Zahra memperhatikan Mario yang tengah bermain dengan Al entah apa yang di katakan oleh Mario putranya tidak ada hentinya tertawa. kini putranya berusia tiga bulan, selama itu juga Mario tidak pernah meninggalkan Zahra.
"Mario ada yang ingin aku katakan padamu" Mario mengalihkan pandangannya dari Al kearah Zahra yang berisi tidak jauh darinya.
"Nanti kita bicara saat ini aku tidak ingin, di ganggu Zahra. biarkan aku bersama putraku" Mario mengedipkan matanya menggoda Zahra yang terlihat kesal karena Mario memilih bermain dengan Al dari pada mendengarkan dirinya.
setelah puas bermain dengan Al, Mario mendekati Zahra yang telah menidurkan Al.
"Katakan ada apa Zahra?"Mario merasa ada sesuatu yang akan di lakukan Zahra. mengingat Al sudah mulai besar.
"Mario maafkan aku. tapi aku harus mengatakan padamu. aku ingin pergi bersama putraku Mario jauh dari sini"
"Tidakkah kamu tetap disini Zahra, lihatlah Al masih kecil. apa kamu tidak memikirkannya?" tidak ingin terjadi sesuatu pada Zahra dan Al, jika jauh darinya Mario berusaha untuk menahan Zahra yang ingin pergi darinya.
"Aku sudah memikirkan semuanya Mario. tolong mengertilah posisiku. jika aku tetap disini tidak menutup kemungkinan Brian mengetahui keberadaan kami.
"Aku sangat mengerti kamu Zahra. tapi tidak sekarang Al masih kecil"
"Percayalah pada kami Mario Al akan baik-baik saja"
"Baiklah, kemana kamu akan pergi?" dengan berat hati Mario melepas Zahra pergi.
"Paris, aku akan bekerja dan melanjutkan kuliahku yang tertunda. disana aku akan memulainya dari awal. disana tidak ada satupun orang yang akan mengenaliku" Zahra memantapkan hatinya untuk mengatakan pada Mario. meski pada awalnya Mario melarangnya pada akhirnya mengizinkan meski dengan menuruti kemauan mario.
"Kenapa kamu memilih disana? apa disini tidak ada tempat untukmu bersembunyi? Aku tau Paris adakah tempat yang ingin kamu kunjungi, tapi saat ini kamu dan Al akan disana Tanta ada orang yang mengenalimu Zahra. batalkan niatmu Zahra tetaplah disini. bukankah kamu sudah menyetujui saat kamu akan melahirkan, kamu akan pergi ketempat yang sudah aku siapkan?"
"Mario maafkan aku, kamu tau alasannya bukan?"
"Baik, jika kamu pergi tapi aku akan mengirim orang untuk menantuku dan tinggalkanlah di Apartemen milikmu dan ini tidak ada bantahan atau kamu tidak akan pergi.?"
"Baiklah Mario. aku akan ikuti kemauanmu"
"Kapan kamu berangkat?"
"Besok pagi. penerbangan pertama"
"OKE..! malam ini biarkan aku tidur bersama Al"
"Terserah denganmu Mario"
Brian yang berada di kantor, bekerja tanpa mengenal lelah dan waktu. Ben yang melihat kondisi Tuannya menjadi iba. andai waktu bisa di putar, dirinya akan mempertahankan Zahra disisi Tuannya. Brian sekarang jauh lebih diam dan dingin. jika dulu Brian sosok yang jarang tersenyum namun saat berada di samping kekasihnya. bahkan Ben pernah melihat Tuannya tersenyum sendiri saat memandang foto Zahra. namun kini saat mengetahui kekasihnya yang telah membunuh istri dan anaknya yang belum lahir, membuatnya semakin membenci dengan mahluk bernama wanita. kini dirinya telah sadar jika cintanya pada sang istri masih ada hingga saat ini. Brian yang tidak memperdulikan kondisi tubuhnya. kini wajahnya telah di tumbuhi bulu-bulu halus.
"Tuan maaf besok harus melakukan perjalanan ke Jepang di penerbangan pertama. apa sebaiknya Anda beristirahat terlebih dahulu?"
"Lima belas menit lagi, aku akan pulang"
"Baik tuan"
Devan meninggalkan kantor tepat pukul emat dini hari itu artinya, Brian tidak akan tidur lagi. sepanjang jalan menuju kediamannya. Brian hanya diam dirinya sibuk dengan pikirannya sendiri. tidak menunggu waktu lama dirinya sampai di rumah. tanpa menunggu Ben membuka pintu Brian lebih dulu membukanya tanpa mengatakan apapun berlalu meninggalkan Ben. sesampainya di dalam kamar Brian menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur pandangannya menatap lurus keatas bayangan wajah Zahra kembali melintas.
"Zahra aku merindukanmu, maafkan pria podoh ini Zahra, aaaaggghhhhh....Zahra" Brian menutup wajahnya dengan telapak tangannya. dirinya benar-benar menyesal apa yang telah dia lakukan pada Zahra. lelah bergulat dengan pikirannya akhirnya Brin terlelap tanpa melepas baju dan sepatutnya.
Di mansion mewah milik Mario, Zahra telah bersiap dirinya menarik dua koper berukuran besar dan di tangan tas kecil. saat keluar terlihat Mario yang menggendong Al. dirinya merasa bersalah telah memisahkan Mario dengan Al bagaimana sayangnya Mario pads Al.
"Sudah siap. ayo aku yang akan mengantar kalian"
"Bukankah kamu ada meeting pagi ini Mario?"
"Tidak penting, yang terpenting bagiku adalah kalian"
"Mario sekali lagi terima kasih"
"Sudah ayo kita berangkat" Mario yang masih menggendong Al berjalan lebih dulu.
"Zahra Erna yang akan membantumu disana, aku yakin kamu membutuhkannya. aku tidak ingin anakku terlantar di sana"Mario melirik wanita di sampingnya. kini mereka berada di dalam mobil menuju bandara.
"Mario terima kasih" Zahra kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan terima kasih pada Mario sang sahabat terbaiknya. mobil memasuki parkiran bandara, Zahra keluar dari mobil dan di susu Mario dan pengasuh putranya.
Zahra yang menggunakan dress selutut dan sepasang sepatu kets menambah kesempurnaan penampilannya. rambutnya yang panjang dia ikat ekor kuda. penampilan sederhana namun memancarkan kecantikan. penampilan Zahra yang terlihat seperti anak muda. usia Zahra saat ini menginjak sembilan belas tahun namun tidak terlihat jika dirinya telah memiliki anak. Mario menatap gadis di depannya ingin rasanya dia memeluk tubuh gadisnya namun di urungkannya.
"Mario aku ke toilet sebentar, kalian tunggu disini" Zahra berjalan cepat menuju toilet umum. Mario hanya menggelengkan kepalanya melihat Zahra sedikit berlari.
"Tidak pernah berubah" Mario bergumam. getar ponsel miliknya membuat pandangan Mario teralihkan.
"Erna kamu gendong dulu Al, kamu duduk disini sebentar, aku akan mengangkat panggilan ini" tanpa menunggu jawaban dari Erna. Mario berlalu dari hadapan Erna. di parkiran seorang pria berprasangka tinggi dan berapa bodyguard memasuki tempat tunggu,
"Tuan Anda yakin akan duduk disini?" tidak biasanya Tuan Brian menunggu di tempat umum.
"Tidak apa-apa, Ben kamu cek lagi semuanya"
"Baik Tuan" Ben meninggalkan Brian dan berapa bodyguard tengah berdiri tidak jauh darinya. Brian yang merasa seseorang menarik jasnya segera menoleh ke arah samping. dirinya memandang anak kecil yang tersenyum padanya bahkan memintanya untuk di gendong. Brian membuka kaca matanya dan mengambil anak kecil itu dari pengasuhnya.
"Eh! Tuan maafkan anak asuhku Tuan" Erna ketakutan saat melihat berapa bodyguard memandangnya dengan tatapan tajam.
"Tidak apa-apa, sini biar saya gendong. dimana orang
tuanya?" Brian yang tengah menggendong Al, bertanya pada pengasuhnya terlihat tidak ada orang lain selain pengasuh yang menggendongnya.
"Nyonya ke toilet sedang Tuan mengangkat panggilan
Tuan" terang Erna pada Brian.
"Siapa namanya jagoan? kamu tampan sekali" Entah kenapa dirinya merasa dekat dengan anak kecil yang ada dalam pangkuannya. entah berapa kali Brian mencium wajah Al.
"Namanya Al Tuan" jawab Erna
"Siapa nama orang tuanya barang kali aku mengenalnya?"
"Nyonya..." tiba-tiba dering ponsel milik Erna menghentikan ucapannya.
"Hallo Nyonya, baik saya kesana" Erna berdiri mengambil Al yang berada di pangkuan Brian.
"Maaf Tuan Nyonya menyuruh saya kesana" Brian melepas pelukannya pada Al, entah kenapa dirinya merasa berat melepasnya.