menyukai Kakak?" tanya Arvin.
Edward tersenyum tajam. "Entah. Aku bukan orang yang bisa memahami hati wanita," jawabnya.
"Umm ...." Arvin manggut-manggut. "Tapi, Kakak bisa menilai rencana seseorang melalui gerak-geriknya, bukan?"
"Mungkin. Tapi, haruskah aku menjelaskan semuanya padamu, Adik bungsu?"