Pukul 20:00 Lucas membuat janji dengan Nathan dan Bintang untuk bertemu di salah satu cafe yang terletak tak jauh dari rumah Nathan. Nathan dan Bintang datang terlebih dahulu, dan tidak lama Lucas datang seorang diri.
"Selamat malam," sapa Nathan dengan menyodorkan tangannya dan berdiri dari tempat duduknya.
"Malam," sahut Lucas dengan sopan dan menjabat tangan Nathan, saat Lucas menyodorkan tangannya pada Bintang, ia malah membuang muka.
"Lo ngapain masih sopan sama orang kayak gitu," ucap Bintang pada Nathan yang duduk kembali bersamaan dengan Lucas di hadapannya.
Nathan tidak menjawab ia hanya mencolek bahu Bintang, terlihat jelas tatapan tidak senang keluar dari mata ke dua pria itu. Dan Nathan yang bisa membuat suasana beku menjadi sedikit cair.
"Minum dulu, kebetulan baru datang kok." Nathan menyodorkan segelas minuman cappucino kepada Nathan.
"Terima kasih."
"Pada intinya lo ngajakin kita ketemu mau apa?" tanya Bintang dengan tiba-tiba menggunakan nada sedikit sengak.
"Saya kesini hanya meluruskan kesalah pahaman."
"Tidak ada kesalah pahaman, yang ada kenyataan.
"Heh, dengerin dulu. Lo jangan bikin ribut disini." lerai Nathan pada ke dua pria itu.
Lucas melanjutkan pembicaraannya setelah Nathan dan Bintang diam,
"Anda harus tahu, Ulan dan Bulan memang orang yang sama, untuk status pernikahan saya dan Bulan hanya sahabat."
"Sahabat kok punya anak." lagi-lagi Bintang menyauti dengan nada kasar.
"Anda dengarkan dulu."
**LIMA TAHUN LALU**
Lucas sedang bekerja di salah satu rumah sakit surabaya, ia dan beberapa temannya sedang berjaga sift malam. Namun saat sedang mengontrol pasien. Tiba-tiba ia di panggil oleh suster.
"Dok, ada pasien di UGD."
Tanpa banyak tanya Lucas segera menuju UGD, ia melihat sosok wanita terbaring lemas di atas banker. Lucas melakukan pengecekan nadi dan melakukan pertolongan pertama.
"Nadinya sangat lemah. Pasang infus dan oksigen," perintah Nathan pada susternya.
Lucas dan beberpa suster menunggu ia sadar, Lucas menanyai beberapa warga yang membawa Bulan ke rumah sakit.
"Ini keluarganya mana?" tanya Lucas.
"Kita tidak tahu, kita saat ronda malam menemukan wanita ini tergeletak di pinggir jalan, entah kecelakaan atau korban preman setempat." salah satu warga menjelaskan kejadiannya.
Hingga dini hari Bulan tak kunjung sadar, namun ia tersadar pada pagi hari. Namun Lucas telah berganti shif.
"Nyonya sudah sadar?" tanya suster yang berjaga.
"Saya di rumah sakit? Siapa yang membawa saya kesini?" tanya Bulan.
"Ada beberapa warga yang membawa anda kesini."
Saat sedang berbicara dengan Suster, tiba-tiba Dokter datang.
"Selamat pagi, nyonya." sapa Dokter itu.
"Pagi dok,"
"Apa yang di rasakan?"
"Pusing dan mual."
"Baik saya periksa dulu."
Dokter itu mengecek suhu tubu, detak jantung dan tensi darah Bulan. Raut wajah curiga terpancar pada wajah Dokter itu.
"Nyonya, apa anda sudah menikah?"
"Su---sudah."
"Oh, baiklah." dokter itu terlihat lega. "Boleh saya tes urine nya?"
"Boleh dok," sahut Bulan, tanpa curiga Bulan ke kamar mandi dan mengambil sampel urinenya.
"Ini dok." Bulan memberikan sample urin itu pada Suster.
"Terima kasih, silahkan istirahat. Nanti akan kami pindahkan ke ruang perawatan"
Bulan mengangguk lemas, ia di bantu oleh suster untuk kembali ke tempat tidurnya. Sedangkan Bulan menatap ruangan yang serba putih itu dengan tatapan kosong.
"Selamat, nyonya." dokter itu menghampiri Bulan yang sedang berbaring.
"Selamat?" Bulan mengulang kata Dokter itu.
"Iya, selamat anda akan menjadi ibu?"
"Ibu? Saya hamil?" tanya Bulan tak percaya.
"Iya, bolehkah saya tanya kapan anda terakhir haid dan terakhir berhubungan?"
Bulan ingat sekali, ia haid sebelum berhubungan dengan Bintang saat akan menghadiri Pernikahan Tina. Dan itu baru beberapa minggu yang lalu.
"Saya haid bulan kemarin, dan berhubungan terakhir mungkin 2-3 minggu yang lalu."
"Oh, pantas saja. Nanti akan saya berikan resep untuk anda dan janin."
"Tapi dok, saya berhubungan baru beberapa kali saja."
"Nyonya, walau sekalipun jika memang pada waktu masa subur dan pembuahan yang bagus akan tetap berhasil."
Mendengar itu Bulan merasa semakin terpuruk. Hingga malam hari ia di pindahkan ke ruang perawatan, dan Lucas berganti berjaga malam. Lucas telah mendengat cerita dan rekam medis Bulan dari dokter sebelumnya.
Hingga dua hari kemudian ia keluar ke dari rumah sakit. Dan tidak bertemu lagi dengan Lucas. Namun setelah empat bulan kemudian di pertemukan lagi dengan keadaan Bulan yang menangis di bandara. Lucas yang merasa iba dengan perut yang semakin besar. Ia memutuskan mengajak Bulan ke semarang karena bulan mengatakan tidak memiliki siapapun selain ayahnya yang di jakarta. Setiap Lucas menyarankan untuk kembali ke jarkarta Bulan menolak dengan alasan ia tidak ingin mengingat semua tentang suaminya.
***
Belum selesai Lucas bercerita Bintang sudah berdiri dan meninggalakan cafe. Nathan dan Lucas mengejar Bintang namun ia sudah pergi menggunakan mobil Nathan.
"Kamu hubungi Bulan, aku yakin dia ke rumah mu," saran Nathan.
Tanpa banyak bicara mereka segera menyusul Bintang beberapa menit masih terlihat mobil yang di gunakan oleh Bintang, namun karena lampu merah membuat Lucas tertinggal jauh.
"Apa Bulan sudah bisa di hubungi?" tanya Nathan.
"Tidak bisa, mungkin dia di kamar Stella," jawab Lucas.
"Apa kamu tahu suami Bulan?" tanya Nathan sedikit curiga.
"Aku awalnya tidak tahu, tapi saat dia menanyakan Bulan padaku beberapa hari yang lalu. Aku mulai curiga dan Bercerita pada Bulan," jawab Lucas dengan raut khawatir.
"Dan Bulan yang memintamu berpura-pura menjadi suaminya?" Nathan mencoba menebak.
"Iya."
Lucas kembali fokus pada jalan raya, ia menginjak pedal gas dengan kencang. Dan mobil yang di gunakan Bintang sudah tidak terlihat lagi. Lucas meminta bantuan Nathan untuk menghubungi Bulan dengan ponselnya namun tetap saja tidak ada jawaban.
Hingga sampai di depan Rumah Lucas, Bulan dn Bintang terlihat terlibat pertengkaran. Bahkan Bulan terlihat menutup paksa Pintu itu. Segera Lucas dan Nathan menghampiri mereka dan melerai pertengkaran mereka.
"Lan, buka dulu. Gue sudah tahu semuanya."
"Semua sudah terlambat," sahut Bulan.
"Belum, gue sudah tahu kalau Lucas bukan suamimu."
Mendengar ucapan Bintang, Bulan menatap sinis ke arah Lucas. Matanya mulai berkaca-kaca menahan air matanya terjatuh.
'Pyarrr'
Pintu kaca yang menghalangi mereka di dobrak oleh Bintang, hal itu membuat Bulan dan yang lainnya terkejut. Darah mulai keluat dari balik baju dan kepala Bintang. Kekhawatiran terlihat jelas dari wajah Bulan.
"Ayah," ucap Stella yang terbangun karena suara pecahan kaca itu.
"Stella, berisik ya?" Lucas hendak menggendong Stella.
"Stella biar sama aku aja, kamu bantuin dia saja." Bulan menghadang Lucas dan segera membawa Stella ke dalam kamar.
Author note:
Kalian jangan lupa kasih vote dan coment, syukur-syukur kasih gift *canda gift*.
kasih tahu enaknya ini up 1 lagi atau tidak ya..
coment yaa.