"Aira… Aira Sayang… Aira… Shit!"
Clark Campbell tidak mungkin mengejar Aira Antlia kesayangannya sampai keluar kamar karena ia hanya mengenakan undies-nya pada waktu itu. Ia hanya bisa duduk terpuruk di atas tempat tidur kamar hotel tersebut. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal.
Keriap depresi mulai menggelimuni pangkal sanubari Clark Campbell siang itu.
***
"Begitulah yang terjadi…" Clark Campbell mengakhiri narasi singkatnya kepada Max Julius Campbell dan Junny Belle Polaris.
"Jadi selama kau tidak sadarkan diri itu, si aktris itu berhubungan intim denganmu?" Max Julius membesarkan matanya. Kedua belahan pipi Junny Belle sudah merona merah bak kepiting rebus karena kedua laki-laki itu bisa membicarakan hal tersebut secara gamblang.
"Tidak aku kira… Soalnya aku cek seprai tempat tidur masih putih bersih – tidak ada bekas-bekas cairanku atau cairannya… Dia murni hanya ingin menjebakku dan kemudian memisahkan Aira Antlia dariku! Aku curiga jangan-jangan si aktris itu ada hubungannya dengan si lelaki yang jelas-jelas juga mengincar dan menginginkan Aira Sayangku…" gumam Clark Campbell mulai putus asa.
"Kau tidak mencarinya kembali di studio?" tanya Max Julius lagi.
"Tentu saja ada, Max… Kata si sutradara mendadak saja ia minta cuti satu minggu ke depan dengan alasan sakit. Proses shooting bahkan ditunda karena si aktris ini adalah salah satu aktris utama. Aku hanya tahu ia bernama Donna Clarkson."
"Kau tidak menanyakan di mana alamatnya?"
"Ada… Kudatangi apartemennya… Tidak ada orang… Kata tetangga sebelah, si Donna Clarkson ini sudah tidak pulang sejak seminggu sebelumnya… Makin jelas… Sepertinya ia bekerja sama dengan si lelaki sainganku itu untuk membuat Aira Sayangku salah paham padaku… Dasar sial!"
"Aku yakin Aira sekarang juga lagi bimbang… Dia termasuk ke orang yang takkan percaya begitu saja pada suatu foto atau suatu video, Clark… Carilah kesempatan untuk berbicara dengannya lagi…" kata Junny Belle lemah lembut.
"Sudah berhari-hari dia tidak ingin menemuiku apalagi berbicara denganku, Junny…" gumam Clark Campbell masih kurang bersemangat dan bergairah sama sekali.
"Carilah dia lagi… Usahakan temui dia lagi… Kalau dia masih tidak mau bertemu denganmu, temui dia lagi… Cari kesempatan lagi untuk menemuinya dan berbicara dengannya… Pastikan dia melihat usahamu dalam meyakinkan dia, Clark…" tukas Max Julius memberikan sedikit saran.
"Iya deh... Coba nanti malam ini aku ke apartemennya lagi dan coba untuk menjelaskan kepadanya…" kata Clark Campbell benar-benar dalam keadaan yang terpuruk saat ini.
"Nanti sore aku juga akan menelepon Aira dan mencoba membujuknya supaya dia ingin menemuimu dan mendengarkan penjelasanmu, Clark…" tukas Junny Belle sembari tersenyum lemah lembut.
"Thanks very much, Jun… Ini aku off dulu ya, Max… Masih ada beberapa pekerjaan lain yang harus aku selesaikan di sini…" kata Clark Campbell hendak mengakhiri hubungan komunikasi mereka.
"Oke… Berusahalah semaksimal mungkin untuk meyakinkan Aira Antliamu kembali, Clark…" kata Max Julius. Junny Belle hanya tersenyum lemah lembut.
Hubungan komunikasi pun terputus. Tangan Max Julius masih terus melingkar di tubuh sang bidadari cantik jelita di atas pangkuan kaki.
"Aku percaya pada Clark… Tidak mungkin dia mengkhianati Aira sahabatmu itu dengan main perempuan lain lagi, Junny Darling… Kami ini memang fuckboys… Tapi itu dulu… Sekarang setelah kami takluk di bawah wanita yang menjadi pemilik dan ratu dari hati kami, kami adalah laki-laki yang begitu setia…" kata Max Julius merebahkan dagunya di pundak sang bidadari cantik jelita.
"Kasihan juga Clark… Aku kenal Aira dengan baik. Dia tergolong ke perempuan yang takkan percaya dengan sebegitu mudahnya, apalagi setelah ia merasa dibohongi…" kata Junny Belle dengan sebersit senyuman lirih.
"Iya… Clark harus berusaha berkali-kali lipat untuk menjelaskan pada Aira Antlia kesayangannya dan meyakinkannya kembali…" sahut Max Julius dengan dagunya masih di posisi yang sama.
"Iya… Soalnya watak Aira sedikit lebih keras. Dia tidak bermurah hati dan pemaaf sepertiku…" tukas Junny Belle meledak dalam tawa lemah lembutnya.
"Maafkan aku, Darling…" kata Max Julius dengan nada merengek.
"Kau sudah meminta maaf padaku berkali-kali, Max Sayang…"
"Aku tahu ribuan maaf sekalipun takkan bisa menghapus total semua dosa dan kesalahanku di masa lalu, Junny Darling… Aku hanya bisa menggunakan waktu seumur hidupku ini untuk menebus dosa dan kesalahanku padamu. Aku akan menggantinya dengan cinta dan ketulusanku ini seumur hidupku, Darling…"
"Benarkah?" Junny Belle lagi dan lagi menggenggam lembut kedua belahan pipi sang pangeran tampan nirmala.
"Tentu saja benar, Darling... Aku mencintaimu… Sangat mencintaimu… Jadilah wanitaku untuk selamanya… Kau mau kan?" Max Julius sekonyong-konyong mengeluarkan sekotak cincin dari laci meja kerjanya. Dia menyodorkan cincin emas berlian tersebut ke hadapan sang bidadari cantik jelita.
Tentu saja mata Junny Belle membesar seketika. Tidak disangka-sangka hari ini sang pangeran tampan nirmala akan menyodorkannya selembar surat pernikahan dan kemudian melamarnya dengan cincin emas berlian yang indah membuai seperti ini. Junny Belle hanya bisa menutupi mulutnya dengan kedua tangan sembari menahan napas.
"Max Sayang… Apakah… Apakah aku sedang bermimpi sekarang ini?"
"Tentu saja tidak, Junny Darling… Cincin ini nyata adanya… Lamaranku juga nyata adanya… Kebahagiaan kita yang di depan mata ini juga nyata adanya… Kau mau kan?"
Junny Belle hanya mengangguk dengan pandangan mata mulai berkaca-kaca tergenang rasa haru.
"Kau adalah pemilikku, Darlingku… Aku menyerahkan segala yang ada pada diriku, hidupku, dan napasku kepadamu, Darlingku…" ucap Max Julius sembari memakaikan cincin emas berlian tersebut ke jari manis sang bidadari cantik jelita.
Junny Belle terus memandangi cincin emas berlian yang kini terpasang pada jari manisnya dengan sinar mata penuh haru, cinta dan kebahagiaan.
"Kau suka, Darling?"
"Iya… Aku sangat menyukainya… Namun, ada satu lagi yang lebih aku suka dan aku cintai daripada cincin ini, Max Sayang…" Terlihat sorot mata Junny Belle Polaris yang penuh cinta dan ketulusan kepada Max Julius Campbell.
"Apa itu, Darling?"
"Dirimu, Max Sayang…"
Sungguh melambung perasaan Max Julius ke langit ketujuh… Sungguh tidak terdeskripsikan perasaan cinta Max Julius yang mendayu-dayu dalam dunia sanubarinya… Sungguh tidak terlukiskan kebahagiaan Max Julius yang berombak-ombak dalam muara sukma dan jiwanya yang tiada berpangkal ujung…
Terlihat pasangan Max Julius dan Junny Belle yang kembali berciuman. Segala untaian kata-kata tak lagi diperlukan.
***
Jam demi jam berlalu… Terlihat Max Julius sedang mendiskusikan rangkaian acara pada saat pembukaan cabang baru di Jakarta Selatan nanti dengan si Vicelia Angkasa dan Prayoga Ardiansyah. Ketiganya terlibat dalam diskusi yang cukup panjang dan seru.
Junny Belle membereskan segala peralatan makan siang mereka. Setelah dicuci, semua peralatan makan tersebut dimasukkan kembali ke tas kecil yang dibawanya tadi.
"Jadi ada undang gubernur DKI Jakarta sini juga. Beliau bilang Beliau sedang berhalangan, jadi nanti wakilnya yang akan hadir di acara gunting pita kita. Habis itu, si putra dari raja minyak Uni Emirat Arab juga sudah oke bilang dia akan hadir. Dia juga akan hadir saat acara gunting pita nanti. Oh ya, Pak Max Julius… Apakah Pak Concordio dan Bu Desenda akan hadir juga dalam acara kita ini nanti?" tanya Bu Vicelia Angkasa.
"Tidak… Juga ada sedikit acara di The Pride yang ada di Los Angeles…" kata Max Julius.
"Oke deh…" jawab Bu Vicelia Angkasa lagi.
Junny Belle membawa tas kecilnya melewati meja kerja sang suami. "Max Sayang… Aku balik dulu ya ke toko roti…" kata Junny Belle tersenyum lemah lembut.
"Oke… Mobil sudah siap di bawah, Junny Darling… Sampai jumpa nanti malam di rumah ya, Darling…" kata Max Julius berdiri. Junny Belle langsung ngeh suaminya menginginkan kecupan mesra sebagai tanda perpisahan.
Junny Belle mengecup mesra sepasang bibir sang suami. Dia tidak terlihat canggung sedikit pun kendati Vicelia Angkasa dan Prayoga Ardiansyah menyaksikan adegan tersebut dengan mata yang sedikit membeliak dan alis yang sedikit naik.
Max Julius terlihat sangat menikmati kecupan mesra istrinya itu. Sambil memandangi lekuk-lekuk tubuh sang istri ketika sang istri berjalan keluar dari ruangan kerjanya, dia bersiul panjang dan nyaring.
"Ini masih di kantor, Pak Max…" tegur Bu Vicelia Angkasa lembut dengan sebersit senyuman keibuan. Mungkin karena usianya yang sudah pertengahan empat puluhan, Max Julius terlihat sangat menghormati sekretaris senior itu. Max Julius hanya menyeringai nakal.
"Setiap kali berdekatan dengan istriku, aku sangat susah mengendalikan diri, Bu Vic…" kata Max Julius menggaruk-garuk tengkuk belakangnya yang sebenarnya tidak terasa gatal.
"Itu karena Anda benaran mencintai Bu Junny, Pak Max… Anda berdua sungguh pasangan suami istri yang serasi, Pak Max…" kata Bu Vicelia Angkasa lemah lembut, masih mempertahankan senyuman keibuannya. Max Julius hanya tersenyum simpul.
"Mengendalikan diri susah ya, Pak Max? Memangnya Pak Max setiap kali berada di dekat Bu Junny, Pak Max ingin memukuli Bu Junny ya?" Pertanyaan polos Prayoga Ardiansyah yang satu ini tentu saja membuat Bu Vicelia Angkasa meledak dalam tawa lepasnya.
Max Julius menjitak sekali kepala si Prayoga Ardiansyah.
"Mau tahu saja kau urusan orang… Kembali ke rapat…" tegur Max Julius setengah menghardik.
Prayoga Ardiansyah mengelus-elus kepala belakangnya. Vicelia Angkasa terlihat masih menahan dan mengulum-ngulum senyumannya.
Sementara itu, terlihat Junny Belle memasuki lift yang khusus hanya dipergunakan oleh Max Julius Campbell dan Clark Campbell selaku dewan direksi. Pintu lift terbuka dan sungguh terhenyak kaget Junny Belle mendapati Qaydee Zax sedang beradu mulut dengan seorang satpam di depan pintu lift tersebut. Seketika pandangan mata Qaydee Zax tertuju pada Junny Belle yang berjalan keluar dari lift.
"Apa yang kaulakukan di sini! Kenapa kau bisa mempergunakan lift khusus untuk dewan direksi The Pride ini! Katakan! Apa yang kaulakukan di sini!" Terdengar teriakan Qaydee Zax yang panjang dan nyaring. Qaydee Zax sekonyong-konyong mencengkeram lengan kiri Junny Belle.
Rantangan yang dibawa Junny Belle dalam tas kecilnya terjatuh ke lantai hotel dan menciptakan sedikit kegaduhan. Junny Belle mulai merasa panik. Ia berusaha melepaskan lengan kirinya dari cengkeraman tangan Qaydee Zax.
Lindap panik mulai mengerabik di teluk sanubari Junny Belle Campbell.