"Max… Max Sayang… Ada apa, Max Sayang? Kau terluka?" tanya Junny Belle panik. Ia memegang-megang badan sang pangeran tampan nirmala dari atas rambut sampai ujung kakinya.
"Aku baik-baik saja, Junny Darling… Ada tiga maling yang berhasil masuk ke dalam rumahmu ini. Aku baru saja melumpuhkan mereka…" kata Max Julius lemah lembut menenangkan sang bidadari cantik jelita.
Junny Belle melihat ada tiga tubuh yang tergeletak tidak berdaya di anak-anak tangga bagian bawah yang mengarah ke lantai satu. Dia kontan menutup mulutnya dengan napas tertahan. Junny Belle kontan menghidupkan lampu. Dalam sekejap, teranglah seisi lantai dua.
Max Julius langsung menuruni tangga sambil terus mengarahkan pistolnya ke ketiga maling yang tergeletak tidak berdaya di anak-anak tangga bawah sana. Satu tendangan masing-masing diberikan kepada ketiga maling tersebut. Tubuh ketiga maling itu terpental ke depan dengan lolongan mereka yang mengaduh kesakitan nan tidak berdaya.
"Aku takkan membunuh kalian asalkan kalian menyerah… Namun, jangan salahkan aku nyawa kalian melayang seandainya kalian masih belum menyerah dan ingin menyerang ke sini…" desis Max Julius dengan nada suara kejam nan tidak main-main, dengan pistol pendek bercorong yang masih diarahkannya ke ketiga maling di hadapannya.
"Darling… Telepon polisi sekarang juga… Biar polisi saja yang meringkus mereka…" Max Julius memanggil sang bidadari cantik jelita kesayangannya dari lantai bawah.
"Oke…" Junny Belle segera memburu ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya.
Keriap ketakutan dan kengerian masih melungkup di benak pikiran Junny Belle Polaris dini hari itu.
Keriap tegang dan marah masih menggeligit kuncup pikiran Max Julius Campbell dini hari itu.
***
Jam demi jam akhirnya berlalu. Akhirnya juga sang mentari mulai menampakkan diri di ufuk timur. Max Julius dan Junny Belle berhasil menyerahkan ketiga maling tersebut ke polisi. Salah satu karyawati Junny Belle yang ketahuan bersekongkol dengan ketiga maling tersebut juga berhasil diringkus oleh polisi.
Kini Max Julius menatap sang bidadari cantik jelita dengan wajah yang sedikit serius. Namun, bagi Junny Belle, wajah sang pangeran tampan nirmala itu terlihat begitu tampan, lucu nan menggemaskan. Junny Belle sedikit menundukkan kepalanya karena merasa tengah diceramahi oleh sang pangeran tampan nirmala yang merasa cemas bukan main.
"Jadi salah satu kunci cadangan rumah ini kautitipkan kepada salah satu dari ketiga karyawatimu itu, Darling? Kau baru mengenal mereka selama dua bulan lebih ini saja… Tidak seharusnya kau begitu mudah percaya pada orang-orang yang baru saja kaukenal, Junny Darling…"
"Iya… Iya… Kukira mereka bisa langsung buka toko dan menjalankan toko apabila mereka tiba di sini lebih pagi dan ketika aku belum bangun. Jadi mereka bisa langsung menjalankan toko tanpa harus menungguku bangun terlebih dahulu…" kata Junny Belle sedikit menundukkan kepalanya sambil menunjukkan raut wajah memelas.
Max Julius mengambil dua langkah lebar mendekati sang bidadari cantik jelita. Ia mencubit gemas kedua belahan pipi sang bidadari cantik jelita.
"Tidak boleh lagi menitipkan kunci cadangan kepada mereka, Junny Darling… Aku sudah minta orang ganti kunci pintu-pintu rumahmu ini. Hanya kau yang boleh memegang kunci utama dan kunci-kunci cadangannya. Sebelum mengenal lama orang itu, kau tidak boleh menyerahkan kunci cadangan kepada mereka. Kau mengerti kan?" tutur Max Julius seraya memajukan sedikit bibirnya ke depan sehingga menampilkan wajahnya yang tampan nirmala menggemaskan.
"Iya… Aku mengerti…" Junny Belle menyeringai gemas.
Junny Belle mendadak berdiri dan mengecup mesra bibir pangeran tampan nirmala yang sedikit maju ke depan itu.
"Thanks banget sudah mencemaskan aku, Max Sayang… Aku bersyukur bertemu denganmu kemarin… Aku bersyukur kau berada di sini sejak kemarin malam…"
"Tentu saja… Aku hampir kena serangan jantung tatkala kudapati ada tiga maling yang berhasil masuk ke dalam rumahmu ini…" Max Julius masih mengerucutkan wajahnya dan sedikit memajukan bibirnya ke depan.
"Aku akan lebih berhati-hati ke depannya, Max Sayang… Untuk sementara ini… Untuk sementara ini…" Junny Belle sedikit sungkan meneruskan pertanyaannya.
"Untuk sementara apa, Junny Darlingku?"
"Untuk sementara, kau akan terus tinggal di Jakarta sini menemaniku bukan? Kalau kau benaran sibuk dan memang harus kembali ke Sydney sana, setidaknya kau tinggal di sini dan menemaniku sampai kedua anak kembar kita lahir. Kau mau kan…?" tanya Junny Belle merasa deg-degan.
"Tentu saja aku akan menemanimu selamanya, Junny Darling… Aku akan tetap di sampingmu, bahkan setelah kedua anak kembar kita lahir. Kita akan terus bersama – selamanya tidak terpisahkan… Kau akan menikah denganku dan kita akan hidup dalam kehidupan keluarga yang berbahagia dengan anak-anak kita kelak…"
"Benarkah…? Lalu bagaimana dengan Qaydee Zax Thomas?" tanya Junny Belle sedikit cemberut.
"Aku akan menjelaskan kepadanya nanti, Junny Darling… Dia akan tahu kau dan aku saling mencintai dan kita takkan pernah terpisahkan – apalagi sekarang di antara kita sudah ada anak kembar kita…" kata Max Julius memegang kedua belahan pipi sang bidadari cantik jelita dan menatap lekat-lekat ke kedua bola matanya yang bening nan jernih.
"Kau sendiri yang bilang ya, Max Sayang… Aku takkan melepaskanmu lagi… Aku benaran takkan melepaskanmu lagi…" kata Junny Belle mulai memperlihatkan sikap manjanya. Dia memeluk erat sang pangeran tampan nirmala dan merebahkan kepalanya ke dada sang pangeran yang bidang, kekar nan bedegap.
"Justru sebaliknya aku yang mau bilang begitu… Kau sudah menerimaku sepenuhnya di sisimu. Maka dari itu, aku takkan pernah melepaskanmu lagi… Kau selamanya adalah milik Max Julius Campbell dan kau selamanya akan terus berada di samping Max Julius Campbell."
Max Julius Campbell memegang kedua belahan pipi sang bidadari cantik jelita dan kemudian mendaratkan kecupan mesra ke sepasang bibir sang bidadari yang tipis, mungil nan seksi menggiurkan.
Junny Belle tersenyum imut. Ia merebahkan kembali kepalanya ke dada bidang, kekar nan bedegap sang pangeran tampan nirmala.
Mendadak saja Junny Belle merasa segala beban yang selama ini menimpa kehidupannya mulai terangkat sedikit demi sedikit; segala tirai hitam mulai perlahan-lahan terkembang; dan segala isak tangisnya mulai sirna satu demi satu.
Dalam hati Junny Belle terus menguntai doa, terus menganyam harapan, dan terus merangkai penantian… Semoga saja dia akan bertahan selama mungkin di samping kedua anak kembar dan sang pangeran tampan kesayangannya. Semoga saja dia akan bertahan selama mungkin dan bisa memberikan kebahagiaan maksimal kepada keluarganya.
Jam demi jam berlalu lagi. Sisa dua karyawati lainnya terkejut nan terperanjat kaget bukan main begitu mengetahui salah satu rekan kerja mereka – yang dititipkan kunci cadangan – telah bersekongkol dengan tiga lelaki jahat untuk merampok rumah majikan mereka.
"Jadi aku sudah minta semua kunci dan gembok rumah ini diganti. Ke depannya, hanya Bu Junny yang akan memegang kunci. Kunci takkan diserahkan lagi kepada kalian. Apabila ketahuan lagi siapa yang bersekongkol dengan para penjahat dan preman di luar, yang bersangkutan akan kami serahkan kepada polisi. Apakah kalian mengerti?" tanya Max Julius kepada kedua karyawati dan beberapa pembantu Junny Belle pagi itu, dengan raut wajah dingin nan tanpa senyum sedikit pun.