Saat Bulan menoleh sosok Johan sudah memegang erat tangan Bulan yang hendak memasuki taxi.
"Ngapain kami disini?" tanya Bulan dengan berusaha lepas dari genggaman Johan.
"Aku mau jelasin soal kemarin, kasih aku waktu." Johan masih memegang erat pergelangan tangan Bulan.
"Nggak perlu di jelasin, semua sudah jelas, semua di dukung dengan sikapmu yang berubah beberapa bulan ini. jadi lepaska aku." tenaga Bulan belum pulih benar ia merasa kesakitan di pergelangan tangannya.
"Kamu harus ikut aku Lan," paksa Johan.
"Mas, jangan di tarik-tarik gitu." Sopir taxi itu mencoba membantu Bulan.
"Sudah pak, jangan ikut campur," bentak Johan dengan mata memerah karena marah dan menahan kantuk semalaman menunggu Bulan keluar dari rumah sakit.
Johan memaksa Bulan masuk kemobilnya yang tak jauh dari mereka berdiri. Bulan sekuat tenaga melepaskan diri dari Johan namun usahanya sia-sia tubuhnya mulai masuk kedalam mobi dan di ikuti oleh Johan, saat Johan hendak menutup pintu mobilnya sebuah tangan menahanpintu itu.
"Anda bisa minggir?" tanya Johan pada sosok pria tinggi , berkulit putih berpenampilan rapi dengan hem berwarna hiitam.
"Saya akan pergi jika anda melepaskan istri saya," jawab Bintang dengan menahan amarah yang terlihat dari mata dan cara mengepalkan tangannya.
"Saya ..."
'BUGKK' belum selesai Johan menjawab sebuah tinju mendarat tepat di pipinya membuat ia jatuh.
"Keluar!" Bintang mulai murka, ia menyeret keluar tubuh Johan Dan memberi pukulan tambahan tepat di ujung bibirnya sehingga meninggalkan bekas luka dan biru di ujung bibirnya
Bintang segera membawa Bulan menuju mobilnya yang sudah siap menunggu dengan Raka berada di bangku kemudi.
"Jalan," ucap Bintang setelah masuk kedalam mobil.
Raka yang mengerti ucapan bos sekaligus sahabatnya itu segera menginjak pedal gas dengan perlahan meninggalkan Johan meringis menahan kesakitan pada pipinya.
"Sial," umpat Johan.
***
Keheningan terjadi antara ke tiga penumpang mobil mercy benz c class itu. Bulan duduk di ujung jok penumpang dengan tatapan mengarah ke jalan raya yang mulai padat, namun isak tangisterdengar oleh Bintang dan Raka, mereka saling tatap melalui spion yang berada di dalam mobil itu.
"Lo, kenapa?" tanya Bintang dengan nada hati-hati.
Bulan hanya menggelengkan kepala dan mengusap air mata yang mengalir.
"Lo, ngapain keluar rumah sait sebelu gue atau raka datang?" tanya Bintang.
"Maaf, saya tidakingin merepotkan kalian lagi." Bulan menahan tangis yang mebuat suaranya sedikit bergetar.
"Lo sekarang istri gue jadi apapun yang terjadi sama lo, pasti gue juga yang repot dan yang tanggung jawab."
"Maaf sekali lagi, saya telah membuat anda dalam kesulitan, saya juga tahu anda tida ingin dengan pernikahan ini." Bulan mencoba tenang dengan menahan air matanya yang hendak jatuh.
Tanpa mereka sadari mobilnya sudah memasuki area parkir Hotel Sakura. Raka membukakan pintu untuk Bintang, sedangkan Bulan membuka pintu dan segera memasuki loby Hotel, mereka memasuki lift tanpa berbicara sepatah katapun.
"Terima kasih, untuk kemarin hinga hari ini," ucap Bulan saat pinti lift terbuka di lantai tiga tempat kamar mereka. "ini tagihan dari rumah sakit." Bulan menyodorkan amplom coklat yang dari rumah sakit.
Tanpa mendengar jawaban Bintang, Bulan berjalan meninggalkanya an masuk ke kamarnya.
Bintang membuka amplop itu sembari berjalan menuju kamarnya, namun saat berada tepat di bibir pintu ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamarnya, ia malah menuju kamar Bulan.
Tok... tok ... tok...
Suara keras ketukan Bintang membuat Bulan yang duduk di balkon terkaget.
"Kenapa, pak?" tanya Bulan saat melihat Bintang berdiri di depan pintuu kamarny.
Bintang tidak menjawab, ia berjalan kedalam kamar Bulan dan duduk di sofa di kamar Bulan. Bulan yang melihat tingkah suaminya merasa takut.
"Ambil itu." Bintang melemparamplop coklat yang Bulan berikan.
"Kenapa?" Bulan nampak kebingungan dengan sikap Bintang.
"Kenapa Lo masukan uang di amplop itu?" tanya Bintang,
"Maaf pa, saya hanya mengganti semua tagihan ruma sakit saya."
"Saya tidak butuh uangmu, saya hanya butuh penjelasanmu." Bintang menatap tajam ke arah mata Bulan.
"tidak ada yang perlu di jelaskan, pak." Bulan menunduk.
"lalu kenapa sampai seperti tadi?"
Bulan tahu arah pertanyaan Bintang, ia tidak punya pilihan lain selain menjelaskan. Bulan mulai duduk di sofa dan mengingat semua kejadian pahit kemarin.
"Dia pacar saya sejak saya kuliah, kita menjalani hubungan selma empat tahun, namun dua tahun terakhir saya menjalani hubungan jarak jauh,sering kita bertengar, saling blok nomor cuek-cuekkan, tapi tidak pernah ada kata putus." Bulan tersenyum membayangkan kisah indah bersama Johan.
"Namun enam bulan yang lalu, dia berubah. sikap yang dia berikan sedikit berbeda. mungkin karena ia naik jabatan jadi kerjanya lebih banyak dan berat," ucap Bulan yang mulai terlihat murung.
"Hingga beberapa watu lalu anda memberi kabar bahwa saya harus kesurabya saya sangat bahagia, saya dapat mengunjungi Nenek saya yang sudah dua tahun tida saya kunjungi, dan selain itu saya berharap dapat bertemu dia di sela-sela waktu senggang saya," lanjut Bulan yang kembali tersenyum walupun matanya sudah berkaca-kaca.
"Kemarin saya berkunjung ke rymah nenek saya, sebelum saya pergi dari rumah nenek saya, saya menanyakan keberadaannya dan menanyakan jam puang kerjanya, saya menunggu didepan tempat ia bekerja selama satu jam, setelah saya melihat dia keluar dari tempat kerjanya saya mengikuti dia, saya berniat memberi dia kejutan, namun setelah hampir tiga puluh menit mengikutinya, ia berhenti di depan rumah yang besar, saya menunggu dia kelar namun tak kunjung keluar, saya tahu itu bukan rumahnya, karena terlalu lama menunggu, saya berjalan menuju mobilnya dan saya ketuk, tapi...." Bulan mulai menangis dan terisak, Bintang segera menggeser duduknya dan memeluk Bulan.
"Dia bersama gadis lain, dan gadis itu bilang bahwa dia pacarnya." Bulan memeluk erat tubuh Bintang, Bulan menangis sejadi-jadinya, mengeluarkan semua yang telah ia tahan sejak kemarin, suaranya bergetar air mata mengalir deras.
Bintang melihat Bulan seperti it merasa saakit dan sesak, bahkan amarah memasuki hatinya. ia memberikan ruang hangat untuk bulan berkeluh kesah, meluapkan semua padanya, Bintang sesaat merasa aneh dengan perasaannya, namun ia tida peduli, ia mencoba menenangkan Bulan yang masih menangis dalam pelukkannya.
"Menangislah, itu akan membuatmu lebih baik dan lebih tenang." Bintang mengussap air mata Bulan yang mengalir di pipinya.
"Aku tahu dia tidak tahu pernikahanmu denganku,jadi seharusya dia tidak ada alasan untuk menduakanmu, tuhan menunjukan wujud asli pacarmu." Bintang masih mencoba menenangkan Bulan.
Mereka larut dalam pelukan, Bulan merasa nyaman dengan pelukan yang Bintang berikan ia ,erasa menjadi istri sesungguhnya untuk Bintang, Bntng mampu membuat Bulan yang merasa kacau menjadi tenang .
Bersambung ...