Chereads / COUPLE WORLD FOR 'JOMLO' / Chapter 24 - CWFJ 24 : Tawaran Kerjasama

Chapter 24 - CWFJ 24 : Tawaran Kerjasama

Sampai di rumah, alias di apartemennya. Nea mendenguskan napasnya pelan. Ia mengamati seluruh ruangan apartemennya yang luas dan hanya terisi udara kosong.

Gadis itu memilih duduk di tengah sofa panjang ruang tamunya. Hanya terdengar detik jarum jam dan hembusan udara AC.

Sebenarnya, Nea juga merasa kesepian. Bahkan sangat kesepian. Kesehariannya hanya seperti ini saja. Tidak ada sesuatu yang bisa membuatnya lebih ekspresif seperti perempuan lain di luar saja yang lebih suka bepergian dengan sahabat, pacar, atau teman kerja.

Dina? Nea tak terlalu dekat dengan perempuan itu. Dina hanya sekedar teman konyol di tempat kerjanya.

Mereka berdua memang akrab, namun bukan seakrab itu. Benar-benar hanya di tempat kerja saja. Nea tidak pernah keluar bersama Dina untuk menghabiskan waktu di mall atau kafe. Karena Dina sendiri juga tidak pernah berusaha terlalu dekat dengan Nea.

Tentu saja Nea ingin juga punya seorang sahabat yang bisa menemaninya ketika ingin pergi ke suatu tempat. Namun siapa? Di tempat kerjanya, ia hanya akrab dengan Dina dan Arumi. Arumi sang admin utama di kantor banknya itu.

Entah sudah keberapa kali Nea mengeluarkan desahan napas panjangnya sangat jelas.

Ia mendongakkan kepalanya. Apakah malam nanti ia perlu berkunjung ke dunia imajinasi itu lagi? Serbuk emas yang ia dapatkan dua hari lalu masih tersisa banyak. Dan dengan serbuk itu, sepertinya Nea masih bisa diperbolehkan ke sana beberapa kali lagi.

"Nggak deh. Kayaknya bakal canggung banget gak sih kalau aku ke sana lagi? Mana semalem akibatnya nggak jelas banget. Tiba-tiba aku dilenyapin dari sana. Tapi kayaknya ada yang aneh deh.." gumam Nea.

Gadis itu mencoba mengingat sesuatu. Kemudian kedua matanya membulat.

Nea ingat. Saat pertama kali pria maskulin itu menyentuh tangannya, adalah saat mereka sedang menaiki lift. Nea sangat ingat momen itu. Dan tepat saat itu ia mengalami ingatan lama yang membuat kepalanya pusing. Lalu pusing dan ingatan lama itu reda begitu saja saat si pria maskulin melepaskan pegangannya dari tangan Nea.

Itu poin kejanggalan yang pertama.

Yang kedua, saat pria maskulin berniat menuntunnya untuk maju ke tengah halaman dan segera memilih satu di antara banyak pria tampan itu. Begitu tangan mereka bersentuhan lagi, Nea langsung mengalami pusing seperti vertigo dan ia melihat ingatan lama lagi.

"Masa iya ada hubungannya sama pria maskulin? Tapi siapa Ezra Maverick?" Tanya Nea sendiri.

Jika apa yang Nea asumsikan memang benar, berarti ingatan lama itu memang terhubung ketika tangannya bersentuhan dengan tangan pria maskulin itu.

Ah, tidak. Lebih tepatnya, pasti ingatan lama itu juga berhubungan dengan pria maskulin itu. Benar kan?

Nea meringis kecil. "Astagaaa pikiranku!! Lama lama aku gila kalau mikirin hal yang gak aku ketahui apa penyebabnya. Udah ah, lebih baik mandi, makan, bikin matcha latte, terus nelpon Lita sama Rasyid." Ucapnya bersemangat.

Untuk sementara ini Nea tidak ingin memikirkan dunia imajinasi itu dulu. Masih ada waktu sekitar satu bulan dua minggu menuju hari ulang tahunnya.

Lebih baik Nea mengurusi masalah hidupnya yang terjadi di realita saja dulu. Baru ia akan penasaran lagi dengan dunia imajinasi itu.

Sebelum mandi, Nea menyempatkan diri untuk mengintip amplop berisi serbuk emas yang ia simpan di dalam laci lemarinya. Ternyata amplop dan serbuk emas itu baik-baik saja di dalam sana.

Serbuk emas itu juga tidak berubah warna. Artinya, serbuk emas itu masih bisa ia gunakan sewaktu-waktu.

*****

Saat ini Nea sedang melakukan video call dengan Lita dan Rasyid. Panggilan video itu sudah berlangsung selama satu jam sejak Nea sudah selesai mandi dan makan di jam enam sore tadi.

Di tengah-tengah video call itu, Nea juga berusaha memantau jalannya sistem input dari kasir dan adminnya. Tatanan bisnisnya semakin rapi dan terkendali. Nea tak akan bisa apa-apa tanpa campur tangan Lita dan Rasyid.

"Oh iya Mbak, gimana? Udah dipikirin belum tentang penambahan manajer?" Tanya Lita yang sedikit was-was.

Mendengar pertanyaan itu Nea tersenyum. "Boleh deh Lit. Tapi aku mau manajernya perempuan ya. Jangan laki-laki. Ini buat manajer di cabang Depok kan?"

Lita dan Rasyid terlihat mengangguk bersama.

Nea terkekeh. "Ya udaaahh cari sanaaa.. carii.. udah fix kok. Udah aku pikirin. Omset kita kan aman."

"Waaahh.. makasiiihh Mbaaakk.. duh lega banget sumpah aku sama Rasyid." Kata Lita antusias.

"Hahahaha.. kayaknya kalian berdua emang sengaja pengen berada di satu tempat lagi yah?" Tanya Nea curiga.

Lita langsung menggelengkan kepalanya dan berwajar khawatir. "Eh, kok sampe ke situ sih mbaaak? Nggak gitu tauk."

"Iya Mbak. Gak gitu kok. Mbak Nea kan tahu sendiri orang tuaku gimana. Mereka udah sering protes aja kalau aku kelamaan gak pulang." Sahut Rasyid.

Kemudian Nea berdecak pelan. "Halah.. kamu tuh cowok Syid. Masa dari kemang ke Depok aja udah dirindukan mak dan bapak.. hehehe bercandaaa.." ujar Nea yang selalu lebih ekspresif hanya dengan dua orang itu.

Lita dan Rasyid hanya terkekeh saja. Perbincangan serius sudah selesai mereka diskusikan tadi. Tentu saja tentang keseharian aktivitas kafe, pengeluaran, dan pemasukan.

"Ya udah kalau gitu ya Ta.. Syid.. minggu depan kita ketemu lagi di Depok." Kata Nea yang ingin menyudahi video call itu.

"Eh, bentar mbak. Jangan ditutup dulu. Syid!! Kamu katanya yang mau ngejelasin?"

Rasyid terlihat sedikit melongo di layar ponsel Nea. "Eh, kamu aja Ta." Lemparnya.

Lita cemberut. "Kamu dong. Kan---"

"Ssssttt.. udah udah. Ada apa nih? Kayak mau ngejelasin apaan aja. Kenapa? Buruan bilang." Ujar Nea.

Lita dan Rasyid saling diam. Mereka belum bicara dan terlihat sedang mengatur kalimat yang akan mereka jelaskan pada Nea.

Melihat keduanya tak kunjung bicara, Nea tak sabaran. "Kalian berdua itu udah kayak keluarga aku. Kalau lagi ada masalah apa aja yang berkaitan dengan kalian dan kafe, ngomong aja gapapa." Katanya tegas.

Yakin Rasyid tak ingin bicara, akhirnya Lita yang membuka mulutnya. "Jadi gini mbak. Kemarin siang tuh sebenernya ada yang ke sini."

"Siapa?"

"Namanya David. Dia pria muda usia 29 tahun. Dia pemilik brand minuman yang bernama 'Disegerin'. Tahu kan mbak sama minuman itu?"

Nea mengangguk. "Terus?"

"Ya gitu mbak. Dia nawarin kerjasama. Dia akan memasok minuman brand itu ke kafe kita. Jadi ntar kalau misal mbak Nea setuju, bakal diadain kayak grand opening lagi gitu buat ngenalin minuman itu ada di kafe kita. Dia sih bilangnya kayak Come and Enjoy gitu. Nanti dikasih diskon dan katanya kafe kita gak perlu khawatir mengenai program diskon itu. Gimana?"

Nea terdiam. Ia masih tampak berpikir.

Minuman dengan brand 'Disegerin' itu memang sangat populer di Jakarta. Bahkan peminatnya sangat banyak. Dan brand minuman itu sudah memiliki banyak cabang outlet mirip seperti starbak.

Jika bekerjasama dengan brand minuman itu, tentu saja popularitas dan ketenaran kafe milik Nea akan meningkat. Pelanggan juga akan terus bertambah dan kafe milik Nea akan semakin dikenal oleh banyak khalayak.

"Boleh boleh aja sih Ta.. kan kerjasama sama brand minuman itu dampak positifnya sangat besar. Ya udah deh aku setujuin langsung. Besok sore ketemu ya di kafe kemang." Kata Nea pada Lita.

Sedangkan Rasyid masih mengamati interaksi mereka berdua saja. Pria itu tersenyum ketika tahu Nea langsung menyetujui tawaran kerjasama itu.

Namun Lita meringis lagi. "Umm, anu mbak. Tapi ada syaratnya."

"Emang apa Ta?"

"Si David itu gak mau kalau nggak ketemu langsung sama owner kafe kita. Meskipun dia udah ketemu aku dan Rasyid, tapi dia tetep pengen tahu pemilik usaha kafe dan makanan ini."

"Duh, gak bisa dibujuk Ta? Kamu kan tahu sendiri aku masih bulan depan piblikasinya."

Lita menggelengkan kepalanya. "Si David itu kalau udah keukeuh gak bisa dibujuk mbak. Mbak Nea juga pasti tahu sendiri kan tawaran kayak gini gak bisa didapetin dengan mudah. Apalagi David sendiri yang turun tangan dan berkunjung ke kafe kita."

Nea mengangguk setuju. "Loh, dia berkunjung juga ke kafe yang di Depok?"

Rasyid dan Lita mengangguk. "Iya Mbak. Aku juga udah ngobrol sama dia. Orangnya sulit. Gimana mbak?"

"Duh gimana ya.. itu kesempatan besar sih bisa kerjasama brandnya dia. Aku juga tahu kok David itu siapa. Dia sering muncul juga televisi." Kata Nea. "Gak bisa kah bulan depan aja? Sekalian aku udha resign dan publikasi." Sambungnya.

Namun ternyata Lita tetap menggelengkan kepalanya. "David ngasih waktu satu minggu mbak. Maximal mbak Nea harus udah ketemu sama dia dan tanda tangan kontrak di hari Sabtu minggu depan."

"Gitu yah? Gak bisa nawar lagi nih?"

Rasyid dan Lita menggeleng bersama lagi.

Dan Nea hanya bisa menghela napasnya. Mengapa kali ini harus ada persoalan lagi dan kali ini lebih penting? Haruskah Nea resign lebih cepat?

*****