"Aku tidak peduli… Aku akan bersamamu, menemanimu melahirkan kedua anak kita ke dunia, menemanimu sampai titik akhir… Aku tidak ingin bersama dengan yang lain… Aku hanya ingin bersama-sama denganmu, Darling… Kumohon… Maafkanlah aku… Kembalilah ke sisiku…"
Junny Belle menggeleng cepat.
"Pergilah, Max… Kembalilah ke kehidupanmu yang seharusnya… Setelah anak kembarmu ini lahir ke dunia, aku akan memberitahumu. Kau bisa datang ke sini menengok mereka. Jika memang… memang aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi, kau bisa membawa mereka ke Sydney. Mereka akan tumbuh besar di bawah pengasuhanmu. Anggap saja… Anggap saja mereka berdua adalah hadiah terakhir yang bisa kuberikan…"
Junny Belle langsung berpaling ke depan dan berjalan ke depan.
"Tidak… Tidak… Aku akan terus bersamamu, Junny Darling… Jangan tinggalkan aku, Darling… Kumohon…"
Max Julius mengambil dua langkah lebar ke depan menghampiri sang bidadari cantik kesayangannya. Ia langsung merengkuh sang bidadari cantik kesayangannya ke dalam pelukannya sekali lagi. Junny Belle jatuh sekali lagi ke dalam pelukan sang pangeran tampan nirmala.
"Lepaskan aku, Max… Aku tidak ingin bersamamu… Lepaskan aku…" Junny Belle kembali memberontak.
Max Julius mempererat pelukannya. Dia sama sekali tidak ingin melepaskan. Air mata kian berjatuhan tiada henti tiada rehat.
"Aku takkan melepaskanmu lagi… Di saat aku sudah mengetahui semua fakta dan kenyataan yang kausembunyikan dengan rapi selama ini, aku tidak bisa lagi berpisah denganmu, Junny Darling. Aku bisa mati apabila kau meninggalkan aku lagi sekarang."
"Kau sudah jahat padaku selama ini, Max. Kau sudah memperlakukan aku dengan tidak terhormat; kau sudah mengasariku; kau bahkan sudah merenggut kesucianku dengan sebegitu kejam nan tanpa belas kasihan malam itu. Aku membencimu, Max… Lepaskan aku, Max…"
Junny Belle sampai harus mengeluarkan pernyataan yang jelas-jelas adalah kebohongan yang bertentangan dengan hati nuraninya supaya sang lelaki tampan nirmala mau melepaskan pelukannya. Akan tetapi, Max Julius tetap tidak bergeming dan pelukannya malahan semakin erat dan kuat.
"Aku akan menebus semua dosa dan kesalahanku selama ini, Junny Darling. Berilah aku kesempatan menemanimu dan kedua anak kita, Junny Darling… Berilah aku kesempatan menunjukkan cintaku kepada kalian… Aku takkan meninggalkan kalian lagi… Aku takkan melepaskan kalian lagi…" tukas Max Julius masih mempererat pelukannya. Dia sama sekali tidak berniat melepaskan pelukannya.
"Lepaskan aku, Max… Aku membencimu… Aku selamanya takkan pernah memaafkanmu…" teriak Junny Belle menginjak kaki sang lelaki tampan nirmala.
Karena kesakitan, Max Julius memekik nyaring sejenak dan kontan melepaskan pelukannya. Junny Belle segera mengambil kesempatan itu untuk mengambil langkah seribu dari tempat tersebut.
"Jangan mendekatiku lagi… Tidak seharusnya kau berada di Jakarta sini, Max… Kau harus kembali ke Sydney…"
Junny Belle berlari ke jalan besar di depan dan menyeberangi jalan dengan cepat.
"Tidak… Aku tidak bisa melakukannya, Darling… Kembalilah kepadaku, Junny Darling… Aku sangat mencintaimu… Aku tidak bisa berpisah denganmu lagi sekarang…" Sambil terus mengikuti ke mana perginya sang bidadari cantik jelita, mulut Max Julius terus merapalkan semua mantera cinta dan kerinduannya kepada sang bidadari cantik jelita.
Lalu lintas dalam keadaan yang tidak begitu padat. Tentu saja kendaraan yang berlalu-lalang di jalan tersebut akan melaju dalam kecepatan tinggi karena jalan itu tergolong panjang dan cukup lengang. Konsentrasi Max Julius Campbell hanya tertuju pada Junny Belle Darling kesayangannya yang kini sudah berdiri di seberang jalan. Dia sungguh tidak memperhatikan kanan kiri lagi dan langsung menyeberang begitu saja.
Datang sebuah mobil dari arah samping dengan kecepatan yang cukup tinggi. Bisa ditebak apa yang terjadi detik-detik berikutnya. Terdengar decit rem mobil yang melengking panjang. Terdengar pula suara tabrakan yang cukup keras. Junny Belle bagai tersambar halilintar di siang bolong. Dia serta-merta berpaling dan langsung melihat tubuh sang pangeran tampan nirmala yang terpental cukup jauh.
"Max… Max…" Teriakan Junny Belle bagai gementam halilintar yang sambar-menyambar, mencampakkan puing-puing hati.
Terlihat tubuh Max Julius menghantam palang pembatas jalan yang berada di tengah-tengah. Tubuhnya melorot lemas ke tanah seketika. Terlihat cukup banyak darah mengalir dari kepala, kedua tangan, dan kedua kakinya. Junny Belle menerjang ke tengah-tengah jalan menghampiri sang pangeran tampan nirmala.
Air mata Junny Belle bergulir turun tak tertahankan lagi. Tangannya terus membelai kepala dan wajah sang pangeran tampan nirmala.
"Max… Max…" Tangisan Junny Belle sudah memuncak. Dia benar-benar berada di kemuncak takut, sedih, dan putus asa yang mendera semenanjung pikirannya.
Tangan Max Julius Campbell yang gemetaran juga perlahan-lahan terangkat naik dan membelai-belai belahan pipi sang bidadari cantik jelita.
"Kembalilah padaku, Darling… Aku sangat mencintaimu… Aku mencintaimu sampai mati… Aku takkan bisa bertahan hidup di dunia ini sendirian tanpamu… Aku mencintaimu – dari dulu, sejak pertama kali kita bertemu dan berkenalan di bawah pohon mangga taman belakang sekolah… Sampai sekarang, Junny Belle Darling… Sampai sekarang ketika aku yakin aku bisa mempertaruhkan segala yang kumiliki untuk memperjuangkan cinta dan kebersamaan kita…"
"Seseorang tolong telepon ambulans… Tolong panggil ambulans ke sini… Aku sangat berterima kasih pada siapa pun yang bersedia menelepon ambulans…" teriak Junny Belle kepada orang-orang yang berkerumun mendekat untuk melihat apa sebenarnya yang tengah terjadi.
"Jangan khawatir, Nyonya… Ambulans akan segera sampai dan membawa suami Anda ke rumah sakit…" kata salah seorang pemudi awal dua puluhan yang baru saja menelepon ambulans.
"Iya… Terima kasih…" Junny Belle berpaling kembali ke sang pangeran tampan nirmala yang kini terkulai lemah tidak berdaya. Darah mengalir nan menetes-netes tiada henti dari kepala, kedua kaki, dan kedua tangannya.
"Bertahanlah, Max… Bertahanlah… Ambulans akan segera sampai…" Air mata Junny Belle juga mengalir deras nan menganak sungai.
"Aku senang kau diam saja ketika si pemudi itu menyebutku adalah suamimu, Junny Darling… Kau diam saja berarti kau sudah setuju… Kau sudah setuju untuk menjadi milikku, untuk menjadi istriku nanti, untuk bersama-sama denganku… Iya kan?"
Junny Belle hanya menangis sesenggukan sambil menatap sang pangeran tampan nirmala dengan kedua bola matanya yang berwarna cokelat gelap.
"Katakan iya, Darling… Katakan iya… Aku mohon…"
Akhirnya Junny Belle menganggukkan kepalanya seraya menggenggam tangan sang pangeran tampan nirmala yang masih menyentuh nan membelai-belai belahan pipinya.
"Aku senang, Junny Darling… Aku sangat senang… Aku bisa memilikimu lagi… Aku bebas mencintaimu lagi… Aku bebas bisa bersama-sama denganmu lagi – seperti di masa-masa silam, seperti di waktu lalu, seperti di lembaran kehidupan kita yang telah lalu…"
Rasa sakit dan nyeri Max Julius Campbell mencapai puncaknya. Tangannya melorot lemas ke bawah dan terlepas dari genggaman tangan sang bidadari cantik jelita begitu saja. Matanya kontan terpejam erat. Dunia latar belakangnya menjadi gelap gulita, tenggelam dalam warna hitam pekat yang tak berpangkal ujung.
"Max… Max… Oh, Max… Kumohon bertahanlah, Max…"