"Kau mulai nakal lagi ya…"
Si aktris hanya terkekeh cekikikan tatkala Jay Frans Xaverius mulai menerkamnya lagi. Pagi itu dilalui dengan sedikit pertempuran sebelum akhirnya Jay Frans Xaverius memutuskan untuk ke apartemen Vallentco Harianto.
***
Namun, nyatanya pagi itu Jay Frans Xaverius tidak kunjung menampakkan diri di apartemen Vallentco Harianto. Dua hari sudah berlalu…
Pagi ini Vallentco Harianto kembali terbangun dan mendapati dirinya semalaman penuh terlelap di tengah-tengah botol-botol minuman beralkohol yang ditenggaknya.
Bel pintu berdering… Akan tetapi, Vallentco Harianto sama sekali tidak bertenaga untuk bangun dan membuka pintu. Jay Frans Xaverius yang memang mengetahui sandi pintunya, bisa menekan kombinasi angka sandi dan masuk dengan mudah. Alangkah terhenyaknya dirinya mendapati sahabatnya tergeletak kaku tidak berdaya di tengah-tengah lantai apartemennya sendiri yang dipenuhi dengan botol-botol minuman beralkohol.
"Val… Val… Tidak bisakah semuanya ini dibicarakan dengan baik-baik?"
Jay Frans membangunkan tubuh Vallentco Harianto dan mendudukkannya ke sofa panjang.
"Kau baru ke sini setelah bergulat dengan si aktris seksi kesayanganmu itu?"
"Val… Kau tahu si aktris itu begitu tergila-gila padaku… Ayah ibunya bahkan sudah tahu mengenai hubungan kami. Mereka hanya tinggal menunggu lamaran dariku. Aku tidak bisa mengakhiri hubungan kami begitu saja…" jelas Jay Frans Xaverius terperengah.
Vallentco Harianto mendengus sarkas.
"Dariku kau sudah mendapatkan uang dan kemudahan jalanmu untuk menjadi seorang aktor terkenal seperti sekarang ini kan? Kau sudah tidak membutuhkan aku lagi. Uang kau sudah punya… Ketenaran apalagi… Sekarang kau menginginkan hubungan yang normal, keluarga yang normal, dan kelak anak-anak dalam kehidupan keluarga yang normal – sesuatu yang tidak bisa kuberikan…"
"Val… Aku…"
"Oh, aku begitu bodoh… Seharusnya selama ini kau yang tidak pernah sekali pun mengatakan kau mencintaiku, mengatakan kau memiliki perasaan yang sama terhadapku, sudah bisa menyadarkanku kau hanya memanfaatkan aku, hanya memperalat cinta dan ketulusanku kepadamu. Aku begitu bodoh, begitu buta, terlalu terlena dan terbuai ke dalam cinta dan perasaanku yang hanya sepihak," cerca Vallentco Harianto tanpa ampun – antara kesadaran dan ketidaksadarannya.
"Val… Vallentco… Aku tidak bermaksud begitu…"
"Apakah kau tidak ingin uang dariku lagi, Jay? Kau pasti membutuhkan uang bukan? Kau pasti menginginkannya lagi kan? Aku bisa memberimu uang… Aku bisa memberimu uang sebanyak yang kauinginkan. Namun, balaslah dan jawablah perasaanku ini sekali ini saja… Sekali saja… Tuluslah kepadaku… Maka, aku akan pergi tanpa penyesalan… Asalkan kau tulus kepadaku sekali ini saja, setelah itu aku akan pergi dari hidupmu, meninggalkan kehidupanmu selamanya dan takkan pernah mengganggu hidupmu lagi. Kau mau kan?"
Vallentco Harianto terjebak di antara kalimat-kalimat permohonannya dan tangisannya yang mulai pecah bertumpah ruah di dada Jay Frans Xaverius. Dia mencengkeram dan menarik lembut kaus Jay Frans Xaverius.
Jay Frans Xaverius mulai merasa bagai makan buah simalakama. Mulai terdengar gerunyam senandika batinnya. Tentu saja aku mencintai Vallentco seorang. Kuakui aku seorang biseks. Aku mencintai Vallentcoku ini lebih dari apa pun. Namun, menjadi suami Madeline Williams juga nggak buruk-buruk amat. Ayahnya memiliki satu perusahaan perfilman yang cukup terkenal di Australia sini. Dan yang terpenting, Madeline Williams ini begitu tergila-gila kepadaku. Aku yang memegang kendali sekarang. Dia bahkan menyerahkan keperawanannya ke tanganku. Tinggal sedikit lagi aku sudah bisa menghamilinya dan dia akan terikat denganku selamanya. Akankah aku melepaskan kesempatan ini begitu saja? Tentu saja tidak…
Gerunyam senandika batin Jay Frans Xaverius terus berkelanjutan.
Haruskah aku berterus-terang saja kepada Vallentcoku ini dan memohon padanya untuk menungguku selama empat sampai lima tahun terlebih dahulu? Vallentcoku ini juga sangat mencintaiku bukan? Tentunya menunggu hanya empat sampai lima tahun takkan menjadi masalah baginya bukan?
"Aku mencintaimu, Vallentco… Aku hanya mencintaimu seorang… Aku bersama-sama dengan Madeline Williams karena orang tuanya sudah mengetahui tentang hubungan kami. Hanya tinggal selangkah lagi aku berhasil melamarnya dan menjadi menantu dari seorang produser film terkenal di Sydney ini. Tidakkah kau ingin mendukungku, Vallentco?"
Vallentco Harianto hanya mendengus skeptis. "Jadi sekarang kau ingin aku menjadi kekasih gelapmu saat ini? Sampai berapa lama?"
"Tidak lama… Mungkin empat sampai lima tahun ke depan… Dalam kurun waktu itu, kita bisa tetap berhubungan tanpa perlu seorang pun yang tahu… Kau mau kan…? Aku tahu kau sangat mencintaiku juga… Aku tahu kau pasti akan menungguku… Iya kan?"
Jay Frans Xaverius terus menebar rayuannya dan berusaha membujuk Vallentco Harianto.
Vallentco Harianto tenggelam dalam kebingungan yang tiada berpangkal, tiada berujung. Keriap tanda tanya dan tanda seru mengerabik di semenanjung pikirannya.
"Tinggalkan aku seorang diri dulu, Jay… Tinggalkan aku seorang diri dulu… Aku perlu waktu untuk berpikir…" Ruap lara masih terus membelandang ke permukaan batin Vallentco Harianto.
"Aku tahu kau pasti akan selalu memihakku, Val… Aku tahu kau akan selalu berada di sisiku… Aku akan di sini menemanimu… Aku akan terus bersamamu… Sekarang tenangkan dirimu ya…"
Jay Frans Xaverius mengecup mesra kepala selingkuhannya sejenak. Vallentco Harianto tampak seperti orang linglung. Selama beberapa menit ke depan, dia tidak tahu mesti berbuat apa, tidak tahu mesti berucap apa.
Jay Frans Xaverius menelepon agen kebersihan. Dia meminta didatangkan beberapa pembantu rumah tangga yang akan membantu membersihkan apartemen selingkuhannya itu.
Jay Frans Xaverius tetap duduk menemani selingkuhannya. Dia mendekap Vallentco Harianto ke dalam pelukan kehangatannya. Dia tetap duduk dalam posisi yang sama sampai beberapa pembantu kebersihan tiba di apartemen Vallentco Harianto.
"Tenangkan dirimu ya… Nanti malam aku datang lagi… Aku mencintaimu…"
Jay Frans Xaverius mengecup mesra sepasang bibir mungil milik Vallentco Harianto sebelum akhirnya berlalu dari apartemen tersebut.
***
Laporan hasil pemeriksaan Junny Belle Polaris akhirnya keluar. Kini Max Julius dan Junny Belle duduk berhadap-hadapan dengan dokter yang menangani Junny Belle dengan perasaan was-was dan deg-degan yang tidak berkesudahan.
"Bagaimana kondisi istriku, Dok?" tanya Max Julius deg-degan.
"Tadi Anda mengatakan Nyonya Campbell ini menderita penyakit kanker darah, Pak Max Julius?" Terlihat kening si dokter ahli kanker itu berkerut dalam.
"Iya… Memangnya kenapa dengan penyakitku? Apakah… Apakah… bertambah parah?" Junny Belle menelan ludahnya ke dalam tenggorokannya yang serasa tercekat. Guna menenangkannya, Max Julius meremas-remas lembut tangannya.
"Itulah yang saya herankan, Tuan & Nyonya Campbell… Nyonya Campbell ini sama sekali tidak ditemukan adanya kelainan dalam sel-sel darah putihnya."
Max Julius dan Junny Belle terperanjat heran. Mereka saling berpandangan sejenak dan kemudian menatap si dokter ahli kanker itu lagi.
"Semua sampel sudah kami periksa dengan teliti berdasarkan laporan kesehatan dari rumah sakit yang dari Surabaya dan yang dari Sydney ini… Namun, kami memang tidak menemukan adanya kelainan bentuk apa pun dalam sel-sel darah putih Nyonya Campbell ini. Pertumbuhan sel-sel darah putihnya berlangsung normal. Nyonya Campbell ini baik-baik saja…"