"Aku akan sangat percaya diri setiap kali aku membicarakan soal cinta dan ketulusanku kepadamu, Darling…"
Junny Belle tersenyum lemah lembut. Dia juga memeluk sang pangeran tampan dan sedikit menggesek-gesekkan kepalanya di atas dada sang pangeran tampan.
"Kau ingin makan siang, Junny Darling? Sudah tiba jam makan siang… Aku akan pesan dari GI di sekitar sini dan mereka akan mengantarnya ke sini… Mau?"
Junny Belle menggelengkan kepalanya cepat dan mempererat pelukannya. "Nanti saja… Sekarang aku ingin tetap dalam posisi ini dulu… Aku tak ingin kau melepaskan pelukanmu…"
Max Julius meledak dalam tawa lepasnya. Tangan terus membelai kepala dan rambut sang bidadari cantik kesayangannya.
"Seandainya saja sejak dulu aku tahu kau sangat mencintaiku seperti ini, semua kepahitan dan penderitaan cinta kita dulu tak perlu terjadi, Junny Darling…"
"Kau sendiri yang tidak peka… Kenapa kau tidak pernah curiga aku selama ini menderita penyakit kanker darah yang mematikan seperti ini?"
"Oke… Oke deh… Oke deh… Aku yang salah… Aku yang salah… Lalu apa yang harus kulakukan untuk menebus semua kesalahanku selama ini?"
Junny Belle mengangkat kepalanya dan menatap lekat-lekat mata cokelat gelap sang pangeran tampan.
"Aku sangat mencintaimu… Jangan pernah tinggalkan aku, Max Sayang… Itu saja kau sudah bisa menebus semua kesalahan dan kekeliruanmu selama ini…" Junny Belle mengecup mesra garis rahang sang pangeran tampan nirmala.
Max Julius mempererat pelukannya. "Astaga, Darling… Perlakuanmu ini sungguh-sungguh membuatku tidak tahan…"
"Hah? Jangan lakukan di sini… Ranjang ini sempit… Bakalan sangat tidak nyaman… Sabar ya, Max Sayang… Setelah hasil pemeriksaanku keluar, kita akan segera pulang…" Junny Belle menyeringai manja. Tangan mulai naik dan bermain-main di area dada Max Julius yang bidang, kekar, tegap nan bedegap.
"Kau menyuruhku untuk tidak melakukannya di sini, tapi tanganmu nakal banget…" Max Julius meledak dalam tawa lepasnya.
"Masa begini saja juga bisa membangkitkanmu, Max Sayang…" kata Junny Belle dengan nada suara tidak percaya.
"Dekat denganmu bisa membangkitkanku… Mendengarmu mengatakan kau mencintaiku juga bisa membangkitkanku… Melihatmu saja sudah bisa membangkitkanku… Kau sudah menjadi candu bagiku, Darling… Apalagi sekarang setelah kau mengatakan betapa kau mencintaiku, dan tanganmu nakal bermain-main di salah satu bidang sensitifku… Menurutmu, apakah itu bisa membangkitkanku atau tidak?" seringai Max Julius.
"Oke… Oke… Aku akan memainkannya di rumah saja nanti… Oke… Oke… Kita cerita yang lain saja ya, Max Sayang…"
"Kau ingin bercerita tentang apa, Darling?"
Junny Belle berpikir sejenak dan akhirnya ia menemukan satu topik pembicaraan.
"Oh ya… Bagaimana kau membereskan keempat musuhmu yang dari masa lalu itu, Max Sayang?" tanya Junny Belle ringan nan santai.
"Aduh… Kau mengungkit topik yang sebenarnya tidak ingin kubicarakan, Junny Darling…"
"Ayolah… Tidak apa-apa… Bercerita sedikit kepada orang yang kaucintai akan membuatmu merasa sedikit lega. Percayalah…"
Max Julius tersenyum cerah. "Oke deh… Keempat orang itu sama sekali tidak mengenaliku tatkala mereka bertemu denganku lagi di Sydney."
"Hah? Benarkah? Kau masih memakai nama Max Julius dan mereka sama sekali tidak mengenalimu?"
"Iya… Mereka berpikir aku sudah mati. Kan sehabis kebakaran itu, aku sudah langsung diadopsi oleh keluarga Campbell. Mereka menemui kedua suster pengasuhku dan membicarakan soal surat-surat adopsiku. Aku tidak sempat kembali ke sekolah kita dulu lagi. Aku langsung ikut keluarga Campbell ke Sydney."
"Dan waktu itu kau sudah mencampakkan aku jauh-jauh. Waktu itu Qaydee Zax Thomas itu sudah lengket terus di sampingmu," kata Junny Belle sedikit meringis pedih.
"Jangan bicarakan itu, Darling… Aku menjadi semakin sedih dan tersiksa oleh perasaan bersalah ini…" rengek Max Julius dengan sedikit manja.
Junny Belle meledak dalam tawa lemah lembutnya. "Oke… Oke… Kita bicarakan saja soal Adam Levano Smith dan Lolita Jacqueline Wijaya. Bagaimana caranya kau membereskan kedua orang jahat itu, Max Sayang?"
"Mereka menemuiku – tidak mengenaliku – dan menawarkan kerja sama pembangunan hotel The Pride yang baru. Mereka sudah menikah dan memiliki satu orang anak perempuan. Tapi kau tenang saja… Aku sekarang yang bertanggung jawab terhadap hidup dan pendidikan anak perempuan mereka. Anak perempuan mereka sama sekali tidak tahu akulah yang membiayai hidup dan pendidikannya saat ini."
"Oke… Mereka menawarkan kerja sama pembangunan The Pride kepadamu, Max Sayang? Mereka bergerak di bidang konstruksi ya…?"
"Tepat sekali, Darling… Kuiyakan saja… Namun, aku tidak menandatangani dokumen apa pun. Ketika mereka sudah menyiapkan lahan, karyawan, dan segala perlengkapan pembangunannya, kubatalkan kerja samanya begitu saja… Kudengar terakhir kali perusahaan si Smith itu mengalami kerugian besar. Adam Levano Smith bunuh diri dan Lolita Jacqueline Smith menjadi gila. Ia masuk rumah sakit jiwa dan masih mendekam di sana sampai sekarang."
"Terus, bagaimana dengan dua yang lainnya?"
"Jay Frans Xaverius menjadi seorang pemain film yang cukup terkenal di Australia. Dan, Vallentco Harianto ternyata memiliki ibu yang orang asli Australia. Ayahnya orang Indonesia. Mereka bercerai ketika Vallentco Harianto ini masih kecil. Sejak kecil Vallentco Harianto ini tinggal bersama ayahnya, tapi ia masih terus berhubungan dengan ibunya yang sudah menikah dengan lelaki Australia…"
"Aku baru tahu loh itu…" Junny Belle sedikit menaikkan kedua alisnya.
"Iya… Kau kan tidak begitu akrab sama mereka ketika sekolah dulu. Aku saja baru tahu latar belakang keluarga keduanya ketika aku sudah menetap di Sydney dan bertemu lagi dengan keduanya di sana."
"Tapi, kudengar keduanya adalah pasangan homo kan?"
"Nah, kalau soal itu, kau benar, Junny Darling… Namun, Vallentco Harianto yang cenderung lebih mencintai Jay Frans di sini, Junny Darling…"
"Dan Jay Frans sebenarnya tidak begitu mencintai Vallentco Harianto?" Alis Junny Belle naik lagi beberapa senti.
"Iya… Dia hanya merasa berutang budi pada Vallentco Harianto. Ayah Vallentco Harianto itu salah satu pengusaha pupuk terbesar di Indonesia sini, Junny Darling. Istrinya banyak… Ibu Vallentco Harianto itu hanya salah satunya. Mungkin inilah yang menjadi penyebab perceraian mereka. Mungkin ya… Jay Frans Xaverius itu berasal dari kalangan yang biasa-biasa saja. Ayahnya pedagang kaki lima. Ibunya ya ibu rumah tangga biasa. Namun, ibunya ini berambisi banget memasukkan anak lelakinya satu-satunya ke sekolah international plus supaya anak lelakinya itu bisa bergaul dengan anak-anak dari kalangan jetset."
"Jangan bilang uang sekolah Jay Frans selama bersekolah di sekolah kita dulu dibantu oleh Vallentco Harianto, Max Sayang…" kata Junny Belle membuat suatu tebakan.
"Bukan hanya uang sekolah, Junny Darling… Setelah mereka menamatkan SMA, mereka kuliah di Sydney – uang kuliah dan biaya hidup Jay Frans selama kuliah di Sydney juga dibantu oleh Vallentco Harianto. Dan bahkan… Kau bakalan tak percaya sama informasi ini… Ibu Vallentco Hariantolah yang membuka jalan mudah bagi Jay Frans sehingga ia bisa menjadi seorang bintang film yang cukup terkenal sampai saat ini."
"Jadi karena berutang budi, ia merelakan dirinya menjadi seorang pemuas nafsu untuk Vallentco Harianto… Begitukah?"