"Baguslah kalau kau sadar diri…" dengus Violito Hermes Santibanez.
"Tentu saja aku tahu… Aku adalah orang yang sadar diri sejak dulu, Paman Violito… Berbeda dengan si Max Julius Campbell itu yang tak tahu diri, yang tak sadar diri sejak dulu dan hanya ingin berebutan denganku…"
Violito Hermes Santibanez melemparkan kedua tangannya ke udara.
"Hentikanlah, Norin… Apa kau tidak bosan-bosannya sejak dulu sampai sekarang asyik mengejar-ngejar gadis yang sama, yang itu-itu saja!" Violito Hermes sedikit menegur dan menghardik.
"Setelah kau, bagiku Junny Belle Polaris adalah napasku… Dia adalah hidupku… Dia adalah jiwa dan ragaku… Aku sangat mencintainya… Ada banyak wanita di dunia ini. Ada banyak perempuan di dunia ini. Kenapa mesti sekali si Max Julius Campbell itu berebutan Junny Belle Polaris denganku!"
"Nah, sekarang kau bisa memahami hasrat dan keinginanku yang selama ini tak terbendung terhadap ramuan ajaib 100% itu bukan?" tukas Violito Hermes Santibanez.
"Tapi setidaknya aku sedang menginginkan seorang perempuan yang memang nyata, yang memang benaran terlihat di depan mata. Aku tidak sedang menginginkan sesuatu yang belum jelas keberadaannya, Paman. Aku tidak sedang menginginkan sesuatu yang keberadaannya masih di antara ada dan tiada."
"Memang sampai selamanya kita berdua takkan sepaham apabila sudah membicarakan tentang hal ini, Norin… Capek aku berdiskusi denganmu…"
"Capek aku bertukar pikiran denganmu, Paman Violito… Kau tak pernah memahami soal perasaan cinta yang ada dalam hatiku…"
Dokter Norin Apus Brown menghempaskan punggungnya ke sandaran kursinya.
Pikiran Violito Hermes Santibanez kembali melayang ke masa-masa silam.
"Kau sedang mengada-ada… Mana mungkin ada obat ajaib yang bisa menyembuhkan segala jenis penyakit di dunia ini, Brother…" kata Violito Hermes Santibanez sembari mengernyitkan keningnya dalam-dalam.
"Tentu saja ada… Kau sudah sangat mengenalku kan, Carlitos? Aku tidak pernah main-main dengan setiap ucapan dan impianku… Aku bilang ada, ya aku akan berupaya sekeras mungkin untuk memungkinkannya menjadi ada…"
"Oke… Kau adalah seorang pelajar science yang brilian dan nyaris tak seorang pun di negeri ini yang bisa mengalahkan kepintaranmu. Namun, obat ajaib 100% yang bisa menyembuhkan segala jenis penyakit di dunia itu… itu… aku rasa… aku rasa…"
Violito Hermes Santibanez sungguh kehabisan kata-kata menjelaskan nan mendeskripsikan soal rencana dan impian si teman masa lalu itu.
"Bahkan Albert Einstein dan Stephen Hawking tidak berani berteori bahwasanya akan ada suatu obat ajaib yang bisa menyembuhkan segala jenis penyakit di dunia ini…" Violito Hermes Santibanez masih mengernyitkan keningnya dalam-dalam.
"Mungkin saja aku bisa menjadi Albert Einstein atau Stephen William Hawking yang berikutnya, Carlitos… Bayangkan saja… Akan ada kesempurnaan dalam hidup umat manusia di planet bumi ini seandainya saja aku berhasil meracik satu ramuan obat ajaib 100% yang bisa menyembuhkan segala jenis penyakit di dunia ini…"
"Kau sedang mencoba beradu kekuasaan dengan Tuhan, Bro… Menurutku, itu kurang bijaksana ya…" Violito Hermes menginterupsi.
"Tuhan? Tidak pernah ada kata itu dalam kamusku…" desis si teman masa lalu dengan pongah dan congkak. Inilah yang harus dibayarnya dengan mahal di kemudian hari.
"Dahulu kala Raja Qin Shi Huang memerintahkan prajurit-prajurit terunggulnya ke lautan timur dari China untuk menemukan sekuntum bunga abadi – yang setelah dikonsumsi akan menjanjikan kita kehidupan yang abadi. Para prajurit terunggul dari Qin Shi Huang ini tidak berani kembali ke daratan China. Saat itu, Raja Qin Shi Huang sudah memperingatkan apabila mereka kembali ke daratan China dengan tangan kosong, mereka akan kehilangan kepala mereka dan anak istri mereka juga. Oleh sebab itu, ketika berangkat, mereka juga bawa serta anak istri mereka. Para prajurit terunggul itu sama sekali tidak pernah kembali lagi karena mereka tidak berhasil menemukan sekuntum bunga abadi itu. Ada sebagian yang berdiam di daratan baru yang berada di bagian paling timur laut dari daratan China. Sebagian lagi menemukan pulau-pulau baru yang berada di bagian timur dari daratan China. Mereka akhirnya membentuk peradaban-peradaban baru di sana. Konon menurut legenda dan mitos sih seperti itu ya… Namanya legenda dan mitos mana bisa kita pasti nyata tidaknya, iya kan…?"
Si teman masa lalu mengakhiri eksposisi singkatnya.
"Nah tuh kan…! Kaisar China yang dari masa lalu saja tidak berhasil menemukan sekuntum bunga abadi itu…" tukas Violito Hermes Santibanez.
"Dia hanya tidak berhasil menemukannya, Carlitos… Tidak berhasil menemukannya, bukan berarti bunga abadi itu benar-benar tidak ada bukan?"
Pernyataan si teman masa lalu kali ini benar-benar membuat Violito Hermes Santibanez bagai terjengat listrik bertegangan tinggi di tempat.
"Aku akan bisa mendapatkan tiga kesempurnaan besar dari ramuan ajaib 100% itu… Tiga kesempurnaan besar, Carlitos… Dengan adanya tiga kesempurnaan besar itu, nantinya aku ingin sedikit membandingkannya dengan kesempurnaan-kesempurnaan yang dimiliki oleh Tuhan – apakah kesempurnaan-Nya lebih indah atau kesempurnaanku yang lebih elegan…"
Sambil bersiul nyaring dan merdu, si teman masa lalu beranjak pergi meninggalkan Carlitos Santiago Rojo pada saat itu dalam kebingungannya.
Pikiran Violito Hermes Santibanez kembali ke masa kini.
"Jadi menurutmu, apa tiga kesempurnaan besar itu, Norin…?"
"Entahlah… Mungkin usia yang abadi, uang dan emas berlian yang tiada habisnya, dan mungkin saja yang terakhir adalah kekuasaan yang tak terbatas…"
"Bisa juga ya… Pasalnya waktu itu ia hanya menyebutkan tiga kesempurnaan besar… Dia tidak menyebutkan satu per satu tiga kesempurnaan itu apa-apa saja…"
"Aku tidak berniat mencari tiga kesempurnaan itu di dunia ini, Paman Violito… Aku hanya ingin memperoleh cinta yang kudambakan dan kuimpi-impikan selama ini. Aku hanya butuh cinta dan kehangatan yang sudah lama kucari-cari selama ini."
"Dan menurutmu apakah Junny Belle bisa memberikanmu cinta dan kehangatan itu? Menurutku ya… Menurutku ini ya… Si Junny Belle ini lebih mencintai... lebih mencintai si Max Julius itu deh…"
"Tidak akan kubiarkan dia merebut Junny Belle dariku!" Mendadak saja Dokter Norin Apus Brown menggebrak meja tulisnya. Tentu saja Violito Hermes Santibanez terhenyak kaget sejenak.
"Hanya gara-gara cinta, lama-lama kau bisa gila aku lihat, Norin…"
"Aku akan mengupayakan berbagai cara supaya Max Julius itu tidak bisa bersama-sama dengan Junny Belleku! Kalau perlu, aku akan membunuh dan melenyapkannya dari muka bumi ini sehingga ke depannya ia takkan muncul lagi di antara aku dan Junny Belleku!" Terlihat sepasang mata Dokter Norin Apus Brown yang mendelik tajam.
"Sudahlah… Toh kau dan Max Julius Campbell sama-sama ganteng, pintar dan bertalenta bukan? Dia bisa mendapatkan gadis yang sesempurna Junny Belle Polaris, ya kau cari gadis lain yang tak kalah sempurnanya dengan Junny Belle Polaris loh… Asal kau mau mencari dan tidak begitu pemilih, aku tak percaya tak ada gadis yang tak mau dengan keponakanku yang juga sempurna ini. Iya tidak?" kata Violito Hermes berusaha menghibur.
"Aku hanya menginginkan Junny Belle Polaris! Aku tidak tertarik sama perempuan-perempuan lain! Aku hanya mencintai Junny Belle, Paman Violito…"
Dokter Norin Apus Brown terdengar seperti anak kecil yang merengek panjang dan tak berkesudahan karena mainannya telah direbut oleh anak lain.
Violito Hermes Santibanez hanya bisa mengatupkan dan merapatkan bibirnya setelah itu. Sungguh dia kehabisan kata-kata bagaimana mendeskripsikan sang kemenakan lelakinya ini.
"Oke… Aku fixed menyerah… Biarkanlah kau sendirian sana dengan perasaan cinta tak berbalas yang entah sampai kapan kau baru akan menyadarinya itu adalah hal yang sia-sia. Aku akan kembali ke habitatku sekarang. Malam ini aku hanya datang menengokmu karena sudah lama aku tidak berjumpa denganmu, Norinku Sayang…"
"Ya… Ya… Ya… Selamat kembali ke habitatmu, Paman Violito… Seumpamanya aku adalah kau, setelah meledakkan sebuah kapal pesiar dalam waktu dekat ini, aku takkan berani memunculkan diri terlalu sering di tengah-tengah publik. Polisi kelautan internasional pasti sedang memburuku."
"Tenang saja… Kau sudah mengenalku dengan baik kan, Norin…?" Senyuman santai yang terkesan sedikit mengerikan nan misterius merekah nan menghiasi raut wajah setengah baya Violito Hermes Santibanez.
"Ya… Ya… Aku sudah tahu itu… Kau tidak perlu mengulanginya di sini sekarang, Paman…" potong Dokter Norin Apus Brown.
Violito Hermes Santibanez hanya meledak dalam tawa lepasnya dan melangkah keluar dari ruangan kerja kemenakan lelakinya.