Febiana duduk di hadapan Zainal, ketika mereka singgah di sebuah kafe terdekat. Kecanggungan masih merayap dan membuat keduanya enggan untuk saling menatap. Kenyataan perihal identitas asli Zainal yang notabene merupakan paman dari Febiana sungguh membuat keadaan menjadi serba salah.
Pasalnya, Febiana tak pernah menganggap Zainal lebih dari sopir pribadi ayahnya, selain sebagai pria baik hati yang bisa dipercayai. Kini, ketika wanita cantik itu hendak membuka pembicaraan, kebingungan justru menjebak. Febiana tidak tahu harus memanggil Zainal dengan sebutan apa, selain 'bapak' seperti biasanya.
"Anu ...." Febiana menggigit bibirnya. "Mm, ahaha, ini benar-benar canggung," lanjutnya berucap.
Zainal berangsur mengulas senyuman. "Bersikap seperti biasanya saja, Nona," jawabnya.
"Tidak bisa. Pak Zainal adalah pamanku." Wanita itu mengusap tengkuknya, memberikan tanda jika ia sedang didera rasa malu dan salah tingkah. "Tapi, ini tak terduga dan sangat membingungkan."
