Jakarta, awal Agustus 2013
Seminggu berlalu… Dan, Clark Campbell belum memberi kabar apakah dia jadi membawa Aira Antlia Dickinson ke Jakarta atau tidak. Max Julius Campbell sebenarnya sudah ingin menghubungi saudara sepupunya itu dan menanyakan kabar kepastian kedatangannya ke Jakarta. Namun, karena dia sendiri juga sibuk mengurus acara pembukaan cabang baru The Pride di Jakarta Selatan, terlupalah niatnya untuk menghubungi saudara sepupunya itu.
Melihat sang pangeran tampan yang sibuk dan kadang bisa sampai ke rumah di atas jam-jam sebelas malam, sudah beberapa hari ini Junny Belle juga membawa pulang beberapa pekerjaan sang pangeran tampan ke toko roti dan membantu sang pangeran tampan nirmala menyelesaikannya sambil menjalankan toko roti.
Siang ini, Junny Belle ke The Pride yang ada di Jakarta Utara dan hendak menyerahkan beberapa berkas surel yang telah ia selesaikan dan kirimkan ke beberapa pelanggan The Pride di seluruh Australia dan sebagian pelanggan yang berada di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Turun dari taksi, Junny Belle membawa kotak bekal makan siang yang baru saja dimasaknya sendiri, berjalan masuk ke The Pride dengan maksud memberi kejutan kepada sang pangeran tampan.
"Bisa aku bertemu dengan Pak Max Julius?" Senyuman lemah lembut nan memabukkan Junny Belle menebar ke resepsionis-resepsionis lelaki yang sedang bertugas di lantai bawah. Untuk beberapa detik, ketiga resepsionis lelaki tampak memandangi Junny Belle dengan mulut yang sedikit terbabang lebar.
Max Julius yang pas waktu itu keluar dari lift sambil berbicara dengan asisten lelakinya sontak langsung memandang ke arah sang bidadari cantik jelita yang sedang berdiri di depan meja resepsionis.
Tentu saja mata Max Julius yang jeli dan awas menyadari ketiga resepsionis itu tengah menatap sang bidadari cantik jelita kesayangannya dengan mulut yang melangah seolah-olah air liur mereka hendak keluar. Max Julius berjalan menghampiri sang bidadari cantik jelita sambil mengarahkan delikan mata yang tajam ke ketiga resepsionisnya.
"Hmm… Darling… Tak kusangka kau bisa ke sini menemuiku…" kata Max Julius masih terus mengarahkan delikan matanya ke ketiga resepsionis itu.
"Max Sayang… Aku ingin menyerahkan kembali daftar alamat surel pelanggan-pelangganmu ini. Aku sudah mengirimkan semua surel undangannya… Sekalian aku tadi ada masak makan siang buat kita… Jadi aku pikir aku mau makan siang sama-sama denganmu di The Pride saja…"
"Oke… Kita makan di ruanganku saja nanti, Darling…" Max Julius meraih Junny Belle ke dalam rangkulannya dan mengecup mesra kening dan bibir Junny Belle. Tentu saja wajah Junny Belle merona karena dia tengah mendapat perlakuan romantis dari sang pangeran tampan di depan meja resepsionis itu.
Ketiga resepsionis tadi kembali menginjak bumi setelah beberapa saat lamanya roh mereka terlepas dari raga dan melambung ke angkasa tingkat kedua. Terkejut bukan main, ternyata sang bidadari cantik jelita yang menampakkan diri di depan meja resepsionis ini adalah istri dari sang direktur pusat The Pride.
"Ini adalah istriku, Junny Belle Campbell… Panggil dia Nyonya Campbell…" kata Max Julius dingin dengan delikan mata yang masih belum berubah.
"Selamat siang, Nyonya Campbell…" sapa ketiga resepsionis tersebut serentak.
"Lain kali setiap tamu yang datang harus dilayani dengan baik, bukan hanya dipelototi – tidak peduli seberapa cantiknya tamu tersebut…" sindir Max Julius sinis.
"Baik, Pak Max Julius…" jawab ketiga resepsionis lelaki tersebut sedikit salah tingkah.
Kini Max Julius berpaling ke sang asisten sekali lagi. "Sudah dulu ya… Suruh si Nanik itu perbaiki lagi surel undangannya. Tidak bisa masukkan semua alamat surel dalam kotak penerimanya seperti itu. Ada beberapa tamu VIP dan VVIP yang merupakan pejabat tinggi dan pejabat pemerintahan dari negara-negara lain. Kita harus menghormati mereka dan memperlakukan mereka seperti raja."
"Tapi, Pak Max Julius… Surel undangan yang mau dikirimkan ada ribuan… Aku kira si Nanik sendiri saja tak bakalan selesai mengirimkan surel-surel undangan itu sampai sore ini. Acaranya Sabtu ini, Pak…"
"Ya itu risiko pekerjaannya dong sebagai sekretaris… Istriku ini bisa mengirimkan dua ribuan surel hanya dalam waktu dua hari dengan satu penerima satu alamat surel yang tercantum saja. Itu baru oke… Kalau si pejabat tinggi itu buka surelnya, tapi dalam surel itu ada ribuan alamat surel yang lain, jangankan dibaca isi surel tersebut, kita tidak kena complain saja sudah syukur. Mengerti kau?" Max Julius setengah menghardik dengan nada suara ketus, tatapan mata yang tajam, dan raut wajah yang tanpa ekspresi.
Si asisten tampak menggaruk-garuk tengkuknya yang sebenarnya tidak terasa gatal.
"Kalau aku boleh tahu, si Nanik itu sudah berhasil mengirimkan berapa surel sekarang, Pak?" tanya Junny Belle lemah lembut.
"Hanya ada… ada…" Si asisten jadi sedikit tergagap karena berhadapan dengan seraut wajah cantik yang sungguh membius nan memabukkan.
"Istriku sedang bertanya! Dijawab dong!" Max Julius sedikit meninggikan nada suaranya lagi. Si asisten tentu saja agak terlompat dari posisi berdirinya.
"Hanya ada 500an surel… Masih ada 1000an surel lagi…" Si asisten lelaki tergagap lagi. Dia tidak berani menatap lama istri sang direktur pusat ini.
"Oke… Bagaimana kalau kita ke ruangan si Nanik ini dulu? Mungkin ada beberapa kiat yang ingin kusampaikan kepadanya supaya dia bisa selesai mengirimkan semua surel undangan ini menjelang sore nanti dengan baik dan benar – masing-masing penerima hanya dapat melihat alamat surelnya sendiri…"
"Darling… Kalau terlalu merepotkan, tidak usah saja… Nanti kau kelelahan… Biar saja mereka yang menyelesaikannya sendiri…" ujar Max Julius dengan gaya imut manja sembari sedikit mengerucutkan wajahnya.
Tentu saja mata ketiga resepsionis dan si asisten lelaki itu hampir terlepas dan keluar dari rongganya melihat sikap dan perilaku sang direktur pusat yang sungguh berbeda drastis ketika menghadapi para bawahannya dan ketika memperlakukan sang istri kesayangannya yang cantik jelita – laksana air dan api.
"Tak apa-apa… Sebentar saja, Max Sayang…" Tangan Junny Belle membelai lembut dada sang pangeran tampan nirmala.
"Tunggu apa lagi! Antar Nyonya ke ruangan si Nanik itu sekarang juga…" Max Julius kembali ke perangainya semula ketika menghadapi sang asisten lelaki.
Cepat-cepat si asisten berjalan terlebih dahulu mengantar sang direktur pusat dan istrinya ke ruangan kerja si Nanik – si sekretaris yang sejak tadi mereka bicarakan.
"Siang, Pak Max… Siang, Bu…" Nanik juga menjadi gelagapan bukan main karena mendadak ruangan kerjanya dikunjungi oleh sang direktur pusat dan istri cantik jelita kesayangannya.
"Junny Belle Campbell… Panggil saja 'Junny'… Sudah sampai mana pengiriman surelnya?" tanya Junny Belle tersenyum lemah lembut.
Si Nanik hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya dan sedikit salah tingkah. Junny Belle duduk di depan komputer si Nanik dan mengecek sebentar pengiriman surel-surel tersebut.