Junny Belle tertawa lemah lembut.
"Kau bisa bilang aku ini adalah seorang gadis yang bodoh, Aira…" gumam Junny Belle lemah lembut lagi.
"Iya… Kau memang bodoh… Kau sudah dibodoh-bodohi oleh Max Julius dengan pengakuan cinta dan ketulusannya. Kau sudah dibutakan oleh rasa cintamu terhadap lelaki itu."
Junny Belle kembali tersenyum lembut mendengar penuturan sang sahabat di seberang.
"Oke deh… Aku agak tenang sekarang karena kau bilang kau baik-baik saja. Terlebih lagi, karena lelaki tampan sempurna yang benar-benar mencintaimu itu ada di sampingmu sekarang. Oke deh… Aku akan meneleponmu lagi nanti, Jun… Take care ya, Jun…" kata Aira Antlia.
"Iya, Aira… See you…"
Hubungan komunikasi pun terputus. Clark Campbell tersenyum cerah kepada sang kekasih cantik jelita.
"Akhirnya mereka bertemu juga… Aku turut berbahagia buat Max Julius dan Junny Belle…" sahut Clark Campbell.
"Tapi aku tidak begitu senang… Pasalnya cepat sekali sahabatku itu memaafkan dan menerima Max Julius yang selama ini telah berbuat kasar padanya dan telah memperlakukannya secara tidak terhormat." Aira Antlia menggerutu.
Clark Campbell terkesiap untuk sesaat.
"Umpamanya aku adalah Junny Belle, aku takkan menerima dan memaafkan Max Julius semudah itu," kesal Aira Antlia sedikit bersungut-sungut.
"Hah? Jadi terhadapku, kau juga takkan memaafkanku semudah Junny Belle memaafkan Max Julius?" Sontak mata Clark Campbell sedikit membelalak.
"Iya… Tidak akan…" Aira Antlia membuang pandangannya ke arah lain dan sedikit mengulum senyumannya.
"Jangan begitu dong, Aira Sayang… Aku bisa mati jika kau menolak untuk bertemu dan bicara denganku… Kalau kau tidak ingin bertemu dan bicara denganku, aku harus bagaimana?"
"Rayuan gombal… Kau kan punya segudang koleksi perempuan perawan di luar sana yang bisa kaudatangi kapan saja, Clark…" Aira Antlia masih memandang ke arah lain dan sedikit mengulum senyumannya.
"Swear… Aku sudah memutuskan hubunganku dengan mereka semua sejak aku mengenalmu dan sejak kedekatan kita, Aira Sayang…" Clark Campbell masih bergelayut manja di lengan sang bidadari cantik jelita.
"Benarkah?" Aira Antlia agak menyipitkan kedua matanya.
"Iya… Aku berani bersumpah dengan nama Clark Campbell milikku. Aku tidak lagi berhubungan dengan gadis perawan mana pun, tidak berhubungan dengan gadis mana pun semenjak aku mengenalmu, Aira Sayang…"
"Aku jadi merasa bersalah pada gadis-gadis perawan itu kalau begitu…"
"Kenapa, Aira Sayang?" Clark Campbell merasa sedikit bingung.
"Mereka kehilangan keperawanan mereka di tanganmu kan? Akhirnya demi aku, kau meninggalkan mereka semua…" kata Aira Antlia dengan senyuman miris.
"Itu hanya bisa menjadi… menjadi masa laluku yang kelam, Aira Sayang… Itu hanya bisa menjadi noda hitam dan limbah dosaku di masa lalu. Yang penting adalah masa sekarang, Aira Sayang. Masa sekarang aku sudah memutuskan untuk tidak lagi mengulangi kesalahan dan limbah dosa yang sama. Masa sekarang hanya ada dirimu, dan kelak ada anak-anak kita…" kata Clark Campbell masih bergelayut manja di lengan sang kekasih cantik jelita dengan raut wajah memelas.
Aira Antlia berpaling menatap sang lelaki tampan nirmala yang masih menatapnya dengan wajah memelas.
"Oke… Jujur padaku… Sudah berapa banyak wanita yang kautiduri sebelum kita bertemu dan berkenalan? Ada berapa banyak di antara mereka yang keperawanannya jatuh ke tanganmu?"
"Kau berjanji takkan marah ya…?" tukas Clark Campbell dengan gaya memelas.
Aira Antlia mengangguk ringan. Clark Campbell tampak mereka-reka sekarang.
"Mmm… Sudah lupa aku, Aira Sayang… Mungkin ada sekitaran 80an wanita… Dan 60an di antara mereka masih perawan ketika tidur denganku… Keperawanan mereka jatuh ke tanganku…" kata Clark Campbell menundukkan kepalanya – merasa malu membuka dirinya terhadap sang kekasih cantik jelita di hadapannya ini.
"Dan Max Julius…?" Aira Antlia menyipitkan matanya.
"Dia lebih parah lagi… Sebelum malam dia meniduri Junny Belle dan mengambil keperawanan Junny Belle, mungkin ada sekitaran ratusan wanita yang sudah ditariknya naik ke atas ranjang – termasuk Qaydee Zax Thomas – dan rata-rata semua wanita itu masih perawan. Keperawanan mereka berhasil diambil oleh Max Julius…" kata Clark Campbell masih dengan raut wajah bersalahnya. Namun, dia sadar dia begitu mencintai Aira Antlia Dickinson yang ada di hadapannya. Cepat atau lambat, dia harus membuka diri, jujur dan apa adanya di hadapan sang kekasih cantik jelitanya ini.
"Dan keperawanan Qaydee Zax Thomas juga jatuh ke tangan Max Julius?"
"Iya… Max Julius pernah cerita… Ketika dia tidur dengan Qaydee Zax Thomas pada malam itu, Qaydee Zax Thomas masih perawan…"
"Oke deh… Cukup untuk pengakuanmu yang mengejutkan, Clark… Biarkan aku sendirian dulu sepanjang hari ini. Aku ingin menenangkan diri dulu." Aira Antlia langsung mengambil tas tangannya dan berlalu keluar dari kafe tersebut.
Clark Campbell tentu saja terperanjat kaget bukan main.
"Hah…? Kau sudah berjanji tadi kau takkan marah, Aira Sayangku… Aira Sayang… Tunggu aku… Tunggu aku…"
Clark Campbell mengejar sampai trotoar yang ada di samping bangunan kafe tersebut. Dia mencegat lembut tangan Aira Antlia. Aira Antlia menghentikan langkah-langkahnya. Ia sama sekali tidak memberontak.
"Jangan marah, Aira Sayang… Itu menjadi noda hitam dan masa lalu kami yang kelam. Junny Belle bisa menerima dan memaafkan Max Julius. Aku harap kau juga bisa menerima dan memaafkan noda hitam pada masa laluku, Aira Sayang…" kata Clark Campbell dengan nada memelas.
Aira Antlia hanya membisu seribu bahasa. Akan tetapi, dia sama sekali tidak melawan dan memberontak tatkala Clark Campbell merengkuhnya ke dalam pelukannya.
"Oh, kurasa aku harus siap mental… Akan ada banyak wanita yang ingin menargetkanmu, menginginkanmu, dan naik ke atas ranjangmu. Aku harus membiasakan diri menelan asam cuka kecemburuan. Jika aku tidak membiasakan diri, aku akan mati muda terkena stroke atau serangan jantung…" kata Aira Antlia sedikit bersungut-sungut.
"Aku berjanji padamu… Mulai dari hari aku bertemu dan berkenalan denganmu, takkan ada wanita lain lagi, Aira… Aku sangat mencintaimu – hanya dirimu seorang… Aku bersumpah dengan setiap napas dan sendi-sendi kehidupanku ini…" Clark Campbell terus mempererat pelukannya dan masih tidak ingin melepaskan.
Aira Antlia hanya diam, tak bergeming, dan membisu seribu bahasa.
Sedikit kekakuan bergelitar di teluk pikiran Aira Antlia Dickinson siang itu. Sekelumit gulana menggelimuni tudung pikiran Clark Campbell siang itu.