Aqila Denada berpaling ke arah Jay Frans dengan enteng dan berujar,
"Maaf sekali, Jay Frans… Sebenarnya tadi siang ingin kukatakan kepadamu aku tidak bisa ikut denganmu malam ini. Aku sudah berpacaran dua bulan dengan Windrich. Karena kau terlalu bersemangat dan menganggapku sudah mengiyakan permintaanmu tadi siang, aku sendiri tidak berkata banyak. Sorry ya… Kau akan bertemu dengan gadis lain yang jauh lebih cocok untukmu…"
Jay Frans Xaverius masih berdiri terpaku di sana. Hanya matanya yang bisa menangkap pemandangan si pemuda yang dipanggil Windrich itu merangkul Aqila Denada dan keduanya melangkah ke arah mobilnya. Setelah Aqila Denada masuk ke dalam mobil, si Windrich itu menatap Jay Frans Xaverius dengan sebersit senyuman sinis sebelum akhirnya masuk ke dalam mobilnya juga. Mobil melaju meninggalkan halaman rumah Aqila Denada.
Akhirnya, dengan sedikit uang yang diperolehnya dari Vallentco Harianto, Jay Frans Xaverius hanya bisa minum-minum di sebuah klub yang jauh lebih murah di kota Surabaya. Karena klub tersebut ilegal, Jay Frans Xaverius yang belum mutlak berusia 18 tahun juga diizinkan masuk asalkan ia bisa membayar apa yang telah dipesannya.
Alhasil Jay Frans Xaverius menghabiskan waktu sampai jam dua dini hari di klub murahan tersebut. Tidak begitu mabuk, Jay Frans Xaverius masih bisa mengendarai sepeda motornya sendiri pulang ke rumah besar Vallentco Harianto. Vallentco Harianto yang membukakan pintu tentu saja terperanjat kaget bukan main melihat keadaan sang sahabat.
"Kau boleh menghukumku semaumu, Val… Kau boleh mengejekku semaumu… Kau boleh menghinaku semaumu… Kau boleh memarahiku semaumu… Aku pasrah…" kata Jay Frans Xaverius langsung merangkul sang sahabat dan membenamkan kepalanya ke ceruk leher dan bahunya.
Mendadak saja tangis Jay Frans Xaverius mulai meledak di sana. Tidak memarahinya, tidak membentaknya, tidak menghukumnya, dan tidak mengejeknya, justru tangan Vallentco Harianto terangkat naik dan membelai-belai rambut hingga punggung Jay Frans Xaverius.
"Aku tak bisa memarahimu… Aku tak bisa mengejekmu… Aku takkan pernah bisa menghukummu apalagi menghinamu, Jay…"
"Kenapa?" tanya Jay Frans Xaverius polos setelah tangisannya agak mereda.
"Karena… kau adalah orang yang sangat penting bagiku…" Vallentco Harianto merasa kata-kata saat ini begitu sulit keluar dari tenggorokannya yang serasa tercekat.
Jay Frans Xaverius menatap Vallentco Harianto dengan polos.
"Karena aku… aku… aku mencintaimu…" Entah apa yang merasuki Vallentco Harianto sehingga ia bisa begitu larut dalam perasaannya sendiri malam itu dan tidak berpikir banyak lagi.
Vallentco Harianto langsung mendaratkan satu kecupan mesra ke bibir Jay Frans. Karena Jay Frans terus menatapnya dengan polos, ia mulai berani melumat dan mengulum sepasang bibir tersebut.
Entah setan apa yang juga merasuki pikiran Jay Frans Xaverius malam itu. Ia juga membalas kuluman dan ciuman bibir mungil Vallentco Harianto. Ketika tangan nakal Vallentco Harianto mulai menanggalkan pakaiannya sampai menyisakan undies warna hijau gelap yang dikenakannya, tangannya juga melakukan hal yang sama terhadap seluruh pakaian piama Vallentco Harianto malam itu. Dengan lembut, ia mendorong tubuh Vallentco Harianto ke tempat tidur dan berbaring menindih tubuh pasangan homonya itu di atas tempat tidur.
"Siapa yang menjadi top dan siapa yang menjadi bottom?" tanya Jay Frans Xaverius dengan suaranya yang mulai parau.
"Untukmu… aku rela melakukan segalanya, Jay… Aku rela menjadi bottom asalkan kau bahagia dan bisa melupakan sakit hatimu malam ini…" Tangan Vallentco Harianto bergerak ke nakas samping tempat tidurnya. Ia mengeluarkan sebotol pelumas dan menyerahkannya kepada Jay Frans.
Mata Jay Frans sedikit mencelang.
"Kau sudah mempersiapkan ini sejak jauh-jauh hari? Kau sudah memiliki perasaan terhadapku sejak jauh-jauh hari?"
"Sayang sekali aku tidak mempersiapkan kondom, Jay… Aku tidak berani membelinya. Kita sebenarnya masih di bawah umur kan?"
"Kau yakin ingin menjadi bottom? Yang namanya bottom, pertama kali rasanya pasti menyakitkan – begitulah yang kudengar dari orang-orang…"
"Aku tahu kau akan memperlakukanku dengan lembut…" Tangan Vallentco Harianto naik, membelai-belai rambut, wajah dan kedua belahan pipi pasangan homonya.
Ciuman dan kuluman yang bertubi-tubi mulai didaratkan oleh Jay Frans Xaverius ke wajah, bibir, leher, dan garis rahang Vallentco Harianto. Persetubuhan pun dimulai. Tentu saja Vallentco Harianto sedikit mencicit kesakitan tatkala Jay Frans Xaverius memasuki tubuhnya. Dia sedikit meremas kain seprai yang berwarna biru langit. Tidak ada darah keperawanan di sini. Kendati demikian, rasa nyeri dan perih yang tak terperikan – serasa disayat-sayat pisau bedah tanpa obat bius – mulai menghantam tubuh bagian belakang Vallentco Harianto.
Sama seperti posisi top yang lainnya, Jay Frans Xaverius mengalihkan rasa sakit tersebut dengan ciuman bertubi-tubi yang didaratkannya pada seluruh wajah hingga ke leher dan tulang selangka pasangan homonya. Ketika dirasakannya pasangan homonya sudah siap menerima seluruh tubuhnya, dia memulai gerakannya yang pertama.
"Oh, Jay… Jay…" Vallentco Harianto hanya memejamkan erat kedua bola matanya dan terus mendesahkan nama pasangan homonya yang sudah ia cintai sejak lama.
Jay Frans Xaverius terus bergerak memompa lagi. Pergerakan tubuhnya menjadi semakin cepat dan berirama tatkala dirasakannya pasangan homonya sudah bisa menyesuaikan diri dengan tubuhnya di bawah sana.
"Oh, Vallentco… Vallentco…" Jay Frans juga mengerang terus-menerus tiada titik, tiada akhir.
Tangan Vallentco Harianto juga menjambak lembut rambut pasangan homonya yang terus bergerak-gerak di atasnya tiada henti.
Ketika Jay Frans merasa dia sudah hampir mencapai puncak, cepat-cepat dicabutnya senjata kejantanannya dari liang belakang tubuh sahabatnya. Dia memuncratkan beberapa tembakan cairan vitalnya ke perut pasangan homonya tersebut.
Gantian Jay Frans mengulum senjata kejantanan Vallentco Harianto yang masih mengeras nan menjulang tinggi.
"Jay… Jay… Oh, shit, Jay…" Tangan Vallentco Harianto terus meremas-remas lembut kepala Jay Frans Xaverius yang terus-menerus mempermainkan dunia keperjakaannya yang sudah hilang di bawah sana.
Merasa-rasa pasangan homonya sudah akan mencapai klimaks juga, Jay Frans Xaverius hanya memberikan permainan tangan ke dunia keperjakaan pasangan homonya. Tak bisa menahan diri lagi, Vallentco Harianto juga memuncratkan beberapa tembakan cairan vitalnya ke udara dan akhirnya mendarat lagi di perutnya sendiri dan berbaur dengan cairan vital Jay Frans Xaverius yang ditembakkan beberapa saat sebelumnya.
Jay Frans Xaverius mengambil beberapa helai tisu dan mengelap cairan vital mereka berdua dari perut pasangan homonya. Sambil berbaring di samping pasangan homonya, ia kini memberikan sebuah pelukan hangat terhadap tubuh telanjang itu. Vallentco Harianto hanya menatap Jay Frans Xaverius dengan sebersit senyuman lirih.
"Kau menyesal?" tanya Vallentco Harianto.
"Entahlah… Aku bingung dengan perasaan ini, Val…"
"Kau terpaksa melakukan ini denganku?" Tampak raut wajah sedih Vallentco Harianto. Namun, dia berusaha untuk tidak memperlihatkannya kepada Jay Frans Xaverius.