"Kau pasti sangat kecewa ketika memergokinya dengan perempuan lain di hotel, Aira…" Tangan Nyonya Roberta Aini naik dan membelai-belai rambut anak perempuannya. Aira Antlia hanya mangut-mangut. Sekarang terdengar sedikit isakan kecil dengan kedua bahunya yang berguncang halus.
"Memang ketika aku mendatangi kamar hotel tersebut, sudah tidak terlihat perempuan itu, Mom. Memang ketika aku mendatangi kamar hotel tersebut, hanya tinggal Clark sendirian di sana…"
"Ya pasti perempuan itu sudah pergi dong… Bisa jadi si Clark Campbell ini sedikit banyak curiga kau sudah mengetahui perselingkuhannya, jadi dia cepat-cepat menyuruh perempuan itu pergi dari kamar hotel itu sehingga kau tidak bisa menangkap basah mereka. Iya nggak?"
"Entahlah, Mom… Aku tidak tahu aku harus mempercayai siapa sekarang…" Bahu Aira Antlia masih berguncang halus. Masih terdengar sedikit isakan kecil di sana. Aira Antlia kemudian menungkupkan wajahnya ke dalam dekapan kedua tangannya.
"Jika ia adalah lelaki yang hanya bisa mendatangkan sakit hati dan kekecewaan kepadamu, lupakanlah dia, Aira… Lelaki yang hanya ingin main-main dan tidak bertanggung jawab seperti itu sama sekali tidak pantas kautangisi… Lebih baik, lupakanlah dia dan fokuslah ke masa depanmu dan rencana-rencanamu ke depannya, Aira…"
Aira Antlia berusaha menghentikan isakan kecilnya. Dia mengangkat wajahnya dan menyeka ekor matanya. Dia berusaha menenangkan gejolak batinnya.
"Mom datang ke sini hari ini adalah untuk mendiskusikan sesuatu denganmu, Aira… Kau masih ingat dengan Lucas Van Williams bukan?"
Mendengar pertanyaan itu, otomatis kedua alis mata Aira Antlia terangkat. Kebetulan sekali dia bisa mendengar nama itu sampai dua kali hari ini. Tadi Clark Campbell mengungkitnya. Sekarang ibunya juga mengungkit hal yang sama. Ada apa ini?
"Iya… Teman masa kecilku ketika aku tinggal di Darwin dulu… Kenapa memangnya, Mom?" tanya Aira Antlia masih dengan dahi berkerut dan alis yang terangkat.
"Beberapa hari lalu dia dan ayah ibunya ke rumah, Aira… Mereka mengajukan lamaran pertunangan kepada Dad dan Mom…" kata Nyonya Roberta Aini singkat, jelas, padat, berisi.
Sontak Aira Antlia terperanjat kaget seketika. Matanya mencelang dan mulutnya sedikit terbabang lebar. Kembali terngiang-ngiang kata-kata Clark Campbell barusan. Aku curiga mereka berdua saling mengenal dan keduanya bekerja sama untuk menjebakku dan memisahkanmu dariku, Aira Sayang… Kalimat Clark Campbell yang satu itu tetap saja mengalun dalam padang kesadaran Aira Antlia Dickinson.
Beberapa hari setelah aku memergoki Clark di hotel itu tanpa busana, dia langsung mengajak ayah ibunya ke rumah kami di Darwin sana dan mengajukan lamaran pertunangan. Kok bisa pas sekali seperti itu? Pertanyaan dalam padang sanubari hati Aira Antlia ini seolah-olah menjadi seberkas titik terang yang kembali memberinya harapan. Dengan demikian, bisa jadi Clark Campbell tadi mengatakan yang sebenarnya. Bisa jadi Clark Campbell memang tidak berbohong. Bisa jadi ia dijebak oleh seseorang atau beberapa orang – untuk memisahkannya dari Aira Antlia Dickinson kesayangannya.
Aira Antlia Dickinson tertegun selama beberapa detik sebelum akhirnya ia menanggapi,
"Jadi Dad dan Mom bilang apa?"
"Kami tidak bilang apa-apa kepada mereka, Aira… Kami bilang kami akan membicarakannya denganmu terlebih dahulu… Itulah sebabnya Mom ada di sini sekarang, Aira…" jawab Nyonya Roberta Aini Dickinson lemah lembut.
"Okelah… Beri aku waktu dulu, Mom… Aku harus bertemu dulu dengan Lucas dan membicarakan masalah ini dengannya… Sudah lama kami tidak bertemu. Kok bisa-bisanya dia mengatakan kepada kalian dia ingin bertunangan denganku?" Kening Aira Antlia tampak berkerut dalam. Dia terlihat sedang mereka-reka sesuatu.
"Okelah… Ini murni adalah masalah pribadimu, Aira… Kami sebagai orang tua takkan memaksamu. Kau pertimbangkan dan putuskanlah matang-matang, Aira. Kau beritahukan kepada kami nanti keputusanmu ya… Kami akan selalu mendukung apa pun yang menjadi keputusanmu…" kata si ibu mengelus-elus kepala anak perempuannya dengan lemah lembut.
"Aku tahu, Mom… Aku akan memikirkannya baik-baik sebelum membuat keputusan…" kata Aira Antlia mantap.
Nyonya Roberta Aini Dickinson mengangguk mantap. Percakapan-percakapan selanjutnya berkisar antara pekerjaan dan rutinitas Aira Antlia sehari-hari selama ia tinggal menetap dan bekerja di Sydney. Akan tetapi, topik apa pun yang mereka perbincangkan, tetaplah mereka akan menyinggung soal Clark Campbell. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, sedikit banyak Nyonya Roberta Aini Dickinson menyadari bahwa ujung-ujungnya anak perempuannya ini tetap akan terjatuh ke dalam pelukan Clark Campbell untuk selamanya.
Bingung dan sedikit resah berselarak di muara pikiran Nyonya Roberta Aini Dickinson.
***
Siang ini toko roti Junny Belle kedatangan beberapa tamu spesial. Terlihatlah Kimberly Phandana dan Natsumi Kyoko Tanuwira yang duduk-duduk di toko roti Junny Belle sejenak sehabis mereka berbelanja kebutuhan sehari-hari di plaza yang dekat dengan toko roti Junny Belle.
"Waktu itu maaf ya, Natsumi… Aku tidak jadi ke dokter kandungan bersama-sama dengan kalian…" kata Junny Belle dengan senyuman lemah lembutnya. Dia menghidangkan strawberry milk shake dan blueberry milk shake pesanan kedua tamu dan teman barunya itu. Setelah itu, Junny Belle juga duduk di satu meja yang sama dan terlihat mengobrol dengan kedua teman barunya itu.
"Iya… Kau bilang suamimu pulang ke Jakarta sini dan menemanimu cek ke dokter kandungan bukan?"
"Iya… Dia pulang ke Jakarta sini tanpa mengabariku terlebih dahulu. Terpaksa aku membatalkan janji kita ke dokter kandungan bersama-sama. Suamiku bersikeras ingin menemaniku cek ke dokter kandungan. Aku tidak bisa menolaknya…"
"Iya… Kau takkan bisa menolak permintaan lelaki yang sebentar lagi akan menjadi ayah, Jun…" kata Natsumi Kyoko meledak dalam tawa lepasnya.
Junny Belle hanya menyeringai tipis.
"Apalagi dia adalah ayah dari kedua bayi kembarmu itu kan, Jun? Sama seperti suamiku… Kadang aku jadi berpikir seolah-olah dialah yang akan melahirkan kedua anak kembar ini ke dunia. Kadang dia yang lebih perhatian, lebih manja, dan lebih gampang panik apabila itu menyangkut diriku dan kedua anak kembar kami," sahut Kimberly Phandana.
"Iya… Sama tuh… Suamiku kadang tidak bisa meninggalkan aku lama-lama… Bahkan ketika aku buang air besar di pagi hari saja, dia terus menunggui dan mengawasiku di depan pintu kamar mandi…" sahut Natsumi Kyoko.
Junny Belle tersenyum lebar. Dia mengingat kejadian beberapa hari yang lalu dengan Max Juliusnya yang tampan nirmala dan menjadi tertawa sendiri.
"Suamimu pasti kurang lebih sama, Jun…" Natsumi Kyoko menyeringai lebar.
"Iya… Beberapa hari yang lalu suamiku bahkan cuti setengah hari karena dari paginya aku asyik mengalami morning sickness. Untuk ke kamar mandi saja, suamiku bahkan menggendongku ke kamar mandi dan menemaniku di dalam. Dia takut terjadi apa-apa padaku. Lalu, aku bilang aku ingin jalan-jalan di taman kota dan menghirup udara segar. Suamiku langsung bawa aku ke Puncak… Dia kadang memang terlalu berlebihan…" Junny Belle meledak dalam tawa renyahnya.