Nyonya Roberta Aini kini berpaling ke anak perempuannya lagi.
"Bukannya aku menghalangi hubungan kalian berdua. Namun, kalian baru saja dekat selama tiga bulan belakangan ini. Berikanlah diri kalian sendiri waktu. Jika memang berjodoh dan saling mencintai, waktu sendiri yang akan membuktikannya. Pada saat itu, Dad dan Mom juga tidak akan menghalang-halangi jalan pilihanmu ini, Aira. Kau mengerti kan?"
Aira Antlia hanya mengangguk pasrah. Dia memang terlihat sedih dan lega pada saat yang bersamaan. Sejak kejadian dia menangkap basah sang kekasih pujaan hati di hotel tempo hari, dia memang ingin sendirian, ingin memikirkan semua yang terjadi antara dirinya dan Clark Campbell sendirian, dan ingin sendirian memutuskan langkah-langkah dan rencana-rencananya ke depan.
"Apakah… Apakah… Apakah kau juga membutuhkan… membutuhkan waktu, Aira Sayang…?" tanya Clark Campbell dengan sejuta sakit hati dan kekecewaan dalam nada suaranya.
Perlu beberapa detik bagi Aira Antlia untuk berpikir dan akhirnya dia hanya mengangguk lemah. "Iya, Clark… Berikanlah aku sedikit waktu untuk memikirkan langkah-langkahku ke depan, memikirkan rencana-rencanaku ke depannya…"
"Oke… Oke… Aku tak akan memaksamu lagi… Satu hal yang perlu kau tahu, Aira Sayang… Aku mencintaimu… Sekarang, besok, dan seterusnya… Sampai kapan pun aku takkan berhenti mencintaimu… Aku takkan pernah bisa melupakanmu sampai kapan pun…"
Perlahan-lahan, langkah-langkah kaki Clark Campbell semakin mundur dan semakin menjauh dari pintu apartemen sang bidadari cantik kesayangannya.
Nyonya Roberta Aini mendorong lembut tubuh anak perempuannya masuk ke dalam apartemen. Dengan raut wajah masih tidak bersahabat dan tanpa senyum sedikit pun, Nyonya Roberta Aini menutup perlahan pintu apartemen anak perempuannya.
"Aku takkan pernah berhenti sebelum kau menerimaku kembali, Aira Sayang…"
Tanpa disadarinya, air mata Clark Campbell menetes turun. Begitu sakit dan perih perasaannya kali ini. Dia sudah memutuskan banyak perempuan dalam hidupnya. Namun, kali ini dia sungguh merasa ulu hatinya disayat-sayat dan diiris-iris oleh pisau bedah tanpa memakai obat bius – rasanya sungguh sakit luar biasa, sungguh perih tidak terperikan.
Clark Campbell memutuskan ke bar malam itu juga. Dia minum sampai setengah mabuk dan sang sopir pribadinya yang mengantarnya kembali ke apartemennya pada jam dua dini hari.
"Sini kau, Aira… Ada banyak yang harus kita bicarakan sekarang…" dengus Nyonya Roberta Aini sedikit kesal.
"Ada apa sih, Mom…? Lagipula Mom datangnya mendadak begitu…" protes Aira Antlia.
"Untung aku datangnya mendadak. Jika aku mengabarimu duluan sebelum aku datang, bisa-bisa aku tidak bisa menangkap basah hubunganmu dengan si Campbell kaya raya tadi."
Aira Antlia hanya diam seribu bahasa.
"Berapa lama kalian sudah berpacaran? Apakah benar hanya tiga bulan belakangan ini?"
"Iya loh, Mom… Dia bisa saja berbohong. Tapi masa aku juga berbohong…" protes Aira Antlia lagi.
"Kau belum sebodoh itu untuk menyerahkan segalanya kepada laki-laki Campbell kaya raya itu bukan?" desis Nyonya Roberta Aini dengan pandangan tajam.
"Tentu saja tidak dong, Mom… Aku masih waras dan bisa berpikir dengan jernih…" balas Aira Antlia sengit.
"Dengarkanlah Mom, Aira… Bagi kita yang dari kalangan biasa-biasa saja seperti ini, golongan kaya raya seperti Campbell itu biasanya hanya mimpi di siang bolong belaka. Kalaupun kau berhasil menikah dengan laki-laki kaya raya seperti si Clark Campbell tadi, kebanyakan kau sendirilah yang akan menelan sakit hati dan kekecewaan nanti."
"Aduh, Mom… Kau sudah berpikir dan melanglang sampai sejauh itu rupanya…" Aira Antlia membuang pandangannya ke arah lain.
"Tentu saja… Sebelum kau terlanjur salah melangkah, aku harus melanglang sampai sejauh itu dan memperingatkanmu… Andaikan kau salah melangkah nanti, jika seandainya rasa manismu sudah dia ambil dan dia mencampakkanmu begitu saja, kau menyesal pun sudah tiada guna nanti. Kau tahan kelak apabila suamimu memiliki istri muda? Kau tahan memangnya kelak apabila suamimu memiliki banyak kekasih gelap di luar sana?"
Aira Antlia hanya diam dan sedikit mengerucutkan bibirnya.
"Tentu saja aku takkan tahan, Mom… Makanya tadi aku memintanya untuk memberiku sedikit waktu…" kata Aira Antlia lirih.
"Apakah selama kalian dekat tiga bulan belakangan ini, dia selalu membicarakan soal fisikmu saja? Apakah selama kalian dekat tiga bulan belakangan ini, dia selalu membahas hal-hal yang merujuk ke hubungan seks denganmu?" tanya Nyonya Roberta Aini dengan mata besarnya.
"Aku tahu ke mana pikiranmu mengarah, Mom… Namun, Clark bukan pria yang seperti itu… Dia jarang membicarakan soal fisik dan hubungan seks. Kebanyakan aku yang menanyakan duluan. Aku tanyakan soal hubungan-hubungannya yang terdahulu, baru dia membicarakan soal itu. Kebanyakan dia berbicara soal kerjaannya sehari-hari, tentang teman-teman kami, sering juga menanyakan soal kerjaanku sehari-hari, rencana dan impianku di masa depan, juga ada sesekali membahas soal rencananya memperkenalkan aku kepada orang tuanya dan rencana pernikahan kami."
"Apakah dia sering bercanda dengan kata-kata yang menjurus ke arah seks, Aira?" tanya Nyonya Roberta Aini dengan nada kecurigaan yang belum terlepas dari nada suaranya.
"Aduh, Mom… Kenapa selalu itu yang ada dalam pikiranmu, Mom?" sergah Aira Antlia sedikit kesal.
"Karena jarang sekali ada lelaki yang tampan dan kaya raya seperti itu mendekati seorang gadis sepertimu yang berasal dari kalangan biasa-biasa saja. Hidup ini kan tak seindah drama televisi, Aira. Jarang sekali dan bahkan bisa dibilang tidak pernah seorang lelaki kaya raya seperti itu bisa jatuh cinta pada seorang gadis biasa-biasa saja yang sepertimu, Aira Sayang…"
Aira Antlia hanya membisu seribu bahasa. Itulah yang ditakutkannya dan diragukannya semenjak dia menangkap basah Clark Campbell kesayangannya di hotel berbintang empat tempo hari. Ia mulai bingung apakah harus terus menuruti kata-kata cintanya atau harus mendengarkan kata-kata pikiran rasionya.
"Iya… Namun, Clark Campbell selama tiga bulan belakangan ini tidak pernah berbuat yang tidak-tidak padaku, Mom… Dia sangat menghormatiku… Aku pernah menginap di apartemennya juga, dan dia beberapa kali juga pernah menginap di sini, tidur di sofa panjang itu… Namun, dia tidak pernah sekali pun berbuat kurang ajar kepadaku. Dia begitu menghormati dan menyayangiku, Mom. Hanya saja… Hanya saja…"
"Hanya saja apa…?"
"Hanya saja, memang dulunya sebelum kami berkenalan dan berpacaran, dia memang terkenal playboy. Sudah ada banyak perempuan-perempuan muda yang kehilangan keperawanan mereka di tangannya. Bahkan… Bahkan… Bahkan…"
"Nah itulah sebabnya aku meminta waktu tadi… Itulah sebabnya aku meminta dia memberimu waktu, juga memberi dirinya sendiri waktu…" dengus Nyonya Roberta Aini. "Kau pasti pernah memergokinya dengan perempuan lain di hotel kan?"
Tebakan Nyonya Roberta Aini memang tepat pada sasaran. Aira Antlia hanya bisa menunduk lemah. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dengan mudah ibunya bisa menebak apa yang ada dalam pikirannya.